Thursday, May 30, 2013

Borobudur dan Peninggalan Nabi Sulaiman - KH Fahmi Basya

Saat Galileo Galilei mengatakan bumilah yang mengelilingi matahari dan bukan sebaliknya maka hidupnya berubah, dari ilmuawan yang disegani menjadi musuh gereja. Saat Henry Ford membuat kereta tanpa kuda, semua orang berpikir itu tidaklah mungkin namun akhirnya mobil membanjiri dunia. Saat Wright bersaudara ingin membuat manusia dapat terbang semua orang juga mentertawakan-nya.  Jadi apa yang dulu menurut kita tidak mungkin justru ternyata mungkin saja setelah waktu membuktikan.

Saat Arysio Nunes dos Santos (
http://hipohan.blogspot.com/2010/03/atlantis-lost-continent-finally-found.html) mengatakan Indonesia adalah Atlantis, banyak orang yang menyangsikan, namun beliau membuat tabel dan membandingkan semua lokasi di dunia yang diduga sebagai Atlantis.  Dan saat beliau mengatakan bahwa di lokasi tersebut harus ada Super Volcano sebagai penyebab tsunami (karena tenggelam hanya dalam 1x24 jam), daratan dibawah laut di sepanjang pantai harus terbukti sebagai lokasi yang menyimpan bukti2 peradaban, cara bertani, kekayaan alam, bahan tambang seperti emas, maka ternyata teori ini menjadi sulit untuk dibantah.

Jadi jangan pernah memandang rendah sesuatu yang rasanya tidak mungkin, nah seperti itulah yang saya rasakan saat membaca buku KH Fahmi Basya, yang alih2 menerima begitu saja penelitian Von Erp yang menyatakan Borobudur peninggalan dinasti Syailendra abad ke delapan, tetapi beliau justru berusaha mencari bukti sebaliknya. Awalnya saya tidak tertarik sama sekali dengan buku ini, namun melihatnya berkali kali setiap kali ke toko buku jujur saja membuat penasaran.




Tidak tanggung2 KH Fahmi Basya memberikan 40 bukti eksak, mulai dari pelat emas yang ditemukan di pemandian Ratu Boko dengan pesan “basmallah”, adanya hutan Saba (yang sekarang dinamakan Wonosobo, dimana wono artinya hutan), lokasi yang dinamakan dengan Sleman (diyakin sebagai asal kata Sulaiman) , relief unik di Borobudur seperti seorang wanita yang berjalan di kolam penuh ikan, relief lelaki yang berbicara dengan burung, relief pria yang bertelekan pada sebuah tongkat, adanya sarang semut, ratu yang memimpin kerajaan, buah yang luar biasa pahit, altar penyembahan matahari, bagian istana yang dipindahkan,  dan lain2. Jika Arysio harus membandingkan dengan banyak kandidat Atlantis, seperti Sardinia, Kreta, Santorini, Sisilia, Siprus dan Malta, maka sebaliknya KH Fahmi Basya cukup membandingkan dengan Yaman yang selama ini diduga sebagai asal ratu Saba.


Apa sih sumber yang digunakan beliau dalam menyimpulkan penelitian ini ?, pertama tentu saja Al Qur’an, kedua hasil penelitian langsung di Borobudur, hasil penelitian peninggalan di sekitar lokasi, informasi mengenai Yaman sebagai salah satu kandidat lokasi, termasuk informasi2 seperti situs piramid raksasa di perairan papua, dll. Tidak tanggung2 KH Fahmi Basya sendiri sudah melakukan penelitian ini sejak 1979 dan sudah lebih dari 20x melakukan penelitian di lokasi2 tersebut. Namun diluar fakta2 yang diangkat  kadang terkesan beliau melakukan utak atik angka dan mengingatkan saya akan gaya Jaber Bolushi, yang buku-nya cukup fenomenal namun mengundang kontroversi.

