Friday, August 31, 2012

The Girl Who Kicked The Hornets Nest - Stieg Larsson

Penasaran dengan sequelnya The Girl With The Dragon Tattoo, saya langsung mencari kedua buku bagian dari trilogi karya Stieg Larsson yang meninggal kena serangan jantung hanya beberapa minggu setelah menyelesaikan trilogi ini di 2004. Namun sayangnya sudah beberapa toko buku Gramedia saya satroni, hanya ada trilogi bagian ke tiga itupun tinggal satu2nya, apa mau dikata, sorenya langsung saya lahap saja buku ketiga dengan tebal hampir 1000 halaman.

Dalam buku ketiga, Blomkvist lagi2 berhubungan "khusus" dengan Erika, bahkan juga dengan polisi wanita berotot Figuerola, sepertinya inilah stereotip hero masa kini, selama suka sama suka dianggap sah2 saja meski istri orang lain. Khusus Erika memang digambarkan kehidupan seksualnya relatif bebas, karena bukan cuma hubungan dia dengan Blomkvist,  dia dan suaminya bahkan digambarkan pernah mengundang pihak ketiga dalam salah satu hubungan mereka di saat yang sama. Jadi secara pribadi, bagi saya bagian2 seperti ini cukup menganggu meski buku ini sangat menarik dibaca.


Kali ini Erika diceritakan keluar dari Millenium dan bergabung dengan salah satu harian paling terkemuka di Swedia. Penggambaran suasana kantor termasuk intrik dan politiknya sangat realistik, termasuk konflik Erika dengan salah satu redaksi senior Holm, surat kaleng, dan kesulitan Erika ketika bos-nya yang baru yaitu Borgsjo justru akan dibuka topeng-nya oleh Millenium. Borgsjo terlibat penyalah gunaan kerjasama dengan mitra-nya yang terbukti memperkerjakan anak di bawah umur di Vietnam.



 Topik utama-nya sebenarnya berkisah tentang hal2 salah / pelanggaran konstitusi yang dilakukan Seksi Analisa Khusus Swedia dalam rangka melindungi pembelot Rusia Zalachenko. Dalam hal ini adalah pembiaran kasus ibu Salander sekaligus pasangan Zalachenko yang dianiaya secara fisik berkali kali, dan Salander yang dicap sebagai penderita kelainan jiwa. Toleransi dinas khusus sedemikian rupa sehingga ini berpotensi menjadi kejadian memalukan bagi pemerintahan Swedia.


Dalam kisah ini Blomkvist juga mengalami percobaan pembunuhan oleh preman Serbia yang disewa Seksi Analisa Khusus, disamping penjebakan dengan uang dan kokain yang sengaja ditaruh di apartemen-nya. Seksi ini memang nyaris menghalalkan segala cara, termasuk membunuh saksi, penyuapan, penyadapan, pemerasan, mengatur jebakan bunuh diri, dan hal2 yang melanggar hukum lain-nya.


Larsson juga sangat ahli menggambarkan bagaimana perusahaan security swasta bekerja, sepertinya ini berhubungan dengan kisah hidupnya yang sering mendapat ancaman dari Neo Nazi. Mungkin itu juga sebabnya keluarga Hendrik Vanger di trilogi bagian satu digambarkan sebagai antisemit. Bagi saya mana yang realita dan mana yang imajinasi dalam buku ini sangat tidak jelas batas-nya. Ada kesan sebagai wartawan Larsson memang menulis sebagian dari kisah hidup-nya.

Wednesday, August 29, 2012

The Girl with The Dragon Tattoo - Stieg Larsson

Buku ini sudah cukup lama saya beli, namun baru sempat dibaca akhir2 ini, maklum 780 halaman sama sekali bukan buku yang tipis. Tertarik karena iming2 menyabet penghargaan internasional dan dianggap sebagai novel terbaik abad ini (millenium trilogy) tadinya saya mau beli tiga2nya, namun karena belum tahu kualitas Larsson, saya putuskan untuk menyelesaikan dulu trilogi pertama. 

Sedang asyik2nya membaca ternyata sebagian halaman hilang dari halaman 321 ke 336, eh begitu dibaca lagi masuk ke halaman 352, lagi2 halaman berikutnya kembali ke 337. Kualitas terjemahan yang bagus membuat buku ini enak dibaca, dan tidak banyak kesalahan secara tulisan, paling2 seperti halaman 636 ada kesalahan penulisan nama seharusnya Anita Vanger, tertulis Anita Blomkvist.

Nyaris tidak ada tokoh positif dalam buku ini, tokoh utama Blomkvist selingkuh dengan Erika anehnya dengan sepengetahuan suami Erika. Saat melakukan investigasi jurnalistik Blomkvist berhubungan intim dengan narasumber dari keluarga Henrik Vanger yaitu Cecilia Vanger, Blomkvist bahkan juga berhubungan intim dengan Lisbeth Salander (tokoh utama wanita) yang merupakan mitranya dalam kasus ini.  Blomkvist juga digambarkan sebagai tokoh yang  tidak percaya agama sekaligus atheis sebagaimana kebanyakan generasi muda Eropa saat ini. Disisi lain Bjurman yang digambarkan menjadi wali Salander menyalahgunakan posisinya dengan serangan seksual pada salander. Lalu Salander digambarkan sebagai pribadi yang “sakit” berhubungan intim dengan banyak pria dan kadang dengan Mimmi teman-nya yang lesbian. Bukan hanya itu, kecendrungan seksual Christer salah satu mitra Blomkvist dan Erika  di Millenium (majalah investigasi finansial yang didirikan Erika, Bolmkvist dan Christer) juga agak berbau homoseksual.

Lalu apa sih inti dari cerita ini ? sebenarnya fokus utama cerita ini adalah misteri pembunuhan Harriet Vanger, yang tak terpecahkan selama 37 tahun. Dan petunjuk yang ada menjelaskan kalau misteri pembunuhan ini terinspirasi ayat2 injil. Dengan tersangka salah satu keluarga Vanger, yang digambarkan sebagai salah satu pengusaha industri terkemuka Swedia. Lalu Blomkvist yang memiliki kemampuan investigasi serta  Salander yang memiliki kemampuan “hacking” bergabung bersama sama untuk memecahkan kasus ini meski baru bergabung di halaman 434, alias setelah melewati setengah buku. 



Cara Larsson bercerita sungguh sangat realistik, seperti benar2 terjadi, misalnya silsilah keluarga Vanger, situasi di Hedestad yang digambarkan secara “photographic image” (mengingatkan cara Sir Arthur Conan Doyle menggambarkan situasi di Baskerville dalam petualangan Sherlock Holmes). Suasana realistik ini dapat terbangun salah satunya karena Larsson mencampur-nya dengan kejadian nyata seperti terbunuhnya Olof Palme, Perdana Menteri Swedia pada tahun 1986 yang saat itu sedang pulang nonton dengan berjalan kaki. 

Larsson terlihat prihatin dengan nasib kaum wanita, khususnya di Swedia, bab mengenai pembalasan dendam Salander pada Bjurman sang wali dengan kelainan seksual akan sangat memuaskan pembaca yang memiliki paham yang sama dengan Larsson .Simpati Larsson terlihat pada pengantar diawal setiap bagian, Bagian 1 : 18% wanita swedia pernah mendapat ancaman pria, Bagian 2 : 46% wanita swedia pernah mengalami kekerasan kaum lelaki, Bagian 3 : 13% wanita swedia pernah mengalami kekerasan seksual dan Bagian 4 : 92% wanita swedia yang mengalami kekerasan seksual tidak melaporkan-nya ke polisi. Saya cukup surprise membaca bagaimana wanita Swedia mengalami penderitaan yang tidak kalah dengan wanita Saudi Arabia dalam buku Jean P. Sasson.

Tokoh dengan perilaku seksual relatif bebas, serangan jantung pada Hendrik Vanger di jumat tanggal 13, email Salander ke salah satu rekan-nya di Net plague_xyz_666@hotmail.com, iInjil yang digambarkan sebagai inspirasi kejahatan, atau Blomkvist yang atheis  membuat saya agak sedikit bertanya tanya meski novel ini menarik untuk dibaca, namun apa yang ada di balik penghargaan pada novel ini ?

Tuesday, August 28, 2012

Larasati - Pramoedya Ananta Toer


Setelah koleksi novel Pramoedya saya relatif lengkap, pelan2 saya coba menamatkan satu demi satu, dan pilihan berikutnya jatuh pada Larasati. Buku ini berkisah tentang seorang artis film bernama Larasati (selanjutnya dipanggil Ara). Pada masa revolusi Ara memutuskan untuk berangkat dari Jogja ke Jakarta demi menyelamatkan lagi karir film-nya yang sempat stagnan. Namun perjalanan pada masa revolusi sangatlah sulit, Ara dituntut untuk berhati hati dan bersikap netral, karena bergerak dari daerah kawan ke daerah lawan. Salah bersikap setiap pihak bisa saja menganggap Ara sebagai musuh.

