Thursday, June 28, 2012

Para Penghuni Bumi Sebelum Kita - Muhammad Isa Dawud

Berbeda dengan karya best seller Dawud yang mengangkat dialog-nya dengan Jin, dalam buku ini pendekatan-nya lebih ke sains, dengan merangkum banyak hasil penelitian arkeolog, dan sebagian wawancara Dawud dengan nara sumber dari negara2 Skandinavia. Namun Dawud terlihat berusaha untuk tidak tampil sebagaimana Erich Von Daniken, pengarang Swiss yang meski berhasil menjual 63 juta kopi karyanya mengenai kedatangan mahluk asing ke bumi, namun dianggap lemah secara sains dan banyak mendapatkan kritik dari akademikus.


Mengenai Skandinavia, sebagaimana buku2 Dawud terdahulu, beliau terkesan memang punya akses informasi yang cukup banyak dari Negeri2 di wilayah ini. Beberapa hasil penelitian tersebut oleh Dawud di coba untuk dicari penjelasan-nya lewat Al Qur’an. Pertanyaan2 apakah yang ingin dijawab oleh Dawud, diantaranya adalah kapan bumi kita ini diciptakan ? kapan kehidupan dimulai di muka bumi ini? Kapan Adam dan Hawa turun ke bumi ini? Bagaimana mereka turun? Lalu, mahluk apa yang mendiami bumi sebelum Adam dan Hawa? Bagaimanakah bentuk dan suasana kehidupan sebelum manusia ada di muka bumi ini?.
  
Sayang-nya tidak ada foto atau dokumen yang ditampilkan menghiasi buku ini, sehingga menyulitkan kita untuk membayangkan apa yang dimaksud oleh Dawud. Dalam buku ini ijtihad Dawud dapat menghasilkan beberapa kesimpulan mengenai para penghuni bumi sebelum manusia, sbb;
  • Keberadaan mahluk lain di bumi sebelum manusia sudah pasti adanya.
  • Mahluk ini sebagaimana manusia dapat memilih untuk menjadi baik atau sebaliknya menjadi jahat.
  • Mahluk ini memiliki peradaban yang tinggi sebelum akhirnya hampir seluruhnya hancur. Banyak literatur dan manuscript di berbagai belahan dunia menyebutkan hal ini, termasuk piring terbang, sisa ledakan nuklir di Mohenjo Daro, legenda tentang mahluk bersayap, dll.
  • Sejarah manusia pertama berawal jutaan tahun yang lalu dan bukan ribuan tahun seperti yang dijelaskan di Taurat dan Injil (Berbeda dengan Taurat dan Injil, Qur’an sendiri tidak secara gamblang menyebutkan hal ini). Hal ini disimpulkan oleh Dawud dengan munculnya mahluk yang tingkat kemiripan-nya dengan manusia 100% namun berusia lebih dari puluhan ribu tahun.
  • Manusia tetap mahluk yang lebih unggul dari ciptaan Allah yang lain.
  • Hubungan manusia dan mahluk lain tsb, meski dapat saja terjadi namun tidak dapat menghasilkan keturunan.
  • Bagaimana kehidupan lain sebelum manusia itu tercipta, hanya Allah yang tahu.
Akhir kata, buku ini karena masih merupakan ijtihad tentu saja tidak bisa dipastikan kebenaran-nya, namun apa yang sudah dilakukan Dawud tetap saja menarik bagi kita, semoga akan ada bukti2 baru, yang dapat membuka misteri ini. Hal ini juga mengingatkan kita, semakin banyak yang kita pelajari maka sesungguhnya semakin banyak misteri yang belum kita tahu.




Wednesday, June 27, 2012

Tidak ada yang tidak bisa – Karmaka Surjaudaja - Dahlan Iskan

Setelah membaca dua buku karya Dahlan Iskan, yaitu “Ganti Hati”  dan “Dua Tangis dan Ribuan Tawa”, saya sempat melihat buku ini, namun karena sepintas saya kira buku tentang Dahlan Iskan namun karangan Karmaka, saya tidak jadi ambil, akan tetapi setelah diamati betul, ternyata betul merupakan karangan Dahlan Iskan tetapi justru mengenai Karmaka, wah saya jadi heran, siapakah gerangan Karmaka ini sehingga Dahlan mau menuliskan sosok-nya? lalu saya cek sepintas halaman belakang, ternyata ini mengenai biografi salah satu tokoh di balik NISP, meski bukan pendiri-nya, melainkan menantu-nya.
Setelah membaca ada kaitan dengan bank NISP, saya pun tertarik membelinya, maklum di Bandung, Bank ini cukup terkenal sebagai bank konservatif, bunga dan hadiah sih relatif biasa saja, namun anehnya nasabah-nya loyal. Selain itu NISP pernah menjadi bagian dari sejarah “mencekam” dalam kehidupan keluarga orang tua saya. Pada saat itu orang tua saya sedang membangun rumah dengan pinjaman NISP serta jaminan tanah dimana bangunan tersebut didirikan, sambil berharap dapat menjual tanah mereka di Medan. Namun rumah belum selesai, tanah di Medan tetap tak terjual. Situasi ini menyebabkan terbitnya surat peringatan penyitaan, surat itu membuat Ayah shock dan tak tahu harus berbuat apa, Ibu akhirnya memutuskan untuk pergi ke Medan meninggalkan kami semua dan bertekad bertahan di Medan sampai dengan tanah terjual. Syukur akhirnya setelah tiga bulan Ibu berhasil menjual tanah tsb, dan dapat membayar hutang kami di NISP.
Setelah melanjutkan membaca, ternyata saya kembali merasa di “dekat” kan dengan buku ini, membaca salah satu sekolah yang disebutkan dimana orang tua Karmaka pernah mengajar adalah sekolah Cina di sekitar jalan Gardu Jati namun diambil alih Pemerintah dan dijadikan sekolah umum, meski tidak yakin apakah ini sekolah yang sama dimana saya pernah bersekolah dulu, setahu saya SMAN 4 Bandung sekolah saya dulu menempati bangunan yang dulunya merupakan sekolah yang diambil alih pemerintah dari sekolah dasar Cung Hwi.
Kembali melanjutkan membaca, dan baru saya tahu salah satu bisnis keluarga Karmaka adalah laboratorium Bio Test, yang dipimpin langsung oleh istri-nya dan beberapa anak2nya yang memang memiliki pendidikan dokter. Pada saat ini klinik yang dikelola istri saya juga memiliki hubungan kerja sama dengan Bio Test, jadi lengkap sudah “kedekatan” saya dengan tokoh yang yang diangkat oleh Dahlan Iskan dalam buku ini.
Baiklah kembali ke laptop eh maksudnya buku, cerita tentang sosok Karmaka ini memang sudah diniatkan oleh Dahlan saat beliau bertemu dengan Karmaka yang menyempatkan diri berkunjung ke kantor Dahlan dengan diantar anak-nya. Karmaka yang membaca tulisan Dahlan tentang transplatasi hati, berusaha menasehati Dahlan agar tidak “sembrono” dalam kesehatan, karena Karmaka sendiri ternyata pernah mengalami hal yang sama, dan bahkan bukan cuma hati, melainkan ginjal. Apakah transplatasi ginjal ini ada kaitannya dengan obat2an hati yang terus menerus diminum untuk menetralisir efek samping penolakan terhadap organ hati, sayang-nya tak dijelaskan dalam buku ini.  Mendengar cerita Karmaka yang dahsyat, Dahlan merasa malu, bahwa ada orang yang lebih “tragis” riwayat hidupnya tetapi justru tidak punya buku. Dahlan lalu berjanji untuk menulis buku itu bagi dirinya, Karmaka dan para pembaca buku ini kelak. Berbeda dengan tulisan Dahlan yang biasanya kocak, buku kali ini lebih serius.
Secara umum buku ini berkisah tentang orang tua Karmaka, lalu Karmaka sendiri mulai dari sejak bayi dan terkatung katung di laut karena menderita diare dan di karantina oleh penjajah Belanda, menikah dengan putri pendiri NISP, meninggalnya sang adik justru setelah “hampir” menjadi dokter spesialis, sebagai buruh di pabrik tekstil, sebagai guru, sampai akhirnya diminta mertua untuk membangun kembali NISP yang perlahan diambil alih oleh orang2 kepercayaan mertua namun akhirnya berkhianat. Jangan kira NISP langsung bangkit kembali dan lantas sukses seperti yang kita kira. Pada saat pemotongan uang di zaman Soekarno krisis menimpa NISP, bahkan Karmaka sempat bunuh diri untuk pertama kalinya (kenapa saya sebut pertama, karena masih ada percobaan bunuh diri yang kedua) meski gagal, dan akhirnya bertekad membangun kembali NISP, juga saat2 dimana beliau menjadi korban penculikan, menjadi sasaran rencana pembunuhan dan meninggalnya putra-nya yang sempat menjadi dokter teladan.
Rasanya tidak salah Dahlan memutuskan untuk menulis buku ini, jalan hidup Karmaka adalah potret jatuh bangun sosok yang ada di balik kesuksesan NISP yang dapat menjadi inspirasi bagi kita semua. Buku ini adalah tentang kejujuran, kerja keras, pengorbanan, arti keluarga, keajaiban dan semangat yang tak pernah padam.