Saya sendiri meski pernah ke Borobudur beberapa kali, namun sama sekali tidak pernah terpikir sebagaimana yang disampaikan oleh KH Fahmi Basya.  Bagaimana dengan anda ? tidak percaya ? silahkan saja, namun penjelasan KH Fahmi Basya yang juga dosen di UIN Syarif Hidayatullah cukup kuat, hanya saja kalau teori ini diterima, bagaimana beliau menjelaskan penampakan patung Buddha yang boleh dikatakan mirip dengan semua penampakan patung tersebut di negara2 yang memang mengamalkan Buddha sebagai keyakinan. Selain itu sebagaimana keyakinan umat muslim bahwa semua Nabi mengajarkan agama yang sama, jadi cukup aneh kalau kita bisa melihat penampakan patung (baca : berhala) nyaris disekujur Borobudur, kecuali yang dimaksud KH Fahmi Basya adalah dibuat oleh Ratu Boko alias Ratu Bilqis menurut keyakinan beliau. Pertanyaan berikutnya, lantas kalau Borobudur dianggap dibuat dengan bantuan mahluk non manusia (karena menurut KH Fahmi Basya batu yang ada di Borobudur bukan dipahat melainkan dibentuk seperti adonan), bagaimana dengan candi2 lain yang tak kurang rumit seperti Prambanan. KH Fahmi Basya sendiri memang mengundang orang untuk membuktikan kalau memang hipotesa beliau salah.



Belajar dari Lebah dan Lalat


Dalam kitab suci dijelaskan bahwa manusia harus menggunakan pikiran-nya, karena di sekitar kita begitu banyak tanda2 yang diberikan Sang Maha Pencipta melalui ciptaan-Nya, namun ini hanya dapat dilihat bagi yang menggunakan pikiran-nya. Karena meski mata kita tidak buta, jika pikiran kita buta, maka kita tidak akan mampu melihat tanda2 dimaksud.

Seorang teman di milis Pajero, sharing mengenai serangga, yakni mengenai lebah dan lalat dua aktor penting dalam dunia serangga. Pertanyaan-nya mengapa lebah cepat menemukan keindahan (baca : bunga) ? sebaliknya lalat cepat menemukan kejelekan (baca : kotoran / bangkai) ? Sebagai catatan tambahan bahkan hanya beberapa jenis belatung dari lalat tertentu dalam ilmu forensik digunakan untuk menghitung umur bangkai. Tahap2 perkembangan belatung ini nyaris selalu akurat dan dapat digunakan sebagai paramater. Anehnya mereka selalu saja dengan mudah menemukan lokasi bangkai, meski kadang ditempat tertutup. 

Apa yang mendorong mereka menemukan keindahan atau kejelekan ? ternyata karena naluri lebah memang hanya untuk menemukan bunga, sedangkan naluri lalat hanya untuk menemukan kotoran. Lebah tidak tertarik pada kotoran, sebaliknya, lalat tidak tertarik pada harum dan keindahan bunga. Alhasil, lebah kaya akan madu sedangkan lalat kaya kuman penyakit.

Hem jika dunia serangga ini kita cari analoginya dalam kehidupan manusia, mengapa sebagian orang memilih menjadi jahat dan sebagian orang memilih menjadi baik ? Karena orang jahat tidak tertarik pada hal-hal yang baik, sebaliknya bila ada hal-hal yang jahat, menyakiti orang lain, menyebarkan gosip, melakukan kebohongan, menyebarkan rasa permusuhan, mereka jadi begitu bersemangat untuk melakukannya tanpa pikir panjang.

Orang baik ialah orang yang tidak tertarik dan tak mau merespon akan hal-hal buruk, menyakiti, isu yang tak jelas, semua hal yang berbau kejahatan yang sekalipun terkadang nampak sekilas baik dan benar. Sebagaimana lalat dan lebah, apa yang dipikirkan akan menghasilkan apa yang dilihat dan apa yang dilihat akan menghasilkan apa yang diperoleh.

Jadi hidup ini sangat tergantung dengan hati dan pikiran. Jika hati dan pikiran selalu negatif maka apa saja yang dilihat akan selalu negatif dan hasilnya adalah penderitaan, sakit hati, kecewa, iri hati dan sirik.Jadi mulailah dengan hati dan pikiran yang selalu positif maka apa saja yang dilihat akan selalu positif dan hasilnya adalah kebahagiaan. Jika kita seperti lebah yg menghasilkan madu, maka orang-orang disekeliling kita juga akan mencicipi manisnya. Tapi jika kita seperti lalat, maka kuman yang kita tebarkan juga akan mencelakakan orang lain.