Saat di daerah lawan, nama Ara yang masih sangat dikenal sebagai artis memancing beberapa tokoh NICA untuk mengajaknya bermain dalam film propaganda NICA. Ara yang sangat mencintai Indonesia menolak meski dia diancam dan sempat dipaksa ke penjara.

Meski Ara pergaulan-nya relatif bebas, dan berhubungan secara “khusus” dengan banyak lelaki atas dasar suka sama suka, namun cinta-nya ke Indonesia tidak pernah padam. Sepanjang perjalanan Ara juga menemukan orang2 munafik yang rela “menyembah” penjajah sambil menginjak bangsa sendiri. Sebaliknya Ara meski sebagian orang menganggapnya hina, namun dia bertekad berjuang bagi Indoensia termasuk saat menyelamatkan uang ORI yang baginya adalah merupakan uang rakyat yang harus dijaga sepenuh hati.
Dalam buku yang sempat menjadi cerita bersambung di Bintang Timur ini Pram juga mengangkat penting-nya orang2 muda bersikap, karena generasi yang lebih tua sudah tidak dapat diharapkan lagi. Mirip seperti perkataan Soekarno yang memang idola Pramoedya, yang pernah mengatakan “Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia !”. Begitu juga novel Larasati menggambarkan pemuda2 belasan tahun yang rela mengorbankan jiwa raga untuk kemerdekaan bangsa. Seperti karya2 Pram pada umum-nya, beliau lebih suka membiarkan pembaca menebak nebak akan kemana ceritanya mengalir, persis seperti  arti hidup itu sendiri. Hal ini lah yang menjadi daya tarik tersendiri bagi novel ini.
Lantas muncul tokoh Jusman yang digambarkan sebagai pemuda Arab berlibido tinggi dan tergila gila pada Ara. Entah menggambarkan pendapat Pramoedya pada peran Arab saat kemerdekaan atau tidak, Jusman terlihat berusaha tampak netral tetapi justru memiliki hubungan khusus dengan Belanda. Ara yang berusaha menyelamatkan Ibunya yang berkerja pada keluarga Jusman, membuat-nya terperangkap jebakan Jusman dan sempat terpaksa menjadi istri. Namun cerita berakhir bahagia setelah Ara menemukan Kapten Oding. Bagi saya buku ini sekali lagi membuktikan kelas Pramoedya.  

Monday, August 27, 2012

Revolusi Pedas Sang Presiden Maicih nya @PenulisCantik dan Reza Nurhilman

Meski bukan penggemar produk2 Maicih, tetapi saya cukup penasaran dengan cara sukesnya Axl (begitu Reza biasa dipanggil, maklum Axl adalah seorang penggemar Gun’s n Roses) dalam berbisnis kripik. Hanya dalam dua tahun, Axl dapat melipat gandakan omset dari juta menjadi milyar. Organisasi yang dibentuk seakan akan seperti negara, produk dengan level kepedasan, logo yang unik dengan untaian cabe juga menunjukkan bahwa Axl identik dengan kreatifitas.

Apakah kripik ini orisinil dari Axl ? seperti yang diakuinya di buku, kripik ini bukan merupakan ide orisinil Axl, pada awalnya dia adalah penyuka makanan tradisional ini, lalu mencoba membantu memasarkan-nya, dan mencoba meningkatkan omset dengan kerjasama langsung. Namun ketika Axl meminta agar si pengusaha tradisionil tsb menjadi produsen eksklusif hanya untuk memasok Axl, kerjasama dengan si pengusaha akhirnya harus diakhiri. Sempat vakum beberapa lama, Axl akhirnya masuk ke sektor produksi untuk membuat sendiri kripik tersebut, dan saat ini bahkan sudah muncul produk2 lain seperti Basreng dan Gurilem.


Buku ini sekaligus membuka mata saya bahwa Axl menempuh semua ini bukan dengan cara yang mudah, melainkan menempuh jalan penuh onak dan duri. Saya juga respek pada Axl, karena saya pernah melakukan usaha yang sama yaitu jualan keripik pedas (tidak menggunakan bubuk cabe kering seperti Maicih, tetapi cabe basah, dan biasanya dimakan sebagai pendamping sate padang), dan tahu bagaimana beratnya merintis usaha seperti ini.
Sempat nyaris putus sekolah karena sibuk berbisnis, mulai dari parfum sampai dengan kucing. Axl memutuskan untuk fokus pada bisnis, sampai empat tahun setelah lulus SMA, Axl tidak melanjutkan kuliah dan konsentrasi pada bisnis MLM. Namun setelah mengalami stagnan dalam bisnis MLM-nya meski sudah memiliki lebih dari 1000 downline akhirnya Axl banting setir jualan kripik, dengan menggunakan pola marketing yang unik, yakni tidak jualan di toko melainkan di jalan, dan informasi lokasi diberikan beberapa saat sebelumnya via social media. Namun saat ini Axl juga menjual produk2nya di tempat2 tertentu seperti “TI” jalan tol Cipularang.
Meski usia masih muda, namun pengalaman telah membentuk Axl menjadi pribadi yang tidak mudah putus asa. Lahir dari keluarga yang “berantakan” dan harus menumpang menjadi anak angkat, dan sempat menyerempet dunia hitam dengan menjadi pemabuk, preman, dll namun akhirnya Axl menemukan jati dirinya di dunia enterpreneurship. Axl juga mengakui buku2 seperti Covey seperti 7 Habits, atau buku2 Napoleon Hill menjadi salah satu inspirasi terbesar dalam hidupnya. Axl juga tidak malu untuk kuliah kembali di Maranatha, meski teman seangkatan-nya empat tahun lebih muda.
Buku ini sangat layak dibaca, sangat menginspirasi dan ditulis dengan bahasa yang enak meski bukan dengan “Bahasa Indonesia yang Baik dan Benar”, tak heran kalau tulisan-nya mengalir lancar, karena @PenulisCantik memang lulusan Ilmu Komunikasi. Kesimpulan saya, buku yang enak dibaca dan sangat layak dikoleksi.

Sebelas Patriot - Andrea Hirata

Tadinya saya berpikir buku ini sesuatu yang lain dari enam karya Andrea sebelumnya, dimana Andrea lebih banyak bercerita tentang sepotong kisah hidupnya, namun ternyata buku ini masih seputar kisah hidupnya juga. Tentu anda akan bertanya  lantas kenapa cuma sekitar 100 halaman ? jauh berbeda dengan buku2 Andrea yang lain, yah karena ini cuma fragmen kecil tentang sosok Ayah, Andrea (alias Ikal dalam buku2 sebelumnya) dan sepak bola.

Tetapi jangan pernah menganggap lantas buku ini tidak ada apa2nya, bagi saya kemampuan Andrea bukan-nya menurun tetapi malah semakin mengalir, meski dalam buku ini lebih terasa unsur getir dibanding hal2 lucu yang biasanya menjadi ciri khas Andrea. Meski Andrea masih sempat mengangkat pentingnya bentuk pantat sebagai pemain sepak bola.
Ceritanya sendiri berkisah tentang tiga remaja bersaudara yang pada masa penjajahan Belanda memainkan sepak bola secara cantik, namun saat itu siapapun yang menunjukkan superioritas dihadapan Belanda akan mengalami nasib malang. Pada saat itu hanya Belanda yang boleh menjadi juara, dan ini sepertinya merupakan bagian dari strategi penjajahan untuk melemahkan semangat juang. Ketika akhirnya salah anak2 tersebut memenangkan pertandingan final melawan Belanda, si bungsu yang mencetak gol satu2nya dan meneriakkan Indonesia berkali kali, dijemput oleh Belanda, dan kembali dengan tempurung lutut hancur.
Tokoh Aku dalam buku ini akhirnya tahu kenapa selama ini foto Ayah mengangkat piala selalu disembunyikan oleh orang tua-nya, karena tak ingin kepedihan di masa itu kembali dalam hidup mereka. Tokoh Aku akhirnya mencoba meneruskan cita2 Ayah menjadi pemain tim nasional PSSI, meski harus gugur di babak penyisihan tahap selanjutnya. Namun kegagalan tersebut berhasil ditebusnya dengan kaos Real Madrid yang ditanda tangani Luis Figo pemain favorit Ayah-nya, saat petualangan-nya ke Eropa.
Hemm, buku yang menarik, dan sangat layak koleksi sebagai bagian dari koleksi anda, meski covernya kurang cantik dan jomplang dengan cover2 lain dari buku karya Andrea.

Dark History of US President - Michael Kerrigan

Tertarik dengan koleksi foto2 yang komprehensif dari buku ini, tanpa pikir panjang langsung saya beli, namun sayang-nya kualitas terjemahan-nya tidak mendukung, bahkan ada paragraf yang tercetak sampai dua kali. Sepertinya Elex Media harus lebih meningkatkan kualitas “proof reader” sehingga sampai di tangan pembaca dengan kualitas yang terjaga.