Tuesday, June 26, 2012

33 Pesan Nabi - Vbi_djenggotten

Penasaran dan ingin tahu bagaimana hadist nabi divisualisasikan dengan gambar, saya memutuskan untuk membeli dua buku komik karya Vbi_djenggotten. Bagi yang heran dengan nama ganjil ini,  tentu saja ini bukanlah nama asli beliau. Apakah ini kedua volume (1&2) ini merupakan satu2nya karya komik beliau ?, jawaban-nya juga adalah tidak, karya yang lain adalah “Married with Brondong” yang merupakan kisah hidup-nya dengan istrinya alias Mira Rahman yang memang lebih “dewasa”.
Setelah membaca, dan melihat dari sudut pandang komik, saya agak menyesalkan kenapa Vbi_Djenggoten tidak menggunakan latar belakang arsitek-nya untuk menggambarkan suasana sekitar. Perspektif yang seharusnya merupakan salah satu ilmu wajib dalam karya ini nyaris tidak dipakai, kalau dibanding dengan misalnya Tintin karya Herge yang sangat detail dalam penggambaran mobil, bangunan, landscape, karya Vbi_djenggotten ini lebih mirip karya Garfield-nya Jim Davis. Singkatnya penuh dengan close up tokoh2nya dan box untuk percakapan. Bahkan sekira-nya dibandingkan dengan Benny dan Mice,  maka dua kartunis ini masih lebih unggul dalam menggambarkan hal seperti ini di sekitar tokoh2nya.
Beberapa ilustrasi Vbi_djenggotten yang lain misalnya di “Comical Magazine”, atau “Married with Brondong” sebenarnya beliau menunjukkan kemampuan penggambaran suasana yang lebih menarik termasuk perspektif, namun sayang-nya saya menilai hal ini tidak diterapkan dalam komik 33 Hadist Nabi. Untung saja, volume kedua menunjukkan kreativitas yang lebih baik.
Hal kedua yang saya sorot adalah pengelompokan hadist-nya terkesan agak kurang sistematis dan melompat lompat, sehingga kurang nyaman dalam membacanya. Apakah cara ini digunakan Vbi_djenggotten agar orang tidak bosan dengan tema tertentu saja ?, saya tidak tahu persis. Namun demikian jerih payah beliau tentu layak mendapatkan penghargaan, apalagi idenya relatif orisinil. Dan lepas dari komentar saya soal buku ini, anak2 saya ternyata sangat menikmati komik ini.
Beberapa strip yang menarik adalah penggambaran adegan diskusi antara Vbi_djenggotten dengan Iman anak perempuan-nya, yaitu ketika beliau memutuskan untuk meninggalkan TV, dan lantas pindah jalur ke dunia komik. TV bertentangan dengan idealisme Vbi_djenggotten yang dia kisahkan dengan pekerjaan yang bicara ke”shaleh”an diwaktu pagi (misal dakwah subuh) namun mempertontonkan ke”maksiat”an di malam hari (misal acara gosip, artis2 berpakaian seksi, dll).
Komik ini juga mengingatkan saya akan komik yang saya baca saat sekolah dasar, yaitu mengenai berbagai hukuman di Neraka yang disesuaikan dengan dosa2 yang diperbuat di dunia. Komik “jadul” ini begitu mengerikan-nya dan digambarkan dengan cara “horor” sehingga sampai saat ini saya selalu berusaha menjauhi hal2 yang dilarang agama cukup hanya dengan mengingat buku tsb. Seandainya saja komik seperti ini kembali di”remake” sepertinya akan banyak membantu orang tua mendidik anak2nya, terutama di era modern seperti sekarang dimana batas antara yang hitam dan putih semakin tidak jelas.

Wednesday, June 20, 2012

Anno Domini High Definition - Riverside

Riverside sampai 2011 baru merilis empat album studio, satu album live dan dua EP, di 2011 mereka merilis EP terakhir. Sedangkan album yang saya review kali ini merupakan album keempat sekaligus terakhir dan dirilis di 2009. 
Group Polandia kelahiran 2001 ini terdiri dari empat personil, dimana bass dan vokal dirangkap oleh satu orang, namun jangan membayangkan kualitas selevel Romeo Symphony-X atau Petrucci / Rudess Dream Theater, untuk level skill-nya IMO lebih layak disejajarkan dengan Orphaned Land, atau Porcupine Tree.
Album ini hanya terdiri dari lima track, dan seperti biasa lagi2 Riverside dengan aura-nya yang muram memulai track #1 “Hyperactive” dengan dentingan piano, tak lama kemudian secara bersama keyboard dan gitar masuk dan memainkan riff yang sama dengan cepat dan berulang. Lalu Mariusz Duda mulai meneriakkan vokal yang kadang terdengar seperti Maynard James Keenan nya Tool. 
1."Hyperactive" – 5:45 (****)
2."Driven to Destruction" – 7:06 (****)
3."Egoist Hedonist" – 8:57 (****)
1."Different?"
2."Hedonist Party"
3."Straw Man Dance"
4."Left Out" – 10:59 (****)
5."Hybrid Times" – 11:53 (****)