Kita tutup inspirasi ini dengan firman Allah sbb; "Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan" (QS Al-Baqarah 2:164)

Wednesday, May 29, 2013

Who Moved My Cheese - Spencer Johnson


Sebenar-nya sih ini cerita sederhana mengenai bagaimana kita menghadapi perubahan. Hemm seperti yang saya simpulkan sendiri mengenai perubahan, saat kita lulus kuliah, kita mulai menerima undangan pernikahan teman, lalu undangan syukuran kehamilan teman atau pasangan-nya, undangan perayaan kelahiran anak teman, undangan khitanan anak teman, berita berpulang-nya orang tua teman atau bahkan orang tua kita sendiri, berita pernikahan anak teman, sd berita meninggal-nya teman atau pasangan-nya satu persatu, lalu akhirnya kita sendiri. Ini contoh yang sadar tidak sadar terjadi disekeliling kita.



Di lain pihak ada yang mengatakan kenapa sih begitu terikat-nya kita dengan materi,  padahal sebelum menjadi milik kita, materi tsb adalah milik orang sebelum kita, dan kelak menjadi milik orang setelah kita. Hemm ini pun merupakan bagian dari perubahan yang harus kita sadari.

Lalu kita yang lahir tanpa gigi, penglihatan kabur, tak mampu berjalan, tak mampu mencari makan sendiri, maka setelah dewasa akan kita akan kembali tanpa gigi, kabur penglihatan, kesulitan berjalan dan juga tak mampu mencari makan alias mengandalkan diri pada orang lain.

Intinya dari tiga hal diatas, bahwa hidup ini penuh dengan perubahan, tidak ada yang abadi, suatu masa mungkin apa yang bisa kita lakukan dibutuhkan orang lain, namun kali yang lain mungkin saja sudah ada hal baru yang diterapkan dan tak memerlukan keahlian  yang kita miliki, contoh jika ban padat sudah diproduksi maka tidak akan ada profesi tambal ban, jika transaksi digital sudah tersedia,  maka orang mungkin tak lagi perlu ke pasar, saat HP menjadi trend maka “pager” tinggal kenangan, dan tadi pagi di televisi, saya melihat beberapa restoran mie hanya ditangani oleh satu orang dan beberapa robot pembuat mie. Si pemilik restoran berkilah dia membayar lebih murah untuk kualitas masak yang dijamin selalu sama.

Cerita ini dibuat oleh Spencer Johnson, pengarang buku, pembicara dan  konsultan yang juga terkenal dengan bukunya serial “One Minute” seperti One Minute Mother, One Minute Father, dll. Alih2 menasehati orang dengan kata2 mutiara mengenai perubahan, Johnson membuat  cerita lucu yang dibintangi 2 ekor tikus (Sniff dan Scurry) dan 2 kurcaci (Hem dan Haw). Mereka berempat  yang  tinggal di labirin, suatu saat menemukan persediaan keju yang mereka pikir tidak akan habis, terlena dengan situasi itu, mereka akhirnya sangat “shock” saat mengetahui tak ada yang abadi, dan 2 kurcaci yang merasa dirinya lebih pintar khususnya justru belajar banyak dari tikus, yang tidak mau mempermasalahkan kenapa keju mendadak habis, dan memilih terus mencari persediaan keju baru.

Kadang2 memang lebih baik untuk fokus terus dengan berusaha dibandingkan  mempertanyakan, menyesali semua keadaan yang toh sudah terjadi. Untunglah kedua kurcaci akhirnya dapat menyimpulkan strategi untuk menghadapi ketidak pastian masa depan sbb;


Change Happens - They Keep Moving The Cheese
Anticipate Change - Get Ready For The Cheese To Move
Monitor Change - Smell The Cheese Often So You Know When It Is Getting Old
Adapt To Change Quickly - The Quicker You Let Go Of Old Cheese, The Sooner You Can Enjoy New Cheese
Change - Move With The Cheese
Enjoy Change! - Savor The Adventure And Enjoy The Taste Of New Cheese!
Be Ready To Change Quickly And Enjoy It Again - They Keep Moving The Cheese.