Untung saja secara fotografi, kualitas dan foto2 yang ditampilkan sangat membantu pemahaman kita mengenai topik2 yang dibahas. Ukuran fisik dari buku ini juga sedemikian rupa sehingga detail2 foto terlihat jelas seperti penggambaran George Washington dengan Freemason. Secara umum, Kerrigan menampilkan warna sebenarnya dari tokoh2 Presiden Amerika, yang membuka mata kita mengenai hal2 yang berada di balik yang terlihat.
Cukup mengaget kan betapa sebagian Presiden Amerika, adalah peselingkuh, pembohong, koruptor, maniak perang,  dan lain2. Menyedihkan juga sebenarnya melihat bahkan tokoh sekaliber Grant, pun tidak menunjukkan kualitas yang mumpuni meski sangat sukses dalam perang saudara. Jadi demokrasi tidak selalu menghasilkan orang yang terbaik, apalagi di Amerika dimana seorang Presiden membutuhkan dana yang luar biasa untuk bisa kampanye dan menang. Pada saat itulah lobi2 pebisnis memainkan peran-nya, dan akan meminta imbalan-nya pada saat Sang Presiden sudah menduduki tahta-nya. Tak aneh bila Clinton pernah mengatakan, bahwa orang keliru jika mengira Presiden Amerika adalah orang yang berkuasa, justru sebagian dari mereka seperti boneka dari tangan2 yang tak terlihat.
Saya tidak merekomendasikan buku ini jika yang anda inginkan adalah cerita yang detail dan sepenuhnya didukung fakta2 yang kuat, karena kebanyakan fakta disini terutama pada era2 awal, terkesan lebih seperti dugaan dibanding yang kenyataan. Namun jika anda tertarik dokumentasi foto-nya buku ini dapat memenuhi apa yang anda inginkan.

Thursday, August 23, 2012

Tanah Surga.. Katanya (2012) - Herwin Novianto

Hari kedua lebaran saat rumah menjadi tempat berkumpul nyaris duapuluh anggota keluarga dari mulai balita, abg sampai dewasa, istri saya mengusulkan untuk pergi nonton ke PVJ. Namun perbedaan generasi di antara rombongan akhirnya membuat masing2 menentukan pilihan sendiri. Ada yang lebih suka Ice Age, ada yang ingin Perahu Kertas, dan saya sendiri serta beberapa keponakan pria, memilih Batman, sayang sampai dengan dua menit sebelum Batman mulai, tiket masih belum di tangan, dan terjebak antrian di depan loket.

Begitu Batman lepas dari tangan, Istri mengusulkan TSK, namun saya ragu karena belum pernah membaca resensi / review sebelumnya. Dalam waktu sempit saya langsung googling, dan sepertinya resensinya cukup menarik, jadi akhirnya saya putuskan untuk menonton yang ini, apalagi ada nama Deddy Mizwar yang sepertinya bisa jadi jaminan.



Film ini dibuka dengan fotografi yang cantik, saat Hasyim veteran perang Dwikora dengan cucunya mencari ikan disungai, dibawah langit biru dengan gumpalan2 awan putih. Ceritanya sendiri tentang kehidupan di perbatasan antara Sarawak dan Kalimantan Barat. Dimana masyarakat Indonesia justru lebih sering kontak dengan Malaysia, sekaligus sindiran terhadap pemerintah yang cuma fokus pada pembangunan di pusat.

Hasyim, sang veteran yang sudah ditinggal istri, memiliki anak lelaki yang bernama Haris dengan dua cucu (Salman dan Salina), namun nasib Haris tak jauh berbeda dengan dirinya, yaitu sama2 ditinggal istri. Halaman rumah mereka dihiasi dua buah gundukan tanah peristirahatan terakhir dari wanita2 yang mereka cintai, sekaligus memperkuat suasana muram dalam film ini. Konflik dalam film ini bermula sejak Haris merantau dan bekerja di Malaysia akhirnya  merasakan hidup yang jauh lebih mudah. Memiliki kedai dan akhirnya menikah dengan seorang wanita Malaysia membuat dia ingin mengambil kedua anaknya yang selama ini diasuh oleh Hasyim.

Hasyim yang meski kecewa dengan situasi di perbatasan, dengan idealisme-nya bertahan untuk tetap di Indonesia meski kondisi kesehatan-nya tidak begitu baik. Melihat situasi ini, Salman yang sejak kecil selalu terinspirasi perjuangan Indonesia melawan penetrasi Inggris via Malaysia dengan serdadu Gurkha-nya memilih tetap di Indonesia untuk merawat kakeknya, meski dengan begitu dia terpaksa terpisah dari Salina. Salman berjuang keras untuk mencari tambahan sana sini agar biaya Hasyim ke Rumah Sakit bisa di penuhi.

Disamping konflik Hasyim dan Haris, film ini juga mengisahkan Astuti guru SD satu2nya nyaris untuk semua kelas, semua mata pelajaran, dan merangkap sebagai Kepala Sekolah serta dokter Anwar, seorang dokter asal Bandung, yang memutuskan ke perbatasan untukmenggantikan dokter sebelumnya yang meninggal dalam menjalankan tugas.  Kisah Astuti dan Anwar membuat film ini semakin menarik dan menggambarkan idealisme generasi muda yang mengharukan.

Meski berakhir dengan “sad ending” semua pemeran dalam film ini bermain dengan mengagumkan, baik Hasyim (Fuad Idris), Haris (Ence Bagus), Salman (Osa Aji Santoso), Astuti (Astri Nurdin), Salina (Tissa Biani Azzahra), Anwar (Ringgo Agus Rahman), Kepala Desa (Norman Akyuwen) semua bermain dengan dahsyat. Namun kalau harus memilih, Fuad Idris, Astri Nurdin, Ringgo Agus Rahman dan Osa Aji Santoso sedikit lebih baik dibanding yang lain, khususnya Osa raut wajahnya yang khas Indonesia serta postur yang kurus sangat mendukung jalan-nya cerita. Suasana muram di film ini terselamatkan oleh akting Ringgo Agus Rahman. Dialog cerdas, body language yang apik menunjukkan sentuhan Deddy yang kental. Meski sedikit tertekan dengan situasi jalanan Bandung, yang memerlukan tiga setengah jam untuk bisa keluar dari parkiran PVJ ke Sukajadi akibat traffic jam mobil2 Jakarta yang menuju Lembang, bagi saya film ini sangat layak ditonton dan menjadi bahan renungan.

  

Wednesday, August 22, 2012

Saladin - Geoffrey Hindley

Buku ini menarik karena menggambarkan pendapat Hindley yang merupakan sosok yang mewakili Eropa sekaligus Kristen terhadap tokoh muslim seperti Saladin. Tokoh satu ini memang unik, karena peradaban Eropa menyanjungnya sebagai tokoh kharismatis, pemaaf, fair dan kesatria. Popularitasnya bahkan melebihi Richard “Lion Heart” kalau tidak bisa dikatakan setara, dimana konfrontasi namun saling mengagumi mereka, menjadi salah satu yang terpenting pada era tersebut.

Kenapa Saladin begitu memesona, salah satunya tentu karena pendudukan-nya terhadap Yerusalem dilakukan dengan elegan, dan nyaris tanpa dendam berbeda dengan pembantaian yang dilakukan Kristen sampai dengan menyebabkan Yerusalem pada masa sebelumnya banjir darah dan penuh dengan potongan tubuh manusia, baik tentara lawan, atau bahkan wanita dan anak2.


Disiplin tentara-nya yang luar biasa menjadi sangat kontras dengan kriminal perampok, pemerkosa yang sengaja dibebaskan oleh Eropa selama mereka mau memanggul kewajiban sebagai tentara Salib. Saladin juga mengulangi sukses Umar Bin Khatab menduduki Yerusalem dengan cara yang tidak kurang elegan-nya. Tidak aneh kalau film seperti Kingdom of Heaven, menggambarkan pesona Saladin yang luar biasa.
Tidak cuma perang, bagaimana Saladin berpolitik menghadapi situasi di Suriah, Palestina dan Mesir juga menunjukkan kepiawaian beliau, khususnya sebagai keturunan minoritas Kurdi dalam menampilkan diri sebagai pejuang Islam ditengah mayoritas Turki saat itu.
Mirip seperti tokoh2 besar di era khalifah yang empat (khususnya Umar Bin Khatab dan Ali Bin Abi Thalib), Saladin dengan kekuasaan yang begitu besar dan "menguasai" dunia, juga nyaris tidak memiliki harta pribadi saat meninggal, sampai para sahabatnya bahkan harus meminjam uang untuk biaya pemakaman. Catatan Ibnu al-Atsir mencatat ketika meninggal beliau hanya memiliki satu keping dinar dan empat puluh keping perak. Sebuah buku yang ditulis dengan apa adanya dan sangat layak untuk dibaca.

Petualangan Jo, Zette dan Jocko - Herge

Buku ini (selanjutnya kita sebut JZJ) tidak saya rekomendasikan bagi penggemar Tintin, namun bagi penggemar Herge. Kenapa ? berbeda dengan Tintin yang riset nya detail dan komprehensif, begitu juga penggalian karakter tokoh2nya yang dalam serta bisa dibaca berbagai kalangan usia, JZJ sebaliknya lebih cocok bagi anak2.