Track #2 “Driven To Destruction” di awali dengan bass, lalu keyboard dan drum, kalau diamati memang suara bass di Riverside cukup menonjol mesti tidak seperti Harris di Iron Maiden namun jauh lebih baik dari pada Myung di Dream Theater yang seringkali tenggelam di balik distorsi dan gedebukan Portnoy. Aura muram dalam album ini tetap menonjol. Permainan solo Grudzinski disini mengingatkan saya akan Rothery Marillion yang sahdu dan melankolis. Vokal Duda pada sebagian besar track seakan akan berbisik pada pendengar, dan dilanjutkan dengan solo Keyboard nya Lapaj bergantian dengan Grudzinski. Ini track 7 menit yang asyik dan menawarkan kenikmatan sekaligus intim.
“Egoist  Hedonist” sekaligus track #3 dibuka dengan suara di tempat keramaian (sebagaimana ciri musik progressive yang sering memasukkan unsur suara diluar musik dan konon kabarnya dimulai oleh Pink Floyd), lalu lagi2 vokal Duda yang memikat dan terkesan merintih. Track ini mengingatkan saya akan track2 nya RPWL group progressive Jerman yang dibentuk tahun 1997. Namun di bagian tengah Duda menirukan suara2 perkusi mengikuti snare drum persis seperti yang biasa di lakukan Fish Marillion. Track ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu “Different”, “Hedonist Party” dan “Straw Man Dance”.
Track #4  “Left Out” lagi2 dibuka permainan bass Duda, lalu petikan psychedelic gitar Grudzinski dengan efek echo dan lalu bisikan Duda sampai dua menit kemudian drum dan keyboard masuk bersamaan. Track ini merupakan track kedua terpanjang, dan nyaris mencapai 11 menit. Meski terkesan lembut dibagian awal namun diakhir track ritme-nya semakin menghentak dan lalu hilang serentak.
Track #5 “Hybrid Times” merupakan track terpanjang dalam album ini dan nyaris 12 menit. Berbeda dengan track awal, yang ini agak sedikit galak di bagian awal setelah satu menit pertama pendengar dibiarkan menebak akan kemana permainan piano ini mengantar kita, dan cukup sulit menduga kapan track ini secara tiba2 mengubah ketukan-nya, cukup banyak jebakan dalam track ini. Sound keyboard yang dipilih Lapaj mengingatkan saya akan sound yang biasa digunakan Sherinian Planet X.
Akhir kata bagi saya album ini benar2 “recommended” dan seluruh track boleh dibilang bernilai 4 bintang dari total 5. Dengan ramuan sedikit Tool, disana sini Marillion, plus RPWL plus tema seputar kekosongan dalam kehidupan modern yang digambarkan selalu terburu buru dan penuh tekanan, album ini benar2 oke dan tak aneh jika album ini meraih penjualan terbaik Polandia di dua minggu pertama setelah rilis.

Satanic Finance - A.Riawan Amin

Jika saat ini kita punya uang yang cukup untuk membeli satu ekor ayam, maka ketika uang tersebut kita gunakan untuk membeli ayam sepuluh tahun kemudian, maka mungkin kita hanya sanggup membeli  sepasang atau bahkan hanya sebelah “ceker” ayam saja. Sehingga tanpa sadar telah terjadi “perampokan” terhadap kekayaan yang dimiliki seseorang. Sebaliknya pada negara yang menggunakan mata uang Emas/Perak, harga ayam seribu tahun yang lalu tetap sama dengan harga ayam saat ini.
Dahulu kala saat orang menggunakan uang Emas/Perak maka kekayaan yang dimiliki sekaligus sebagai alat tukar mempunyai nilai relatif tetap, dan ketika pada awalnya disepakati menggunakan uang kertas, maka negara yang mempelopori perdagangan dunia, dalam hal ini otoritas keuangan Amerika memastikan bahwa setiap kali mereka merilis uang kertas USD, maka pasti ada cadangan emas pada  otoritas keuangan Amerika senilai uang yang mereka cetak. Agar orang memeliki kepercayaan pada oritas keuangan Amerika, maka pada awalnya mereka menjamin uang USD yang mereka keluarkan dapat ditukarkan dengan cadangan emas tersebut. Namun belakangan otoritas keuangan Amerika mengeluarkan aturan baru, bahwa tidak diperkenankan menukar uang dengan cadangan emas tsb, karena nilai cadangan mereka semakin jauh selisihnya dengan USD yang beredar di pasaran.
Satanic Financial menurut Riawan adalah diimplementasikan-nya tiga aturan setan, yang terdiri dari “Fiat Money” (uang kertas), Fractional Reserve Requirement (cadangan dalam USD yang “dipaksakan” oleh Amerika dan lembaga keuangan kroninya seperti IMF pada dunia dengan jumlah 10% dari total dana yang dikelola), dan interest (bunga, yang sebenarnya dilarang oleh Taurat, Injil dan Qur'an). Ditambah kombinasi sifat manusia yang cenderung serakah, senang berhutang, dan tidak tahu bedanya keinginan dan kebutuhan, maka hal2 ini akan menyeret manusia semakin tersesat dan jatuh. Fakta yang ada saat ini meski otoritas keuangan dengan sistem ini hanya minoritas (1%) di Amerika, namun mereka menguasai 80% perekonomian Amerika, sekaligus 30% perekonomian Dunia. Bagaimana minoritas 1% ini dapat menguasai Amerika juga merupakan hal yang aneh, karena dalam hal ini The Fed sebagai pengelola otoritas adalah swasta dan bukan oleh Pemerintahan Amerika.
Penggunaan Emas/Perak sebagai penukar sesungguhnya sangat diuntungkan dengan sifat emas yang sampai saat ini berjumlah terbatas dan stabil. Namun saat ini pihak2 yang diuntungkan dengan “Fiat Money”, masih terus menerus berusaha menghalangi penggunaan Emas/Perak. Bayangkan betapa besarnya keuntungan yang diperoleh The Fed yang merilis penggunaan USD, dimana dengan mudahnya mereka menukarkan barang apa saja yang menarik di mata mereka di semua belahan dunia, seperti Emas, Gas, Minyak, Mineral, dll. Jadi jika anda mengira penjajahan sudah berakhir anda tentu saja salah besar.
Bagaimana mengerikan-nya dampak tiga aturan setan diatas, kita bisa melihat hancurnya ekonomi negara2 Asia di 1998 dengan permainan uang (menarik USD secara besar2an sebelum jatuh tempo pembayaran hutang, setelah USD membubung tinggi karena hukum supply dan demand dan melepasnya dengan harga “mengerikan” saat jatuh tempo).  Situasi ini menyebabkan mata uang regional jatuh terhadap mata uang USD. Korban sulit untuk menghindar karena sebelumnya diberikan hutang USD dalam jumlah besar terhadap sejumlah pelaku eknomi Indonesia dengan syarat2 mudah. Ketika situasi ini terjadi maka pemilik USD menjadi kaya berkali lipat, sebaliknya pemilik mata uang Non USD, menjadi miskin berlipat lipat. Lalu terjadilah pembelian asset negara korban secara besar2an. Namun bukan cuma itu yang terjadi, pemiskinan mendadak ini ironisnya dapat juga memicu kerusuhan, sampai dengan jatuhnya negara.  Apakah krisis ini hanya terjadi di 1998 ?, sebenarnya tidak karena krisis2 seperti ini “diciptakan” di tahun 1929, 1970 (inflasi), 1987 (Black Monday), 2000 (saham manipulatif), 2006 (stock exchange) dan 2008. Hem tak aneh rasanya kalau Indonesia dengan potensi alam yang begitu kaya, secara terus menerus terjerat hutang tanpa mampu melepaskan diri.
Buku setebal 150 halaman ini unik bukan cuma karena berhasil melakukan simplifikasi terhadap masalah ini, namun juga karena teknik penulisan Riawan memberi kesan seakan akan setan sendirilah yang berbicara, Begitu juga cover dengan bintang “Baphomet”, Eye of Horus serta Piramida dengan puncak terpotong dengan warna dominan merah. Siapa Riawan ? beliau merupakan ahli dalam “Islamic Banking” (dia lebih nyaman istilah ini dibanding “Bank Syariah”), yang meraih gelar master dari University of Texas, dan merupakan mantan PresDir Bank Muamalat selama 9 tahun.            