Meski topik-nya sederhana, buku banyak membantu orang untuk memahami eksistensi perubahan, dan berani menghadapinya. Tidak aneh kalau buku ini akhirnya diterbitkan dalam 37 bahasa dan terjual nyaris 26 juta eksemplar.

Thursday, May 23, 2013

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #1 of 18 Persiapan


Setelah anak2 memasuki masa ujian, saya, istri dan adik perempuan  istri serta suaminya memutuskan untuk mengajak anak2 berpetualangan lagi. Pada petualangan sebelumnya kedua keluarga kami sempat ke Denpasar dengan menyetir sendiri  tahun 2004 (Bandung - Semarang - Surabaya - Denpasar - Bromo - Yogya - Bandung), dan ke Singapura tahun 2012, hemm jadi kini apa sasaran berikutnya ?.  Diantara waktu tsb saya dan istri sempat ke Sydney,  Saudi Arabia  2x(Jeddah, Mekkah dan Madinah), Batu, Singkawang, Pontianak, Makassar, Denpasar serta Lombok, sedangkan saya sendirian pernah ke Hanoi – Vietnam dan juga Sorowako, Batam, Balikpapan, Samarinda, Padang Sidempuan, Bangka - Belitung, Padang dan Bukit Tinggi. Untuk ke Malaysia entah kenapa sepertinya saya belum tertarik, begitu juga ke Thailand. Bertualang hemm, kenapa ini menjadi salah satu hobby saya, sepertinya dipengaruhi komik Tintin karya Herge sejak kecil plus dengan minat saya akan fotografi.

Suatu hari saat jalan2 ke Gramedia, saya membeli buku Hongkong, Shenzhen dan Macau dan langsung dilalap istri, begitu kami berdua tamat membaca-nya, maka kami pinjamkan ke adik sekeluarga, dan ternyata mereka menyambut baik rencana tersebut (khususnya karena adik istri memang sudah sejak dulu ingin ke Disneyland Hongkong), dan mulai lah perburuan buku2 lain-nya, disambung dengan perencanaan rute,  pelacakan hotel via www.agoda.com, pencarian peta rute angkutan setempat, sampai dengan penukaran mata uang yang jumlahnya disesuaikan dengan lama hari di masing2 masing lokasi. 


Kenapa kami memilih Hongkong, Shenzhen dan Macau, pertama kami belum pernah kesini sebelum-nya, kedua ini bukan cuma tiga lokasi, namun tiga negara, dengan pemerintahan, budaya dan mata uang masing2 (sehingga memiliki daya tarik masing2 yang spesifik), lalu ketiga, jarak antara ketiganya relatif dekat dan bisa ditempuh dengan Ferry.

Lantas setelah ketemu bersama sekitar 3x, maka setelah ditentukan tanggal keberangkatan, dan juga merefer pada harga tiket dan hotel pada tanggal tersebut, kami memutuskan untuk berangkat tanggal 10/5/2013 dengan rute Air Asia rute Jakarta - Hongkong transit via Kuala Lumpur, lalu tanggal 13/5/2013 Hongkong  - Macau dengan Ferry Cepat Turbo Jet, dan tanggal 14/5/2013 Macau - Shenzhen lagi  lagi dengan Ferry Cepat Xun Long dan terakhir kembali ke Jakarta dengan rute Shenzhen – Jakarta transit via Kuala Lumpur.

Hemm kenapa pakai Air Asia ?, yang jelas airline satu ini memiliki tarif yang sangat bersahabat khususnya jika perjalanan sudah direncanakan jauh2 hari sebelumnya. Kami juga bahkan memesan menu langsung secara online sehingga saat di pesawat khususnya rute Kuala Lumpur – Hongkong dan Shenzhen – Kuala Lumpur sudah tinggal “mangap siap menyantap” saja. 