Secara ilustrasi juga terasa ada yang kurang dibanding karya Herge di era modern seperti penerbangan 714, JZJ dibuat di awal tahun 1950 an, secara ilustrasi masih jauh dari level Herge yang sebenarnya. Karakter Jocko yang meski monyet tetapi digambarkan dengan terlalu cerdas, semakin layak menempatkan JZJ dalam komik genre anak2.




Tak jelas benar kenapa Herge, “buang2 waktu” membuat karya ini, karena sebaliknya Herge dinilai tidak produktif dalam membuat Tintin. Bayangkan hanya ada sekitar 23 karya Tintin dalam kurun waktu nyaris 50 tahun, seandainya saja energi JZJ digunakan untuk membuat Tintin, mungkin akan ada empat atau lima episode tambahan bagi Tintin.

Namun, bagi penggemar Herge, buku ini tetap layak dikoleksi dan menjadi pelengkap puzzle bagi keseluruhan karya Herge yang lain. Sebagai tambahan informasi untuk lima petualangan JZJ yang dipublikasikan oleh Gramedia ada masing dua petualangan yang berhubungan yaitu, “Letusan Karamako” yang merupakan lanjutan “Misteri Manitoba”, serta “Menuju New York” yang merupakan lanjutan “Surat Wasiat Tuan Pompa”.

The Princess Sultana’s Daughter - Jean P. Sasson

Jika di buku pertama Sasson hanya membahas sampai dengan sekitar tahun 1991, dalam buku ini Sasson lebih jelas lagi mengangkat kehidupan Sultana pada periode berikutnya. Apakah ada perubahan terhadap kehidupan wanita secara umum di Saudi Arabia ? buku ini akan menjelaskan-nya pada anda.

Dibuka dengan peristiwa menegangkan, dimana keluarga besar Sultana, akhirnya mengetahui bahwa buku ini beredar dimana-mana, bahkan best seller di beberapa Negara. Kita menyadari betapa beratnya situasi ini bagi Sultana, karena dianggap membuka aib keluarga kerajaan Saudi Arabia, namun karakter keras Sultana, dapat menghadapi peristiwa ini dengan kepala tegak.



Sasson kali ini lebih fokus pada keluarga Sultana, Putri yang bagi saya memang terkesan kekanakan dan memiliki jiwa yang tidak stabil, namun terperangkap dalam tubuh wanita dewasa. Namun sang putri sejauh ini “mampu” menahan suaminya untuk tidak “menikah” secara resmi dengan wanita lain serta dapat mengendalikan keinginan suaminya untuk memiliki anak sebanyak mungkin menjadi hanya dengan satu anak lelaki serta dua anak perempuan, dan Karim bahkan dapat disadarkan untuk memperlakukan anak perempuan dan anak lelaki secara adil.

Bagaimana Sultana membesarkan anak2 perempuan-nya Maha dan Amani yang memiliki karakter berbeda, menjadi salah satu fokus yang disorot dalam buku ini. Khususnya karena doktrin kesetaraan yang ditanamkan Sultana, justru membuat anak2nya kesulitan, karena masih kuatnya tradisi pria dalam masyarakat Saudi Arabia. Namun untuk Abdullah, satu2nya anak lelaki Sultana, dia bisa berkembang sebagai pria yang menghargai wanita, dan memiliki kepedulian terhadap berbagai situasi di sekeliling-nya.   

Bagi yang penasaran dengan buku pertama Sasson, buku kedua ini akan memberikan jawaban terhadap periode berikutnya dalam kehidupan Sultana. Meski demikian, generasi kesekian Ibnu Saud ini, saya kira akan mengalami kehidupan yang lebih sulit dalam mempertahankan “kekuasaan” mereka di Saudi Arabia selama mereka tetap “jauh” dari ajaran agama yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW.

The Synagogue of Satan - Andrew C. Hitchcock

Apakah ada yang baru dari buku Hitchcock ini ? secara umum sih tidak ada, bagi penggemar teori konspirasi khususnya yang berhubungan dengan NWO (New World Order) apa yang ada dibuku ini kurang lebih sama dengan yang ada di buku2 lain. Namun Hitchcock mengemasnya dengan gaya time line, satu persatu kejadian penting disusun secara berurutan, mulai dari kelahiran Mayer Amschel Bauer di 1744 sd terpilihnya Hamas saat pemiliha umum Palestina di 2006 yang sekaligus menjadi alasan Israel untuk lebih represif dalam menekan Palestina.


Meski nyaris 90% sama dengan buku2 setipe, namun ada hal yang mengejutkan dibahas dalam buku ini, khususnya yang berhubungan dengan dua jenis Yahudi. Pertama yaitu Sephardic yang saat ini merupakan kelompok minoritas, kedua yaitu Askhenazi yang dalam buku ini disebutkan tidak memiliki hubungan secara genealogi dengan yang pertama, melainkan merupakan keturunan Turki Mongol di suatu wilayah yang dulunya dinamakan Khazar, meski secara keyakinan mereka menggunakan Talmud, alias kitab suci Yahudi.

Bagi saya buku ini dengan “time line” nya memudahkan kita untuk melacak hubungan satu peristiwa besar dunia ke peristiwa besar lain-nya. Kita juga lebih dapat menganalisa penyebab revolusi Perancis, bangkitnya komunis di Rusia, teror Nazi di Jerman, Perang Dunia I, Perang Dunia II, dan jangan lupa ramalan tentang Perang Dunia III, yang memang sedang direncanakan oleh kelompok ini. Jika bagi masyarakat kebanyakan, perang adalah bencana, sebaliknya bagi mereka ini kesempatan untuk memaksa pihak lain berhutang saat perang, dan berhutang kembali saat rekonstruksi, mengaburkan batas negara, sekaligus mengurangi populasi dunia.

Buku ini juga mengingatkan saya akan buku "American Presidents: A Dark History" nya  Michael Kerrigan dengan salah satu contoh bagaimana caranya mencari alasan untuk terjun dalam perang, seperti yang terjadi saat ide Roosevelt menyerang Jerman ditolak oleh dewan, dan lalu disetujui setelah Jepang berhasil dipancing menyerang Pearl Harbor. Teori konspirasi menyebutkan Roosevelt sengaja membiarkan ini terjadi, dan perang bagi sebagian orang memang sangat menguntungkan, karena akan ada transaksi keuangan yang sangat besar dalam bentuk pinjaman ke lembaga keuangan untuk biaya perang, proyek industri senjata, dan proyek rekonstruksi paska perang, dll. Dalam buku ini hal yang mirip terjadi pada 9/11, dimana Bush mendapatkan alasan yang sangat kuat untuk menjerumuskan Amerika dalam perang baru di timur tengah.

Kita juga melihat peran mereka dalam mensponsori pembuatan doktrin “Illuminati”-nya Adam Weishaupt, “The Communist Manifesto”-nya Karl Marx, dan peran lembaga keuangan mereka dalam peristiwa2 besar, dan tak lupa tentunya penggunaan media untuk menyetir pendapat masyarakat. Untuk semua informasi ini, kita layak mengacungkan jempol pada Hitchcock yang mau menerima resiko publikasi buku ini demi mayoritas penduduk dunia yang tidak tahu apa2.

Wednesday, August 15, 2012

Buried Alive - Manuel Pino Toro

5/Agustus/2010, terowongan di kedalaman sebuah tambang emas dan tembaga di Gurun Atacama di Chile longsor. Gumpalan batu berukuran raksasa menutup jalan keluar para penambang. Atacama ? hemm mengingatkan saya akan komik Garth karya Frank Bellamy dalam episode "Topeng Atacama". 33 penambang dengan satu diantaranya warga Bolivia, terperangkap di bawah tanah, selama berhari-hari, keluarga mereka dan para simpatisan menunggu dengan harap2 cemas.

Lokasi tambang dipenuhi dengan deru mesin-mesin bor untuk mencari tanda-tanda kehidupan di lokasi2 yang diduga sebagai tempat mereka berlindung.Setelah belasan hari akhirnya salah satu mesin bor dinaikkan kembali ke permukaan dengan ujung merah karena cat dan pesan yang pendek namun meledakkan kegembiraan bahwa mereka masih hidup dalam kegelapan, meski dengan makanan dan air terbatas.



Para ahli pengeboran dari seluruh dunia berjuang siang dan malam untuk menyelamatkan mereka. Dengan menggunakan tiga jenis mesin yang independen sekaligus "berkompetisi" untuk menyelamatkan 33 korban. Kisah nyata tentang bagaimana para penambang bertahan hidup selama 69 hari di kedalaman tujuh ratus meter di bawah tanah, dan bagaimana warga Chili bersatu padu dalam doa dan upaya untuk menyelamatkan mereka.

Berbeda dengan karya Nando Parrado dalam buku “Miracle In The Andes”, Manuel mengupas peristiwa ini dari kaca mata pengamat dan bukan korban. Begitu juga bahasa yang digunakan lebih mirip kalimat berita, dibanding psikologis hal2 yang dialami korban. Meski demikian Toro, mencoba menambahkan di bab2 akhir hasil wawancara dengan dua korban, yang sayangnya tidak dibahas secara menarik, namun lebih mirip transkrip wawancara.