Thursday, June 14, 2012

Sepatu Dahlan - Khrisna Pabichara

Sebenarnya saya tidak tertarik dengan buku2 tentang Dahlan Iskan kecuali yang memang dia tulis sendiri. Namun meski bukan karya Dahlan Iskan karena kata pengantar buku ditulis langsung oleh beliau (baca : direkomendasikan), maka saya tetap memutuskan untuk membeli buku “Sepatu Dahlan” karya Khrisna Pabichara.  Karena tidak persis sama dengan sejarah hidup Dahlan Iskan, maka dalam kata pengantar Dahlan tetap menulis kalimat yang mengingatkan pembaca bahwa ini adalah Novel, jadi sah2 saja jika ada tokoh fiktif-nya.
Bagi yang pernah membaca “Ganti Hati” pastilah tidak asing dengan pembukaan sekaligus penutup buku setebal 369 halaman ini, meski menarik bagi yang belum membaca “Ganti Hati” namun bagi saya sedikit terasa membosankan karena seperti mengulang ulang membaca buku yang sama, namun ide flash back saat operasi di Cina ke kisah Dahlan semasa kecil ini sebenarnya cukup menarik. Sedikit catatan untuk cover, rasanya gambaran mengenai silhuet sepeda tidak menunjukkan model sepeda zaman itu, begitu juga ilustrasi dalam buku terasa tidak mengigit, dan kurang nendang.  


Buku ini sangat lancar dalam berkisah, ada kesan buku “Negeri Lima Menara” nya Ahmad Fuadi disini terutama latar belakang kemiskinan, penolakan orang tua untuk mengikuti sekolah formal, kisah percintaan dengan kelas sosial yang lebih tinggi serta pendidikan pesantren-nya, khusus untuk pertandingan Volley yang diikuti Dahlan dan teman2 karib-nya saya merasakan aura “Laskar Pelangi” saat lomba melawan anak2 dengan level kesejahteraan yang lebih tinggi (baca : anak orang kaya) begitu juga sosok ayah Dahlan yang pendiam sekaligus pekerja keras mengingatkan saya akan sosok ayah yang sama karya Andrea Hirata.  
Bagi saya topik paling menarik adalah saat penculikan tokoh2 Agama di Madiun oleh Laskar Merah, dan lalu sebaliknya pembalasan musuh2 Laskar Merah saat 1965. Ada ironi di sini bagaimana perbedaan kepercayaan dapat membuat tempat kecil yang ramah, aman dan damai ini menjadi menakutkan. Kisah tentang sumur yang menjadi pembuangan mayat2 tokoh2 Agama seperti Kyai Mursjid terasa mencekam, dan dampak-nya terhadap kelangsungan pesantren yang sedang memasuki masa jaya-nya terasa tragis. Begitu kisah saat2 Ibu menghadapi maut di ceritakan Khrisna dengan detail yang kuat dan membuat mata kita berkaca-kaca (tak aneh kalau Tina Talissa bersaksi menangis membacanya).  Membayangkan ibu-nya menjemput ajal dengan perut membuncit dan wajah menghitam terasa getir, apalagi karena masa itu orang langsung menghubungkan-nya dengan ilmu hitam.
Dahlan juga “menelanjangi” dirinya sendiri disini karena mencuri tebu untuk menenangkan adiknya yang kelaparan saat kedua orang tuanya sedang di rumah sakit akibat serangan mendadak terhadap kondisi kesehatan ibu-nya, lalu sempat mencuri tabungan Ayah-nya meski kemudian mengembalikan-nya kembali karena sangat ingin-nya membeli sepatu. Namun semuanya terasa sangat manusiawi.

Kisah cintanya dengan Aisha digambarkan dengan sangat menarik dan membuat turut kita jatuh cinta juga pada karakter tokoh ini. Meski penggambaran sosoknya dengan gadis berambut panjang terasa agak aneh, karena pada masa itu IMO semua gadis pastinya berambut panjang. Begitu juga kata2 perpisahan yang beberapa kali disusun ulang oleh Dahlan membuat kita penasaran akan kelanjutan kisah cinta ini, meski saat ini kita tahu Dahlan sudah memiliki istri yang "lain". Meski Khrisna mengaku melakukan riset, namun saya masih agak sedikit aneh dengan perbandingan harga tiga kambing gemuk dan satu sepeda, ataupun harga sepatu masa baru itu yang masa itu di sebutkan berharga puluhan ribu.
Berbeda dengan kisah Iwan Setyawan dalam “9 Summers 10 Autumns” yang menggambarkan pengorbanan kakak perempuan-nya untuk berhenti kuliah dan memutuskan bekerja untuk membantu sekolah adik2nya, dalam kisah Dahlan kedua kakak perempuan-nya terkesan sudah sangat sibuk dengan urusan masing2. Sehingga sosok Ayah lah yang terus menerus menjadi andalan keluarga Dahlan yang ditinggal semua anggota perempuan dalam keluarga melarat ini.
Akhir kata, buku ini  meminjam istilah Majalah Tempo enak dibaca, meski unsur kocaknya tidak sebanyak Andrea Hirata atau bahkan buku Dahlan yang juga memang sangat kocak, namun buku ini memiliki kata2 yang disusun secara indah. Tak aneh jika Khrisna (kadang dipanggil dengan Daeng Marewa) mampu membuatnya demikian, jam terbang yang tinggi dari pengarang belasan buku pengarang asal Jeneponto ini menjadi jawaban-nya. Mari kita tunggu sama2 apakah seri kedua (Surat Dahlan) dan seri ketiga (Kursi Dahlan) dapat mengikuti jejak sukses buku pertama.