Untuk menu, yang penting beda, toh dalam perjalanan, saya dan keluarga ada tradisi, tukar menukar makanan. Makanan di Air Asia tersedia mulai dari Nasi dengan Chicken Curry, Nasi Lemak dengan Teri Medan plus Kacang dan Telur Rebus, Nasi Goreng Sate sampai menu khusus Nasi Briyani untuk vegetarian.  Masih belum yakin dengan tarif Air Asia ? penerbangan Jakarta – Hongkong dengan Garuda membutuhkan sekitar Rp 2,6 juta, sementara Air Asia via Kuala Lumpur sekitar Rp 700 ribu saja (di low season).  Tapi tentu saja kita memerlukan transit sekitar empat jam dan tiba di Hongkong malam hari. Karena perjalanan ini tidak terjadi di low season, kami bisa mendapatkan tiket sekitar Rp 1,5 jt namun sudah termasuk makan (untuk perincian biaya dapat dilihat di seri artikel ini khususnya di Part #18).

Untuk hotel, adik ipar sekeluarga berusaha mencari lokasi terdekat dengan pusat kota, sesuai budget , dekat pusat makanan (khususnya KFC dan McDonald), belanja dan khususnya stasiun MTR (jika di Shenzhen dan Hongkong disebut MTR sedangkan di Singapore disebut MRT) atau Bis (jika di Macau). Selain itu rating dari www.tripadvisor.com  juga menentukan pilihan kami apakah hotel tersebut layak atau tidak. Dengan semua kategori tersebut terpilihlah USA Hostel (Mirador Mansion, Nathan Road, Hongkong), East Asia Hotel (Rua Da Madeira, Macau) dan Colour Inn (Li Xin Road, Xin Hua Yuan Building 4th Floor, Luohu-Dongmen, Shenzhen). Disamping itu adik ipar membawa hasil print google map, dari satu lokasi ke lokasi lain untuk memudahkan kami memilih moda transportasi.


Tak lupa kami membawa semua hasil print-an tiket, peta dari lokasi stasiun terdekat ke hotel, peta pulau, buku2 panduan, beberapa blog mengenai lokasi wisata di tempat tujuan, dan disertai doa kami-pun berangkat meninggalkan tanah air dengan perasaan “ngeri ngeri sedap” kalau mengutip istilah Shutan Bhatoegana yang kebetulan agak mirip dengan salah satu teman di kantor.  Tak lupa kami juga membawa jaket untuk berjaga-jaga khususnya di Hongkong yang dikenal sebagai lokasi yang sering dikunjungi badai.


Sealnjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_5278.html

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #2 of 18 Jakarta – Hongkong via Kuala Lumpur


Berangkat Jumat pagi, kami menggunakan pesawat Air Asia berwarna kuning flight AK1381, kok bukan merah ? saya rasa karena sepertinya ini pesawat sewaan Air Asia, Saya cukup yakin kalau ini pesawat Malaysia, selain karena istilah “Tali Keledar” untuk terjemahan “Seat Belt”  dan juga “Pintu Kecemasan”  untuk istilah “Emergency Exit” memang ada bendera kecil Malaysia di bawah kaca jendela kokpit. Tak terasa sekitar  2 jam kemudian kami sampai di KLIA (Kuala Lumpur International Airport).




Hemm ini untuk pertama kali-nya saya ke Kuala Lumpur, dan cukup kaget ketika ternyata penumpang harus berjalan kaki cukup jauh ke terminal transit, melewati lorong darurat di pinggiran bandara tanpa dinding dan luar biasa gerah. Setiap kali kami juga harus berhati hati dengan mobil2 barang yang lalu lalang memotong jalur kami dan dikendarai dengan agak ugal2an. Bandara-nya sih menurut saya jelek, bahkan dengan Husen Sastranegara saja masih imbang, namun mungkin ini memang untuk penerbangan low budget, sedangkan sisi bandara yang lebih bagus bisa jadi ada di sisi lain bandara.  Belakangan saya dapat informasi kalau di KLIA, memang dibagi dua sisi, yaitu LCCT (Low Cost Terminal Carrier) dan untuk penerbangan umum.