Cerita konyol dalam peristiwa ini adalah ketika selingkuhan salah satu korban dan istri sah-nya terpaksa harus bertemu untuk pertama kali di permukaan (yang disebut juga dengan Camp Hope), dan berakhir dengan kekalahan istri sah. Jadi ketika para korban menangis haru saat memeluk anak atau istri mereka, sebaliknya korban yang satu ini, memilih untuk memeluk selingkuhan-nya.

Kalau anda berharap buku ini sebaik karya Nando Parrado, anda akan kecewa, namun jika Nando kehilangan keyakinan akan eksistensi Tuhan dalam peristiwa Andes, sebaliknya para penambang, merasakan cahaya-Nya dalam kegelapan. Beberapa tokoh peristiwa Andes juga ikut datang ke Atacama untuk memberikan support pada para penambang. Ironisnya beberapa perusahaan ikut menjadikan momen yang menjadi perhatian dunia ini sambil tak lupa “beriklan” mengingatkan kita akan partai2 di Indonesia yang berlomba berkunjung ke lokasi musibah tanpa melupakan bendera dan selebaran.

Tuesday, August 14, 2012

Understanding Comics - Scott Mc Cloud

Bagi saya cukup sulit menempatkan review buku ini, apakah masuk ke kelompok buku atau malah masuk ke kelompok komik. Karena meski disajikan secara komik, namun secara isi dia berbicara tentang definisi dan teori yang cukup dalam. Namun karena teori yang dibahas memang mengenai komik akhirnya saya putuskan tetap masuk ke kelompok komik.

McCloud mengakui bahwa pada awalnya dia menganggap komik adalah bacaan anak2, namun saat remaja, salah seorang teman yang penggemar komik mengajaknya berdebat dan meminjamkan koleksi komik-nya pada McCloud, yang akhirnya mengubah pandangan McCloud mengenai komik selamanya. Saat itu McCloud memutuskan untuk menjadikan komik sebagai jalan hidupnya.

Understanding Comics: The Invisible Art

Meski berbentuk komik, buku ini menurut saya cukup berat, McCloud mendefinisikan ulang komik sebagai karya seni berurutan. Apa yang dimaksud dengan urutan ? bahwa karya komik berhubungan satu sama lain dalam memberikan gambaran tentang suatu peristiwa. Lantas apakah film kartun bisa dianggap sebagai seni berurutan ? menurut McCloud, film hanya menggunakan satu frame, sedangkan komik multi frame, sehingga film bisa dianggap sebagai “non-komik”. Disamping itu pemisah gambar di komik mengkondisikan pembaca untuk mengisinya dengan imajinasi, sebaliknya film cenderung tidak memberikan ruang bagi penikmatnya untuk berimajinasi. Unik kan ? bayangkan McCloud bahkan menganggap garis putih  pemisah gambar adalah suatu hal yang penting, dan ini salah satu pembeda signifikan komik dengan karya seni lainnya.

McCloud juga membahas bagaimana urutan diklasifikasikan, bisa merefer ke waktu, peristiwa, dll. Pengagum Art Spiegelman dan Will Eisner ini juga membahas bagaimana bunyi didefinisikan, penggunaan balon kata, sejarah komik yang ternyata sudah muncul sejak ribuan tahun, dan lain lain. Secara keseluruhan McCloud membagi buku menjadi "Definitions, history, and potential",  "visual iconography and its effects",  "closure, reader participation between the panels",  "word-picture dynamics",  "time and motion", "the psychology of line styles and color", dan "comics and the artistic process".

Meski tertarik dengan buku ini, namun saya agak heran dengan banyaknya penggambaran mata satu dan piramid. Piramid dalam hal ini menggambarkan posisi sebuah karya terhadap peta yang ada. Urutan paling atas misalnya diisi oleh karya abstrak, lalu diikuti karya2 lain sampai ke Herge dengan Tintin-nya. McCloud juga memetakan bagaimana perubahan urutan terhadap beberapa master piece.

Uniknya kita juga bisa melihat analisa McCloud terhadap komik Jepang yang dia nilai memiliki ciri khas sendiri. Komik Jepang juga memiliki cara bertutur dengan simbol2 yang spesifik. Nah bagaimana kualitas gambar McCloud ? meski ini merupakan buku yang keren secara isi, saya kira kualitas gambarnya justru biasa2 saja, dan IMHO ini mungkin salah satu buku komik terbaik tentang komik.

Friday, August 10, 2012

Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya 2 - Ajahn Brahm.


Sebenarnya buku ini sudah cukup lama saya beli, namun saya sering berasumsi bahwa jika karya pertama sukses, biasanya akan sangat sulit diikuti kesuksesan karya kedua. Itu sebabnya setiap kali ingin membaca selalu saya tunda2 lagi, namun sepertinya saya salah, 108 cerita dalam buku ini tetap menarik untuk dibaca, selalu ada hal2 sederhana yang bisa menjadi inspirasi. Dan uniknya, kali ini Ajahn Brahm juga mengangkat pengalaman dia di Indonesia.
Loh kok Indonesia ? sebagaimana kita ketahui, kesuksesan buku pertama di Indonesia, membuat Ajahn Brahm sering berkunjung ke Indonesia. Kunjungan ini akhirnya membuat beliau menemukan cerita2 baru yang memperkaya buku ini. Misalnya saat beliau berada di suatu daerah yang dikatakan sebagai basis teroris, beliau justru merasa ada saat2 indah yang dia rasakan, saat kaum muslim ikut mendengarkan ceramahnya. Bahkan saat di bandara satu keluarga muslim mengejar ngejar beliau sampai ke bandara, dan meminta tanda tangan di buku serta tak lupa foto bersama, dimana Ajahn Brahm berfoto dengan keluarga yang para wanitanya berjilbab.

Judul2 dalam buku ini juga menarik, misalnya “Batin Teflon” yang maksudnya bila kita tidak berharap apapun maka kita tidak akan pernah kecewa, sebagaimana Teflon melepas semua yang berusaha menempel dalam dirinya, seperti itulah selayaknya manusia bersikap.
Ajahn Brahm juga mengingatkan pentingnya bersikap gembira, seperti saat dia sakit dan berpikir akan mati ketika dia masih kuliah. Namun saat itu seseorang dari perusahaan ekspedisi datang mengirimkan tape stereo miliknya dalam keadaan terurai, yang di kirim beberapa saat lalu dari rumahnya. Karena ukurannya yang besar Ajahn perlu beberapa waktu merakitnya. Namun kebahagiaan yang dia rasakan saat merakit dan harapan untuk bisa mendengar “Voodoo Child” nya Jimi Hendrix membuatnya lupa akan sakitnya, dan sembuh tak berapa lama kemudian. He he seorang Ajahn Brahm ternyata penggemar Jimi Hendrix.
Kisah menarik lainnya adalah tentang seorang pendeta budha, yang tidak memiliki benda berharga apapun di dunia kecuali motor Harley Davidson-nya. Kemana mana dia mengendarai motor tersebut dan baginya motor itu adalah sumber kebahagiaan. Suatu saat sehabis berbelanja, dia tidak menemukan motor-nya di tempat parkir, namun menyadari bahwa “rasa kehilangan” tidak membuatnya sedih dan malah membuatnya merasa lega dia menjadi lebih berbahagia lagi. Karena itulah makna kebahagiaan sejati, saat kita kehilangan rasa memiliki. Dia justru mendoakan sang pemilik baru dapat merasakan kebahagiaan yang sama. Uniknya dia akhirnya menyadari kalau dia salah tempat parkir, lalu ketika dia menuju tempat parkir yang sebenarnya dan menemukan motornya masih di situ, dia merasa menemukan dua kebahagiaan di hari yang sama.

The Mystery of Human Organ - Muhammad Suwardi


Sepertinya judul buku ini kurang sesuai dengan isinya, atau paling tidak dari persepsi saya bahwa arahnya akan lebih ke science. Apakah harapan saya yang berlebihan ?, rasanya tidak, maklum pengarang-nya seorang dokter, akupunturis sekaligus terapis.

Namun setelah membaca lebih lanjut, saya rasa penemuan terbesar yang diangkat buku ini adalah menemukan jawaban dari hadist Nabi Muhammad SAW yang berbunyi “Sungguh Allah memiliki tempat di bumiNya, yaitu hati manusia, sebaik-baiknya tempat bagiNya adalah hati yang paling bersih, teguh dan lembut, yaitu bersih dari dosa, teguh dalam agama dan lemah lembut dalam bersaudara (HR.ath-Thabrani)”. Hadist tersebut tentu perlu dilengkapi dengan hadist lain yang berbunyi “Sesungguhnya di dalam tubuh manusia ada segumpal daging, bila ia baik, maka baiklah seluruh tubuh dan apabila ia rusak maka rusaklah seluruh tubuh, ketahuilah gumpalan itu adalah hati (HR Bukhari dan Muslim)”.