Different Ugliness Different Madness - Marc Males

Sebenarnya kalau melihat kualitas gambar Males, agak aneh juga kalau komik ini masuk nominator Europes Association of Graphic Novels Critics and Journalist (ACBD) Award di tahun 2004. Meski secara obyek, penggambaran-nya relatif komprehensif (serta memenuhi bidang gambar) dan juga kritis terhadap waktu, dimana Males menggambarkan jenis mobil, serta mode berpakaian yang berbeda untuk menggambarkan dua periode waktu dalam komik ini, namun tarikan garisnya sama sekali tidak membuat saya terpesona.
Lantas apa kira2 yang membuat komik ini menarik ? saya rasa kunci-nya terletak pada kualitas cerita-nya yang sekiranya dituangkan dalam media film, rasanya layak sekali menjadi salah satu nominasi Academy Award kategori drama. Kenapa judulnya seperti itu ? ya karena buku ini menceritakan pertemuan sepasang manusia yang berbeda, yang satu cantik namun sedikit gila, dan yang satu jelek namun sangat dewasa.
Sampul Depan
Cerita yang dibahas dalam buku ini adalah saat2 radio masih menjadi media terpopuler di tahun 1930 an, dimana paras rupawan jadi tidak begitu penting, namun suara, intonasi, dan justru wawasan penyiar lah yang menjadi kunci utama sukses-nya bisnis ini. Pada masa itu muncul sebuah nama yang sangat mencolok, yaitu Lloyd Goodman. Namun untuk mengakali acara ini, pengelolanya “nakal” dengan memberi kesan seakan akan Goodman adalah sosok ganteng yang menjadi model dalam iklan siaran radio tsb, sebaliknya Goodman bahkan sangat membenci cermin karena tidak tahan melihat wajahnya yang buruk rupa. Letih dengan kepura-puraan ini suatu saat Goodman memutuskan keluar begitu saja dan menyepi di sebuah tempat terpencil sehingga jauh dari sorotan massa padahal karir-nya di radio sedang menanjak dan mencapai popularitas tertinggi.
Sementara Helen, adalah seorang wanita kembar yang menyaksikan kembaran-nya harus menghadapi maut, dan akhirnya memutuskan kabur dengan tetap merasa seakan akan arwah kembaran-nya tetap berada dalam satu tubuh yang sama yaitu tubuh Helen sendiri, persis seperti kisah Gollum dalam “Lord of The Ring”-nya Tolkien. Karena paras-nya yang cantik, Helen sempat mengalami banyak “gangguan” dalam pelariannya dengan kereta ataupun “hitch hiking” serta tidur di losmen2 kecil atau bahkan kadang di kandang, namun nasib mempertemukan-nya dengan Goodman. Tidak seperti orang2 yang tak nyaman melihat wajah Goodman, Helen justru sama sekali tidak merasa terganggu dan sempat menginap di rumah Goodman dan menjalin persahabatan yang unik.
Pembicaraan diantara mereka akhirnya dapat menumbuhkan kebaikan di masing2 pihak sehingga Helen akhirnya memutuskan kembali ke rumah-nya dan menghadapi kenyataan bahwa Mary kembaran-nya sudah "pergi", sebaliknya Goodman yang sempat menyatakan cinta-nya namun tidak berbalas, akhirnya menemukan kebanggaan dirinya kembali dan memutuskan untuk melanjutkan karirnya di CBN sd meninggal di tahun 1947. Nah.. apakah cerita ini berakhir begitu saja ?, sedikit diluar dugaan, ternyata Helen menyesal seumur hidup terkait penolakan-nya atas ungkapan cinta Goodman, sehingga terus menerus dihantui masa masa indah saat dia menumpang di rumah Goodman, namun waktu dan kesempatan tak lagi berpihak padanya, dan disertai anak perempuan-nya, dia kembali napak tilas di tahun 1984 dan hanya mampu mengenang masa itu dengan duduk di kursi stasiun kereta tua dimana dia mengabaikan ungkapan cinta Goodman. Cerita ini diakhiri dengan sedih, yaitu berpulang-nya Helen, namun digambarkan dengan agak surealis, yaitu dijemput kembaran-nya Mary yang melayang melewati cermin.






Thursday, June 07, 2012

Kampung Boy - Lat

Seperti biasa saat jalan2 di toko buku, mata saya tertumbuk pada buku dengan cover ajaib dan warna2 aneh, siapa lagi kalau bukan Lat (1951), kartunis Malaysia, yang gaya gambarnya rada2 ajaib dan mirip dengan style Benny dan Mice, duo kartunis Indonesia yang saat ini sudah tidak duo lagi karena masing2 membuat komik sendiri2.
Cukup terkejut melihat komik ini dibuat pada tahun 1979, dan style yang di miliki oleh Lat bagi saya sepertinya sangat orisinil. Garisnya terkesan kotor, namun penggambaran-nya luar biasa ekspresif. Khusus untuk “Kampung Boy” ceritanya sendiri bagi saya lebih mirip graphic novel, yang menceritakan masa kecil Lat dari bayi sampai lulus sekolah. Kenapa nama-nya “Kampung Boy” sebenarnya istilah Indonesia yang tepat adalah “anak kampung”, sebagaimana kita ketahui di Malaysia ejaan sering sekali campur baur dengan Inggris sebagai salah satu eks penjajah di Malaysia.


Panen durian, berenang di sungai, mencari ikan, bertualang di seputar kapal keruk, menambang timah dari pasir limbah, naik sepeda bersama ayah melintasi hutan, ke pasar, mengasuh adik, khitanan, belajar mengaji, membersihkan kebun karet, merantau, dipukul ayah, ditabok ibu semuanya diceritakan Lat dengan sangat kocak. Lagi2 saya menyadari kebahagiaan tak harus berhubungan dengan materi. Rasanya melihat kehidupan Lat seperti melihat sepotong surga di Bumi. Semua cerita ini digambarkan verada pada sebuah lokasi di Lembah Kinta saat tahun 1950-an.
Bagi saya ini komik luar biasa, mengagumkan dengan gambar2 ekspresif dan tentu saja kocak habis, meski Lat sendiri mengatakan tidak ada yang luar biasa dalam kisah-nya. Lat juga sepertinya tidak mau ambil pusing dengan anatomi, namun tokoh2 yang diciptakan meski kadang tidak proporsional tetap saja terlihat asyik. Membuat komik pertama-nya di usia 13 tahun, menunjukkan bakat2 luar biasa yang dimiliki Lat. Sampai dengan sat ini Lat sendiri sudah membuat lebih dari 20 judul komik. Namun demikian melihat Lat menggambarkan dirinya sendiri masih terasa agak aneh, karena sosok-nya dalam komik malah lebih mirip Wimar Witoelar dibanding dirinya sendiri.



Leonard - Turk dan De Groot

Pertama kali melihat komik ini di Majalah Eppo saat saya masih SD dengan majalah pinjaman dari salah satu teman Abang Ucok (abang saya). Untung ceritanya pendek2 sehingga tidak perlu penasaran menunggu sambungan-nya dan tidak perlu kuatir kalau dibaca dalam kondisi tidak terurut jadi sangat berbeda misalnya dengan Storm yang ada di majalah yang sama. Pada masa itu Storm via majalah pinjaman adalah komik tanpa awal dan tanpa akhir, sehingga mengurutkannya harus dilakukan dengan memori yang tersimpan diotak, kenapa ? ya karena majalahnya sendiri harus dikembalikan pada pemilik-nya. Kembali ke Leonard, ketika saya melihat nya di Gramedia, baru2 ini rasanya senang sekali, karena saya ingat persis kalau komik ini super kocak.


Nah dimana kocaknya ? komik ini menceritakan tentang seorang penemu yang terinspirasi dari Leonardo Da Vinci (mungkin mirip Calculus kalau di Tintin, Prof Brown di trilogi “Back To The Future”, Lang Ling Lung di Donal Bebek) dengan seorang muridnya, yang selalu terlambat bangun, agak bodoh dengan ciri khas pertanyaan konyolnya dan sering celaka karena kecerobohan-nya.  Disamping cerita tentang Leonard, ada juga kucing dengan motif harimu loreng yang cerewet dan banyak tingkah serta tikus, yang sering kali menjadi cerita yang berbeda namun paralel dengan cerita utama-nya.
Komik yang baru saya beli adalah dengan judul “Kucing Pangacau” dan “Leonard dan Murid Baru”. Meski senyum2 sendiri melihat ulah Leonard, Si Murid (Basile), Si Kucing (Raoul) serta Si Tikus (Bernadette) namun cara Leonard memperlakukan muridnya cukup sadis, karena Leonard selalu membawa pistol dan tidak segan menembak kepala Si Murid sampai hangus, bahkan kadang riset yang dilakukan Leonard dapat membuat Si Murid menjadi kepingan puzzle hangus yang biasanya dirakit ulang oleh Si Kucing. Untuk yang ini sepertinya agak “mengerikan” dibaca oleh anak2 karena  masih gampang terpengaruh dengan kekerasan meski tujuan-nya adalah lucu2an.  
Meski ada judul di setiap komik-nya namun judul tersebut hanya satu dari sekian banyak cerita dalam setiap buku. Karena episode Leonard umum-nya memang pendek2. Ceritanya sendiri berlangsung saat “renaissance” di Eropa dimana Leonard digambarkan tinggal di sebuah kota kecil dan terkenal karena kemampuan-nya menciptakan banyak hal termasuk yang belum ada pada masa itu seperti robot, televisi, mobil, pesawat dll. Leonard memiliki seseorang yang diakuinya sebagai murid walau Basile lebih sering diperlakukan bagaikan budak atau bahkan kelinci percobaan. Umumnya setiap judul selalu berakhir dengan Basile dalam keadaan penuh dengan luka2, plester dan bahkan kadang sekarat.
Siapa Turk ? ini adalah nama pena Philippe Liegeois (1947), dialah ilustrator dibalik kisah Leonard. Kualitas gambarnya boleh di bilang masuk kategori mestro-nya kartun, detailnya hebat, dan garisnya simpe namun powerfull. Siapa Bob De Groot (1941), dia salah satu tokoh yang ada dibalik komiknya Ran Tan Plan dan Lucky Luke bersama Morris, meski memulai karir-nya sebagai ilustrator namun semakin kesini dia lebih memilih sebagai scriptwriter.



Tipping Point - Malcolm Gladwell






Saat hunting buku, saya menemukan kompilasi karya Malcolm Gladwell dalam box set dengan harga khusus. Namun karena belum pernah membaca satu pun buku karya beliau saya memutuskan untuk membeli satu buku saja yang judulnya paling akrab dan mengingatkan saya akan judul buku ustadz Budi Prayitno ataupun yang secara isi mengingatkan saya akan fenomena “Trim Tab” nya Steven Covey dalam salah satu training yang pernah saya ikuti. Judul lengkap-nya sebenarnya “Tipping Point : Bagaimana Hal2 Kecil Berhasil Membuat Perbedaan Besar”.
Nah apa tipping point yang dimaksud Gladwell jurnalis kelahiran 1963 dengan rambut ala vokalis “Maliq d’Essentials” ini ? dalam buku ini sangat banyak contoh yang dikemukakan dan diceritakan dengan menarik. Secara contoh kasus misalnya seperti yang dialami Hush Puppies, merk salah satu produsen sepatu yang sempat drop, namun berkat sekumpulan anak muda yang menjadikan ini sebagai trend, dan kemudian menular, dan akhirnya dijadikan sebagai salah satu ikon dalam dunia fashion, dan Bummm ! Hush Puppies mengalami kebangkitan kedua hanya dlam dua tahun dan dapat ditemukan hampir di setiap Mall.




Contoh lain adalah saat Inggris menyerbu Amerika, saat itu seorang pemuda bernama Paul Revere yang secara kebetulan mendengar rencana Inggris untuk menjadikan Amerika menjadi neraka (1775) , memutuskan untuk melakukan gerak cepat, berkuda sepanjang daerah yang akan diserang dan memobilisasi massa. Kesungguhan yang dia perlihatkan dan kemampuannya memilih orang pertama di setiap kota yang didatangi, menyebabkan sangat banyak orang yang tergerak sehingga Bumm ! lagi2 Inggris mendapatkan perlawanan yang sangat sengit.
Ada banyak contoh lain yang diangkat Gladwell, seperti tingkat kriminalitas di New York, penyebaran penyakit kelamin, produsen sepatu Airwalk, dll, namun tidak akan seru kalau saya bahas disini.  Jadi cukup dari dua kasus ini, kita akan coba analisa apa faktor penting dari kedua kasus diatas ? ketika kita ingin sesuatu memiliki “multiplier effect” dan sukses, diperlukan sosok yang mampu memberikan value pada ide/produk/pesan yang ingin ada hasilkan. Sosok tersebut harus sosok yang punya kredibilitas, mempunyai network yang luas, senang membantu orang lain dan mempunyai pengaruh. IMHO, itu juga mungkin kenapa promosi produk biasanya memilih tokoh yang terkenal, seperti Deddy Mizwar untuk obat2 maag menjelang dan selama ramadhan.  Memilih sosok seperti ini meski hanya satu orang akan menyebabkan pengaruh yang sangat besar pada produk kita.
Gladwell juga mengungkap fenomena 150, sebagai patokan untuk menciptakan team yang kompak dan dapat mengutilisasi peer pressure secara maksimal. Model ini digunakan dalam ketentaraan , salah satu sekte agama yang mempunyai keyakinan kuat dan juga salah satu pabrik paling sukses di dunia yaitu produsen Gore-Tex.