Masalahnya apakah “hati” yang dimaksud, apakah kata2 “hati” dalam kedua hadist tersebut menunjuk pada obyek yang sama ? kenapa bukan otak dan kenapa bukan jantung ?. Menurut Suwardi, otak dan jantung bersifat listrik, sehingga cenderung panas, sebaliknya hati bersifat magnet, jadi cenderung dingin dan dapat menetralkan listrik jantung dan otak. Hati juga membersihkan kotoran tubuh, dan hati dapat rusak karena hal2 seperti minum yang memabukkan (mengandung alkohol). Selain itu jantung, sebagaimana hadist Nabi, yang menyebutkan setan masuk dari pembuluh darah, dimana jantung adalah sumber dari semua pembuluh darah. Selain itu setan menyukai sisi kiri, dan jantung berada di sisi kiri manusia sebaliknya dengan hati.

Selain mencoba menjawab misteri di “hati”, Suwardi juga menemukan bahwa kata “Allah” merujuk pada penarikan garis dalam tubuh manusia, mulai dari otak, ke jantung, kembali ke otak, hati, dan terakhir lidah. Suwardi juga menjelaskan keajaiban sujud, pada saat sujud, posisi hati lebih tinggi dari otak, yang makna-nya otak harus dikendalikan oleh hati. Jika otak dianggap sumber keangkuhan, maka saat sujud otak direndahkan. Hal ini sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW “Sedekat dekat keadaan hamba kepada Allah Ta’ala ialah ketika hamba bersujud (H.R. Muslim)”.

Kesimpulan akhir yang diangkat Suwardi adalah bagaimana Shalat dimaknai sebagai obat bagi kesombongan, untuk membentengi hati dari “kotoran dunia”. Dengan begitu maka hati yang sabar, ikhlas dan syukur akan menang dari kesombongan otak.

Thursday, August 09, 2012

Botchan - Natsume Soseki.

Ketika melihat sepintas buku ini saya mengiranya sebagai buku komik grafis, namun ternyata ini adalah sebuah novel yang konon merupakan salah satu buku yang sangat digemari di Jepang. Novel ini mengisahkan kisah hidup seorang bocah, yang merupakan anak bungsu dari dua bersaudara yang ditinggal mati ibu dan lalu enam tahun kemudian ayah-nya, sehingga akhirnya di usia yang masih muda harus menempuh hidup nyaris sebatang kara, dan berpisah dengan satu2nya saudaranya.

Saat dia masih kecil, abang-nya selalu mendapatkan perhatian lebih, sedangkan dia sebaliknya selalu diramalkan oleh ayahnya tidak akan menjadi apa2 sekaligus dianggap sebagai anak tak berguna. Situasi sulit ini membuat karakternya menjadi pendiam, dan lebih sering berkomunikasi dengan dirinya sendiri. Kulit abang-nya yang pucat sehingga terkesan sebagai keturunan bangsawan baginya seakan akan menjadi dinding pemisah “kasta” diantara mereka.

Apa arti botchan ?  kata ini merupakan panggilan hormat dari pekerja pada majikan-nya. Saat si bocah masih kecil ada seorang nenek yang sudah cukup lama bekerja pada keluarga mereka (bernama Kiyo), yang sangat perhatian pada di si bocah khususnya saat2 dimana dia dimarahi ayah-nya atau mendapat perlakuan yang tidak adil. Nenek ini bahkan selalu yakin bahwa kelak dia akan menjadi orang yang sukses dan sebaliknya pada abang-nya.  Nenek inilah yang memanggilnya dengan sebutan botchan.

Saat dewasa karena prestasi yang biasa2 saja, dia diusulkan menjadi guru muda pelajaran matematika di sebuah tempat terpencil sekaligus mengingatkan saya akan “Indonesia Mengajar” nya Anies Baswedan. Namun suasana di tempat ini sangatlah tidak nyaman, karakternya yang terlalu berterus terang (konon kabarnya merupakan karakter orang yang berasal dari Edo) sekaligus pendiam membuatnya cukup sulit diterima. Dan dia kesulitan menentukan mana yang lawan dan mana yang kawan. Belum lagi sebagian murid yang diajar memiliki tubuh yang lebih besar dari dirinya. Saat2 seperti inilah dia baru merasa betapa Kiyo adalah orang paling berarti yang dia miliki di dunia.




Pada masa inilah, dia harus menempatkan diri diantara guru ambisius (dia juluki sebagai si kemeja merah), kepala sekolah yang merasa selalu benar (dia juluki sebagai Tanuki alias binantang sejenis rakun), guru penjilat (Yoshikawa Kun yang dia juluki sebagai si badut), guru yang menjadi korban (Koga alias guru bahasa inggris), dan guru yang menginginkan perubahan (Hotta alias guru matematika alias si Landak). Dia juga harus mengalami “serangan” dari murid2nya yang berusaha mempermalukan dia, hanya karena hal2 sepele seperti makan mi / tempura di luar rumah, atau memasukkan belalang dalam kelambunya saat jaga malam hingga menulis kata2 sindiran di papan tulis.
“Aku benci si Badut, dia bakal berjasa besar pada Jepang, kalau saja dia mau mengalungkan karang besar di lehernya kemudian melompat ke laut”, begitulah cara Soseki menggambarkan kebencian-nya pada salah satu guru di sekolah. Atau cara “kurang ajar” sekaligus lucu dengan menjuluki orang2 disekitar tokoh utama. Ekspresif sekaligus kocak, memang buku ini enak dibaca, kalimat-nya mengalir lancar, dan cara Soseki memosisikan “aku” dalam buku ini mau tak mau mengingatkan kita akan karya Mark Twain “Huckleberry Finn”.

Bagaimana klimaks dari buku ini ?, sepertinya kurang enak kalau saya ceritakan dalam review ini, yang jelas ending-nya cukup memuaskan, dan merupakan pembalasan setimpal terhadap guru ambisius dan guru penjilat. Siapa Soseki ? dia lahir di Tokyo 1867, dan sempat menjadi guru di pedalaman Shikoku, dan lalu Kyushu. Tahun 1900 dia memperoleh beasiswa untuk belajar di Inggris, lima tahun kemudian di 1905 dia menerbitkan karya pertama, yang diikuti dengan “Botchan”. Beliau meninggal tahun 1916 sebelum menyelesaikan karya terakhir-nya.

Smile - Raina Telgemeier.

Masih kecanduan setelah menamatkan Laika, saat melihat novel grafis “Smile” dengan embel2 nominasi Eisner Award 2011, maka tanpa pikir panjang buku ini langsung saya sambar. Nama pengarang-nya yang terkesan berbau Indonesia meski ternyata tidak, juga sudah merupakan daya tarik sendiri. Bayangkan, Raina Telgemeier, rasanya di kuping saya seakan akan berbunyi “Raina yang berasal dari Tegal”.

Cerita ini sepertinya merupakan kisah hidup Raina sendiri karena kesamaan nama tokoh utama, jenis kelamin dengan sang pengarang. Diceritakan dengan gaya remaja, komik grafis ini sangat enak dibaca, dan memancing rasa penasaran kita hingga akhir.




Raina digambarkan sebagai anak sulung dari tiga bersaudara, kuatir dengan perkembangan gigi-nya, Ibu nya memaksa dia untuk ke dokter gigi. Namun apa daya saat bermain, dia terjatuh dan mengalami problem dengan dua gigi depan-nya. Sempat kehilangan dua gigi, meski satu ditemukan, dan yang satu menembus gusi hingga melesak dalam rahang, akhirnya menjadi awal yang tidak menyenangkan bagi Raina.


Setelahnya yang terjadi adalah dari operasi gigi yang satu ke gigi yang lain, berbagai macam dokter, teknik pemasangan, pembedahan, pembiusan harus dilalui Raina saat remaja. Belum lagi berbagai macam peralatan seperti karet khusus, headgear, kawat, dll. Pada masa itulah dia bisa membedakan mana sahabat sejati dan mana yang culas. Sempat salah memilih teman, membuat problem psiokologis dengan giginya semakin berat. Namun cerita ini berakhir bahagia, setelah Raina menemukan sehabat sejati sekaligus kondisi gigi yang lebih baik saat dewasa. Lalu Raina menemukan kepercayaan diri saat memilih karir sebagai kartunis sekaligus animator. Meski pada awalnya keberatan nonton bersama keluarga film “The Little Mermaid”, namun fim inilah yang menjadi inspirasi Raina memilih karirnya.
Apa kelebihan karya Raina ? meski dialognya keseharian, namun penggambaran dialog dan ekspresi wajah tokohnya sangatlah hidup. Raina kartunis kelahiran San Fransisco ini memiliki kemampuan menggambarkan ekspresi yang sangat kaya, ini membuat dialog2nya menjadi lebih kuat. Tak heran meski tema-nya sederhana, komik ini bisa meraih nominasi Eisner Award 2011.

New World Order - A.Ralph Epperson





Epperson adalah seorang sejarawan, penulis dan pengajar yang memiliki minat pada organisasi rahasia, khususnya yang bertujuan untuk membentuk “New World Order”. Sebagaimana buku2 mengenai organisasi ini, triggernya adalah “Great Seal” yang ada dalam cetakan uang satu dollar Amerika. Kata2 latin, gambar Elang, Piramida, Mata, dll. Namun berbeda dengan kebanyakan buku yang membahas soal ini, Epperson juga membahas komunis, dan juga humanis.