Kalau merefer pada teori Gladwell, ada tiga hukum yang menjadi dasar yaitu “The Law of The Few” (hukum tentang yang sedikit), “The Stickiness Factor” (faktor kelekatan), dan “The Power of Context”. Pada contoh sosok yang saya sebut pada paragrap diatas, disinilah berlaku “The Law of The Few”, meski sedikit tetapi memiliki dampak signifikan, ditambah dengan kelekatan dan memahami konteks yang ada dalam lingkungan yang kita jadikan sebagai objek. Sebenarnya fenomena “Trim Tab” juga memiliki dampak yang sama, seperti sirip kecil yang menjadi bagian sirip yang lebih besar pada kemudi kapal laut.
Ini sebuah buku yang penting meski seperti yang disimpulkan salah satu rekan saya yang memang kutu buku, Gladwell kadang terasa bertele-tele yang sangat terasa saat penggambaran Sesame Street. Namun tetap saja apa yang diamati Gladwell dan proses yang dia lakukan dalam menganalisa hal ini merupakan sesuatu yang unik dan tidak aneh kalau buku ini menjadi “best seller” internasional

Monday, June 04, 2012

Impian yang terwujud

Jumat 1/6/2012 lalu menjadi salah satu hari yang kelabu bagi kami dalam divisi yang sama. Saat itu salah satu rekan kami pamitan karena itu adalah hari terakhirnya di perusahaan kami setelah join selama dua belas tahun (sebut saja “AF”).  Meski saya pribadi baru bersamanya selama empat tahun terakhir namun pengalaman kami bersama sama saat menghadapi situasi sulit telah membuat kami dekat, khususnya dua tahun terakhir.  Sedihnya acara ini dilakukan sebulan setelah kami menempati kantor baru yang semestinya justru disambut dengan kegembiraan. Bahkan kegembiraan yang saya rasakan setiap jumat karena bisa pulang ke Bandung juga tak mampu mengusir rasa sedih dalam hati saya.
Namun sebagaimana yang saya katakan dalam kata2 perpisahan saya siang itu, bahwa tak ada pertemuan tanpa perpisahan, karena keduanya adalah pasangan abadi, dan pada akhirnya yang tersisa hanyalah kenangan. Bahkan tidak perduli apakah sekedar sahabat di kantor, hal ini juga berlaku pada pasangan, anak atau bahkan orang tua kita sendiri, perpisahan pasti akan datang, hanya waktunya saja yang kita tidak pernah bisa meramalkannya.  
Ketika hampir semua orang mengucapkan kata2 perpisahan, tibalah kata2 perpisahan dari salah seorang karyawati senior yang masa kerja-nya di perusahaan kami, kurang lebih sama dengan masa kerja rekan kami yang pamitan sebut saja “HH”. Setelah menarik napas panjang, maka “HH” memulai-nya dengan bagaimana dia mengawali karir-nya di perusahaan kami. Saat itu divisi yang mereka rintis mengalami guncangan dan dari sudut pandang management dianggap tidak menguntungkan. Meskipun”HH” dan “AF” beserta rekan2 lainnya sudah bekerja sedemikian keras, namun apa daya saat itu sekeras apapun usaha yang mereka tekuni tetap dianggap belum sesuai dengan apa yang diinginkan perusahaan.
Keputusan penghentian operasional dari divisi itu sangat menyakitkan buat “AF” dan “HH”, dan apa yang mereka rasakan 10 tahun yang lalu seakan akan dapat kami rasakan juga dalam ruangan itu. Beberapa kali “HH” berhenti, dengan wajah memerah dan mata berkaca kaca, sehingga emosi kami ikut terbawa dan “HH” kembali melanjutkan ceritanya. Meski merasa sangat sakit, mereka berjanji suatu waktu akan membuktikan kalau anggapan semua orang mengenai divisi mereka salah.

Ternyata tidak perlu waktu lama, kesempatan itupun akhirnya datang enam tahun kemudian meski dengan divisi yang berbeda. Suatu saat perusahaan kami mendapatkan prospek untuk menjalankan bisnis yang sama dengan yang pernah mereka jalankan sebelumnya, meski untuk pertama kali hanya dengan satu customer, namun akhirnya berlanjut dengan empat customer baru, sehingga perusahaan memberikan ruangan khusus, dengan puluhan karyawan yang bertugas 24x7, dilengkapi recording system untuk kepentingan audit dan call manager. Namun yang lebih mencengangkan adalah meski tidak direncanakan, jabatan pengelola-nya dipercayakan jatuh ke tangan “AF” yang bertanggung jawab secara operasional dan “HH” sebagai pengelola resources-nya. Tentu saja "second wind" ini tidak mau mereka sia-siakan, dan berhasil mereka buktikan.
Moral of the story-nya, ialah jika kita memang berniat, maka kesempatan akan selalu datang, selama kita masih terus mau menyimpan mimpi itu, dan akan selalu ada celah dimana kita bisa mewujudkan-nya meski perlahan atau harus memutar dulu. Jadi jangan pernah berhenti bermimpi, karena semua yang kita lihat nyata saat ini,  awalnya juga didahului dari impian.  

Michel Vaillant - Jean Graton

Saat sekolah dasar saya pernah membaca beberapa komik Jean Graton ini, kemampuan ilustrasinya dengan obyek2 seputar motorsport bisa dikatakan luar biasa, teknikal dan akurat dalam detail, akan tetapi sebaliknya untuk menggambar manusia masih terkesan kaku dan dengan wajah yang cenderung mirip satu sama lain. Hal lain yang menarik dari serial Michel Vaillant ini adalah produktifitas Graton yang bahkan sampai 70 episode mulai dari tahun 1959 sd 2007 (bandingkan dengan Petualangan Tintin-nya Herge yang cuma 24 episode). Dalam serial ini terlihat bagaimana motor sport mengalami perubahan desain dari kapsul beroda sampai lebih mirip pesawat terbang.  Pada episode2 akhir Graton melibatkan anaknya Phillippe Graton khususnya dalam skenario dan Philippe pun akhirnya melibatkan tiga ilustrator tambahan.
Beberapa saat lalu saya melihat event discount buku Graton di Gramedia Kiara Condong, sayang-nya meski harga-nya sangat bersahabat namun  cuma dua episode yang bisa saya dapatkan yaitu Le Grand défi (1959) dan La Prisonnière (1997). Namun demikian jumlah koleksi yang masih minim tidak membuat saya kehilangan hasrat membuat review salah satu komik terbaik dunia ini.
File:MichelvaillantF1.jpg
Hal yang unik dari karya Graton ini adalah kesan nyata yang kuat tentang karakter tokoh2-nya terhadap dunia nyata, meski sebenar-nya cuma rekaan Graton saja. Lantas kenapa ada kesan bahwa ini sesuatu yang nyata ? pertama, dalam bukunya kisah2 yang dihadapi Vaillant memang merupakan kisah seputar dunia motor sport. Kedua, Graton menggunakan merek dalam dunia motor sport yang memang benar ada seperti Ferarri, Toyota, dll.  Ketiga beberapa tokoh dunia nyata seperti Patrick Tambay, Jacky Ickx memang2 benar2 dimunculkan oleh Graton dalam episode Michel Vaillant. Keempat, sirkuit2 yang digunakan juga merupakan sirkuit yang benar2 ada.
Pada kedua episode yang saya beli terlihat sekali kemajuan Graton dalam menggambar kendaraan, pada episode “La Prisonnière” terlihat keterampilan Graton yang semakin detail dalam menggambarkan kompleksitas desain motorsport, sirkuit, dll. Perbedaan lain adalah kotak2 dalam setiap halaman bentuknya semakin beragam dan berbeda dengan “Le Grand défi” yang terkesan masih menggunakan pola “comic strip”. Salah satu ciri khas Graton dalam menggambarkan suara menggelegar kuda besi yang sedang berpacu adalah kata2 VROAAAAAAA, yang menjadi latar belakang dan kadang di gambar sama lebarnya dengan dimensi komik.  
Karakter Michel Vaillant, digambarkan sebagai sosok yang ramah, optimis, pemberani, jujur dan rendah hati. Wajahnya mirip Superman dengan rambut hitam dan sekumpulan rambut yang jatuh sampai ke kening hanya saja wajah Vaillant lebih kurus dengan rahang yang lebih sempit di banding Clark Kent. Tokoh2 pentimg lainnya adalah ayahnya yang merupakan keluarga besar pengusaha otomotif. Perusahaan mereka membuat alat2 transportasi mulai dari truk, mobil, sampai akhirnya memutuskan untuk terlibat dalam F1 , Indycar, Rally, Enduro, dll. Vaillante sebagai perusahaan digambarkan mengalami pasang surut secara financial berbeda dengan Bruce Wayne karakter Batman yang tak mengenal pasang surut dan “tajir” terus. Graton juga tidak segan2 menambah umur Vaillant yang terlihat semakin tua dari episode ke episode.
Tokoh2 lain dalam komik ini adalah Jean Pierre, yaitu abang Michel Vaillant, yang meski disaat saat awal juga terjun sebagai driver namun belakangan lebih suka dibelakang layar untuk menggantikan ayah Michel yang sudah semakin tua. Selain Jean Pierre yang juga menarik adalah tokoh Steve Warson, pembalap Amerika, yang meski sahabat baik Michel Vaillant namun dalam banyak hal memiliki karakter yang berbeda dengan Vaillant. Tentu tidak seru jika tidak ada tokoh antagonis seperti Lex Luthor di Superman dan The Joker di Batman, maka dalam serial ini ada The Leader, tokoh misterius pemilik pabrikan mobil dengan teknologi canggih yang dikombinasikan dengan pasukan pembalap binaan-nya yang berkarakter agresif dan suka menantang bahaya.




Friday, June 01, 2012

The White Lama - Alejandro Jodorowsky dan Georges Bess

Komik Prancis (1988  - 1993) yang terdiri dari dua jilid ini, mungkin salah satu duet penulis dan ilustrator komik terbaik yang pernah saya baca. Sepertinya riset –nya juga cukup dalam dan memberi kesan kalau penulis dan ilustrator-nya (Jodorowsky dan Bess) pernah ke Tibet. Penggambaran lokasi, gedung, pakaian, raut wajah khas tibet, perspektif, makanan khas dan kebudayaan-nya sangat detail dengan ilustrasi kelas wahid (jelas teknik gambar-nya Bess jauh diatas Osamu Tezuka). Ada kesan Avatar dalam buku ini khususnya dalam sosok tokoh utama-nya dan digabung dengan alam Tibet seperti kisah Petualangan Tintin lengkap dengan Yeti-nya sekalian. Buku yang aslinya enam jilid ini tidak disarankan untuk anak2 karena content kekerasan, dan gambar yang berkonotasi dewasa meski tidak berkesan “jorok”.
Sampul Depan
Ceritanya sendiri mengenai regenerasi kepemimpinan biara nun jauh di puncak Tibet, dari Lama Mipam ke penggantinya  namun karena keserakahan maka hal ini tidak berjalan lancar dan jabatan yang semestinya amanah justru menjadi rebutan. Pada saat yang bersamaan sepasang suami istri (Gabriel Sr. dan Susan) dan seorang misionaris kulit putih ditangkap gerombolan preman lokal di salah satu desa. Seorang penyihir bernama Naljdjorpa melindungi mereka dan meramalkan anak di dalam kandungan si wanita kulit putih lah yang kelak akan mewarisi Lama Mipam, setelah umurnya cukup dan saat-nya tiba, dia akan di test dengan memilih barang Lama Mipam diantara barang2 lain-nya. Namun karena kedua orang-tuanya tewas saat penggerebekan oleh kroni Lama Migmar, anak tersebut di rawat sepasang suami istri penduduk lokal bernama Kuten dan Atma. Sebaliknya anak Kuten dan Atma dibunuh karena dikira oleh kroni Lama Migmar merupakan titisan Lama Mipam.
Untuk menyiapkan Gabriel Jr atau kelak diberi nama Gabriel Marpa, sang bocah kulit putih pengganti Lama Mipam, maka identitasnya disembunyikan agar tidak menjadi incaran Lama Migmar, dan karena Lama Mipam sudah menduga hal ini akan terjadi dia menyiapkan dua orang guru yang salah satu diantaranya memiliki kemampuan untuk menggandakan diri (Dondup dan Tzu), sehingga kembaran-nya bertugas mendidik Gabriel, sedangkan yang asli tetap berada dalam biara, sambil menunggu perkembangan Gabriel untuk menempuh fase pendidikan di level yang lebih tinggi sebagai “astral traveller” yang mengingatkan saya akan salah satu track dari album group progressive asal Inggris “Yes”.
Lama Migmar sendiri merekayasa muncul-nya seorang bocah yang dapat membedakan mana barang milik Lama Mipam dan mana yang bukan setelah melakukan cara curang dengan memberi tanda khusus barang Lama Mipam dengan wangi2an. Setelah titisan Lama Mipam palsu ini diangkat, maka Lama Migmar menjadikan-nya boneka untuk berkuasa secara sewenang-wenang. Periode ini menjadi sejarah yang sangat gelap bagi Tibet dan kemorosotan moral para biksu di vihara.  
Siapa Alejandro Jodorowsky(1929) ? dia seorang imigran Chile yang menjadi warga negara Perancis namun aslinya berdarah Yahudi Ukrania, nah cukup unik bukan. Selain terlibat dalam komik, ybs juga membuat film, dan memiliki kecendrungan dengan hal2 yang berbau surealis seperti Kartu Tarot. Siapa Georges Bess (1947) ? dia adalah seorang ilustrator papan atas di majalah Swedia, dan pernah membuat komik Phantom. Sebenarnya cukup banyak karya mereka berdua selain The White Lama (atau Lama Blanc dalam bahasa Prancis), misalnya “Juan Solo” ataupun “Anibal Cinq”, namun tidak diterbitkan di Indonesia. Buku ini melengkapi kisah Tarzan, kisah Samurai Bule (yang dibintangi Tom Cruise), dan banyak cerita lainnya tanpa kita sadari menjadi salah satu dari banyak publikasi yang terkesan menggambarkan superioritas kulit putih terhadap ras lainnya.
Akhir kata, moral of the story dalam komik ini adalah untuk menang, maka sebelumnya kita harus mampu mengalahkan diri kita sendiri. Namun meski sudah mampu mengalahkan diri sendiri, Gabriel Marpa tetap dihadapkan pada pilihan sulit yaitu memenuhi sumpahnya pada orang tua angkatnya dan menjadi kaya atau memilih kebijaksanaan dengan mengikuti jalan berduri sebagai pengganti Lama Mipam.