Apa yang menjadi dasar Epperson menulis buku ini ? terlihat sekali kekuatiran Epperson akan masa depan Amerika, yang semakin jauh dari nilai2 agama, keluarga, yang mengakibatkan kualitas generasi muda mereka mengalami kemerosotan nilai.  Dan dibalik ini semua Epperson melihat adanya tangan2 kekuasaan yang bermain dan mempunyai rencana besar terhadap umat manusia. Campur tangan pemerintah Amerika dalam pendidikan agama dengan mensyaratkan sertifikat pada guru / pendeta, bahkan memenjarakan sebagian dari mereka, menunjukkan bahwa pemerintahan tidak lebih merupakan perpanjangan tangan organisasi ini, untuk mencegah anak2 mendapatkan pelajaran agama yang cukup dari keluarga dan lingkungan-nya. Begitu juga dengan melegalkan hubungan sesama jenis, sehingga eksistensi keluarga “normal” menjadi terancam. Atau dilegalkannya Humanis sebagai agama, meski humanis, tidak memiliki kitab ataupun nabi.

Hobinya membaca, membuat Epperson merasa tidak ada buku yang cukup komprehensif dan membahas kaitan antara hal2 ini, mulai dari periode awal sd sekarang, Dengan buku ini Epperson berusaha mengingatkan kita semua untuk waspada, dan berani menghadapi perubahan nilai tersebut.


The New World Order
Mulai dari revolusi Perancis, Komunis di Rusia, Nazi di Jerman, dibahas oleh Epperson dengan panjang dan lebar (meski kadang terasa bertele tele) , sehingga memberikan kita pemahaman akan benang merah yang terulur diantara peristiwa besar tersebut. Epperson juga menyingkirkan kata “kebetulan” sebagai pemicu peristiwa ini. Dimata Epperson semua ini diatur, dan ibarat film, meski kita melihat dengan jelas apa yang terjadi dengan tokoh utama, namun tak banyak yang diketahui orang mengenai sang sutradara.

Mulai dari gerakan New Age, Humanis, Lord Maitreya, Ritual, Misteri besar Illuminati / Freemason, Simbol Ular / Bintang / Matahari, penyembahan Lucifer, Putra Cahaya, Piramida Giza, Obelisk, Karl Marx, Hitler, Freemason, Lenin, Albert Pike, Adam Weishaupt, Hiram Abif, Derajat, konspirasi Federal Reserve, hubungan Freemason dengan para presiden Amerika, dan lain lain semua dibahas oleh Epperson. Pada dasarnya dimata Epperson, ada tiga hal yang menjadi fokus penghancuran organisasi rahasia ini, yaitu penghancuran keluarga, penghancuran agama dan penghancuran kepemilikan. Dengan demikian tujuan untuk menjadikan dunia berada dibawah satu pemerintahan menjadi semakin mudah dilakukan.

Dimata para penggerak yang tersembunyi, tidak jadi masalah cara yang dilakukan, karena hasil akhir membenarkan cara. Dan kekuatan utama dari organisasi yang mengagungkan akal ini adalah bahwa mereka tetap tersembunyi sampai dengan tujuan mereka tercapai, dan misteri terbesar mereka yang menurut Epperson adalah penyembahan dan kesetiaan pada Lucifer dapat dilaksanakan.

Wednesday, August 08, 2012

Inspirasi dari Singapore #1 of 4 – Changi, MRT dan NUS

Karena si sulung berencana untuk kuliah di Singapore pada 2013, saya sekeluarga memutuskan untuk berangkat survey lokasi ke sana 5 Juli 2012 lalu. Meski bagi anak dan istri  ini merupakan kunjungan yang pertama, bagi saya pribadi ini adalah kunjungan ke tiga. Kami terbang langsung dengan Air Asia dari Husen Sastranegara yang sudah dipesan jauh hari sebelumnya. Changi masih belum banyak berubah, bandara yang lebih mirip mal ini dilapis karpet dari ujung ke ujung dan sangat bersih. Namun kursi pijit yang dulu tersebar rasanya tidak lagi saya temukan.


Namun demikian sebagaimana masyarakat negara maju dimana seni sangat dihargai, ada atraksi menarik di Changi, yaitu ratusan bola berwarna emas dan diikat tali tipis serta  transparan, turun dan naik secara terprogram sehingga membentuk komposisi yang indah. Kadang seperti gelombang, dan saat lain seperti topografi daratan.

Mendarat di terminal 1 lalu kami segera mencari Sky Train untuk menuju ke Terminal 2, karena terminal MRT memang adanya di Terminal 2. Setelah naik MRT, kami berhenti di persimpangan Tanah Merah, lalu MRT lanjut lagi melewati persimpangan City Hall, akhirnya kami turun di stasiun MRT Dover  yang sekaligus terdekat dengan National University of Singapore (NUS). Perjalanan kami lanjutkan dengan taxi, supir yang tahu kami datang dari Bandung dengan bersemangat cerita liburan terakhirnya di Bandung yang menurutnya sangat seru, “makan terus” katanya sambil menyebutkan sebuah restoran terkenal di Bandung Utara, serta “murah2 jadi tak mau balek” katanya ketika belanja di Pasar Baru. Hemm jadi kalau orang Indonesia jalan2 ke Singapore, sebaliknya supir taxi Singapore malah jalan2 ke Bandung.


MRT merupakan fasilitas utama bagi transportasi di Singapore, selain murah meriah, MRT juga menyediakan tiket terusan yang dimungkinkan karena kementerian perhubungan mengatur integrasi antara beberapa moda angkutan. Penggunaan fasilitas seperti ini juga membuat masyarakat lebih sehat, karena dikombinasikan dengan jalan kaki, dengan jarak lumayan dari dan ke stasion MRT. Di Singapore hanya orang2 tertentu saja yang mau menggunakan mobil, pajak yang tinggi dan susahnya lahan parkir membuat orang berpikir dua kali kalau harus membeli mobil. Hal ini mengingatkan saya akan menteri “nyleneh” Dahlan Iskan yang baru2 ini berusaha mengintegrasikan PPD, DAMRI dan KAI, semoga saja Indonesia juga bisa melakukan hal yang sama.

Ada kejadian menarik saat MRT penuh dengan penumpang yang akan masuk, meski saya sudah berusaha secepat mungkin namun pintu sudah keburu tertutup, saat kritis, si bungsu saya dorong kedalam meski sempat terjepit pintu, sedangkan saya meski sempat terjepit juga namun sudah tidak sempat masuk. Saya menunggu kereta berikutnya dan naik di urutan gerbong yang sama begitu keluar istri menyongsong saya dengan wajah haru, sepertinya dia sempat takut kehilangan suami. Namun kejadian yang sama terjadi lagi, kali ini anak2 yang ketinggalan, namun dengan strategi yang sama, kami bertemu kembali di terminal berikutnya.


NUS merupakan kompleks pendidikan yang sangat besar, dan mendekati kampus, puluhan apartemen bagi mahasiswa terlihat menjulang. Setelah melihat lihat dan tanya sana sini, kami langsung menuju Arts and Social Science Faculty. Kebetulan jurusan yang diincar anak saya “Communication and New Media” ada dibawah fakultas ini.  Suasana di kampus ini sepi dan dari gedung satu ke gedung yang lain cukup jauh, meski terlihat beberapa bis khusus. Setelah puas jalan2 di NUS, kami segera menuju Apartemen Lucky Plaza di sekitaran Orchard Road lagi2 menggunakan MRT. Kali ini kami dari Dover menuju Raffles Place, lalu dari sini ganti jalur dari Hijau ke Merah, dan berhenti di Orchard, muncul di pintu terowongan disamping Tang Plaza, jalan kaki sedikit maka kamipun sampai di Apartemen Lucky Plaza.

Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2012/08/inspirasi-dari-singapore-2-bukan-lagi.html

Inspirasi dari Singapore #2 of 4 – Bukan Lagi Surga Belanja

Apartemen yang kami sewa merupakan milik perorangan dan dimiliki oleh Madame So dan putranya. Dia memiliki team sendiri (sepertinya sih TKI juga) untuk membersihkan ruangan, mencuci, dll. Ketika kami sampai, penghuni sebelum-nya masih belum check out sehingga kami terpaksa menunggu sedikit lama. Ketika check in, tanpa basa basi Madame So  menuntut dilunasi terlebih dahulu biaya kamar tiga malam plus jaminan (meski kami sudah memberikan DP untuk satu malam). Apartemen ini sudah cukup tua, kalau dari bangunan sepertinya sudah sekitar 20 tahun, di bagian bawah terdapat mall yang penuh TKI jika diakhir minggu. Dalam mall ini ada salah satu restoran ayam penyet terkenal di Singapore milik pengusaha Surabaya. Jangan kaget kalau minum teh botol disini, harganya menjadi berlipat lipat. 

Malam-nya kami sempat hunting di seputaran Lucky Plaza mencari lensa Canon Wide (buat saya) dan Canon Macro (buat anak saya), namun ternyata harga yang ditawarkan masih lebih mahal antara 1,5 sd 2 jt dibanding harga Jakarta. Anak saya akhirnya memutuskan untuk membeli Sigma 18-200 karena harganya tidak jauh berbeda dengan Indonesia, dan kami dapat proses tax refund di Changi saat pulang. Sales kamera masih membujuk saya untuk membeli converter saja dan mereka tawarkan dengan harga 2 sd 3 juta tergantung brand (salah satunya Rollei). Istri saya sendiri merasakan hal yang sama ketika harus belanja beberapa souvenir bagi keponakan2 kami. Sepertinya Singapore bukan lagi surga belanja bagi turis Indonesia. Bahkan ketika kami ke Mustapha Center di Little India yang konon kabarnya merupakan surga belanja dan memiliki lebih dari 150 ribu item, harga2 tetap terasa lebih murah di Indonesia.


Di Mustapha saya dan anak sempat “berantem” dengan penjual kamera, yang ngotot kami harus membeli lensa sekaligus dengan pelindung ultra violet. Akhirnya saya memutuskan untuk tidak membeli apapun, kecuali sandal untuk mengganti sepatu saya yang jebol dan akhirnya saya  tinggal di salah satu tempat sampah di Orchard Road. 
Tak banyak makanan khas yang kami coba, saya sempat mencoba teh tarik, kari kambing dengan roti cane, dan nasi lemak. Namun istri dan si bungsu sempat mencoba es potong yang biasanya di jual di pinggir jalan Orchard Road. Selebihnya kami malah makan masakan padang , ayam penyet dan nasi timbel di restoran Indonesia yang kami temukan. Saya sempat mencoba kelapa muda yang dikupas dan berbentuk bagaikan gelas raksasa, meski tanpa gula rasanya sungguh manis.

Meski bukan lagi surga belanja, saya  berpendapat untuk negara kota (baca : mini) seperti Singapore, mereka memiliki pola pikir yang luar biasa, karena mereka mengklaim memiliki Kebun Binatang “Rain Forest” terbesar di dunia, mereka juga merupakan negara pertama yang menyelenggarakan balapan F1 di malam hari, yang karena keterbatasan sirkuit akhirnya malah dilakukan di jalan2 utama persis seperti Monaco, mereka juga memiliki air mancur terbesar dunia (di Suntec Tower yaitu perkantoran dan mall yang menirukan tangan dan jari2nya dimana jari sebagai tower dan berjumlah lima serta panjang dan pendeknya mengikuti bentuk natural dari tangan) dll. Selain itu mereka juga memiliki “bianglala” terbesar di dunia yaitu Singapore Flyer. Jadi meski kecil mereka mampu berpikir besar.

Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2012/08/inspirasi-dari-singapore-3-sentosa.html 


Inspirasi dari Singapore #3 of 4 – Sentosa Island, Universal Studio dan Crane Dance

Hari kedua di Singapore sesuai rencana kami putuskan untuk ke Universal Studio di Sentosa Island. Setelah naik bus ke mall VIVO City, dari lantai tiga kami menggunakan shuttle train yang cukup sekali bayar sudah termasuk untuk tiket pulang kembali ke Singapore dari Sentosa senilai S$ 3,5 perorang / pp. Ada pilihan lain menggunakan cable car, tetapi harganya cukup mahal, tepatnya S$ 29 perorang / pp.

Di Sentosa ada dua station, untuk ke Universal Studio berhenti di Imbiah Station (persis sebelum Beach Station) lalu kita menuruni tangga dan langsung masuk ke area studio. Mirip dengan Ancol disini ada beberapa wahana, ada yang menggunakan model perahu, kereta, mobil, dll. Dimana semuanya mengacu pada film2 best seller keluaran Universal.


Wahana2 yang ada misalnya Madagascar, Far Far Away, The Lost World, Ancient Egypt, Sci-Fi City, dan New York. Begitu masuk Madagascar, saya tercengang melihat antri yang gila2an, kaki luar biasa pegalnya, dan sedihnya petualangan-nya jauh dari menarik dan nyaris tak ada bedanya dengan wahana serupa di Ancol. Lantas kami antri kembali di Far Far Away, disini sambil menunggu penjelasan dari instruktur, kami mulai keletihan akibat Madagascar, tetapi ketika akhirnya pertunjukan dimulai, cukup menarik simulasi 3D+1 nya, karena selain 3D, plus angin, air, dan juga kaki kami seakan akan dibelai oleh kaki  serangga sesuai dengan adegan dilayar, yang sempat membuat sebagian penonton menjerit. Far Far Away mirip dengan salah satu wahana 3D plus di Ancol yang menceritakan kehidupan bawah air, juga dilengkapi semprotan air dan angin.

Lalu masuk ke wahana Lost World, sayang kami tak sempat masuk ke wahana Water World karena jam-nya tidak pas. Di Lost World, mirip seperti arung jeram namun dengan binatang2 purba sepanjang perjalanan. Disini nyaris semua peserta basah kuyup, mulai dari disemprot dinosaurus, sampai disemprot penonton. Loh kok disemprot penonton ? ya betul, ini saya baru tahu belakangan, ternyata ada senapan air yang disewakan pada penonton diluar arena Lost World, dengan waktu terbatas mereka menembak para peserta saat perahu-nya mendekat. Adegan puncaknya cukup mengerikan, perahu tiba2 terangkat tinggi sekali, lalu kami semua nyaris dilalap T-Rex, dan saat melihat keatas dengan muka ketakutan inilah kami dishoot, yang lantas photonya ditawarkan di pintu keluar, hemm trick marketing yang oke juga.


Setelahnya kami antri kembali di Treasure Hunt, yaitu keliling situs penggalian di mesir dengan wahana berbentuk jip, begitu  selesai dan menyadari jeleknya wahana yang satu ini, baru kami tahu sebenarnya atraksi yang lebih menarik adalah “Revenge of The Mummy” namun apa daya jam-nya lagi2 tidak tepat, lagipula kami harus segera mencari tempat sholat. Musholla satu2nya di Universal Studio ini, terletak kurang lebih dibawah Battlestar Galactica, wahana roller coaster dengan kecepatan diatas 80 km/jam dan setinggi 45 meter. Meski bersih sayang, sajadah-nya berbau pengap, saat wudhu saya merasa perih di bagian kaki, ternyata kulit-nya pada mengelupas, karena perjalanan “berat” seharian.

Di Sci-Fi City, kami tidak mau buang2 energi dengan Battlestar Galactica, jadi kami langsung memutuskan ke wahana Transformer, benar2 nasib, ternyata ini wahana adalah wahana dengan antrian terpanjang. Seumur hidup rasanya tidak pernah saya antri sepanjang ini. Sempat beberapa kali kami ragu dan memutuskan untuk kembali saja, namun dengan sisa tenaga yang ada kami putuskan untuk tetap bertahan dan saling menguatkan. Akhirnya benar2 tidak menyesal, dengan adegan seakan akan kami berada dalam tubuh Optimus Prime bertarung menghadapi musuh2nya, kami menghadapi kejutan2 luar biasa dengan teknologi 3D termaju. Rasanya penat dan letih terbayar dengan adegan2 dalam wahana ini.

Hari sudah menjelang sore, meski sempat dihibur di area New York oleh Marylin Monroe gadungan yang sangat ramah pada siapapun yang mengajak berfoto, kami memutuskan untuk masuk ke wahana Lights, Camera and Action nya Spielberg. Ini salah satu wahana yang asyik, meski antrinya cukup panjang, namun rasa letih sudah membuat malu kami hilang dan sekenanya melonjorkan kaki di lantai, meski orang2 melihat dengan aneh. Maklum kaki sudah tidak mau diajak kerja sama. Dan ternyata ini salah satu wahana yang paling realistis meski harus ditonton sambil berdiri, panas api, tiupan angin dan adegan akhir dimana sebuah kapal tiba2 mendobrak ruangan membuat kami tercekam.

Wahana terakhir adalah Monster Rock, ini merupakan panggung rock dengan artis yang didandan ala Frankenstein, Vampire, Mummy, dll. Nyaris tanpa antri, saya sempat tertidur pulas selain karena kecapean, juga karena pertunjukan yang luar biasa membosankan. Saat pulang saya dan anak2 minta maaf pada istri, karena kami awalnya tidak pernah tertarik ke Universal Studios, namun menariknya2 wahana2 khususnya Transformers (dan berikutnya Lost World), membuat kami berubah pandangan. Moral of the Story yang saya sampaikan pada anak2 adalah apa yang paling menarik ? Transformer ! kata mereka serempak, nah itulah hidup kata saya, perjuangan terberat (dalam antrian) memberikan kenikmatan terbesar juga.


Saat pulang kami mampir ke pinggir laut melihat pertunjukan bangau yang terbuat dari crane raksasa, dengan sayap2 yang dibentuk dari air yang disemprotkan, serta dengan bantuan dua layar raksasa. Pertunjukan yang spektakuler dan diakhiri dengan kembang api. Sebenarnya ada dua pertunjukan mirip disekitar sini, namun perut yang keroncongan memaksa kami meninggalkan pertunjukan satunya yaitu “Song of The Sea”.

Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2012/08/inspirasi-dari-singapore-4-merlion-dan.html