Sampai ke kantor KLIA, kami langsung menuju ruang transit (penerbangan antar bangsa) setelah konfirmasi ke petugas Air Asia untuk flight AK1654 dan kembali masuk via security gate. Di sini cukup ketat, karena diperiksa dengan detail sampai2 ikat pinggang segala harus dilepas. Namun ternyata menurut petugas Air Asia, gate-nya tidak disitu melainkan di lokasi lain, dan kami punya waktu empat jam untuk menunggu penerbangan Air Asia ke Hongkong. Makanan disini tidak terlalu banyak tapi lumayan, mulai dari kebab (sapi, ayam bahkan pisang, dll) , bakery, sampai dengan Express Line alias warung mie (menyediakan mie kuah sapi, dan termasuk bahkan nasi lemak alias uduk, nasi rendang, dll) tersedia, juga duty free shop untuk produk2 seperti coklat dan toko buku. Meski sebenarnya memesan bihun goreng eh yang datang justru mie goreng yang style-nya mirip mie aceh namun terasa kurang bumbu.

Empat jam kemudian, sesuai petunjuk petugas Air Asia kami menuju gate dimaksud, tetapi anehnya kami harus meninggalkan terminal transit, berjalan cukup jauh dan lagi2 berpanas panas melewati  pinggiran bandara sambil hati2 dengan jalur mobil barang yang kerap memotong jalur pejalan kaki lalu masuk lagi via terminal lain yang arsitektur-nya masih kurang lebih sama, aneh-nya kok ada pos imigrasi ? Perasaan saya mengatakan ini bakal jadi masalah, benar saja petugas imigrasi Malaysia menunjukkan wajah cemberut dan menegur kami karena sudah masuk wilayah Malaysia tanpa melalui pos imigrasi. Lahhh aneh juga ini kan cuma transit, kenapa semua orang mengarahkan kami masuk via pos imigrasi, sambil mengomel ngomel tidak jelas, dia lantas mengarahkan kami ke pos di belakang-nya, dan setelah memeriksa dokumen kami dengan wajah arogan petugas dibelakang-nya dengan gaya  setengah menghardik menyuruh kami masuk ke ruang tunggu terminal.  Melihat gaya sengak petugas disini, saya merasa julukan “Truly Asia” terlalu berlebihan. Dalam hati saya mengatakan “Sengak amat sihhh, emang siapa yang mau ke negara lu“, namun dalam hati saya bertekad untuk menunjukkan kita bangsa yang lebih beretika, jadi membalas perlakuan seperti  ini hanya mengesahkan mereka dan kita akan sama saja.


Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_9749.html 

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #3 of 18 Tiba di Hongkong


Tiba di Hongkong, hemm kami terkagum kagum melihat bandara yang berada di Lantau Island ini  (Chek Lap Kok Airport) , masuk via garbarata,bandara-nya terlihat ramah,  megah dan indah, diselimuti karpet tebal dari ujung ke ujung. Lantas kami segera menuju  pos imigrasi yang bekerja secara cepat namun tetap teliti. Keponakan saya yang berusia lima tahun dan  foto di paspor-nya berambut gondrong ala “Giring Nidji” namun sekarang dipotong pendek seperti biasa “nyangkut” lebih lama di pos imigrasi. Meski Air Asia tidak terlihat perlakuan berbeda sebagaimana yang kami alami di KLIA. Saat menaiki escalator, mendadak seorang petugas wanita menodongkan alat berbentuk pestol di film2 Star Wars ke wajah si bungsu yang terlihat letih, sepertinya ini prosedur pencegahan wabah flu burung di Chek Lap Kok.



Hongkong salah satu dari dua daerah khusus dari China, mestinya sih tiga dengan Taiwan, namun Taiwan per hari ini sepertinya masih menolak bergabung dengan China. Daerah kedua adalah Macau yang merupakan bekas jajahan Portugis.  Dulunya Hongkong merupakan daerah jajahan Inggris, lantas diduduki Jepang saat perang pasifik. Bagian ini mengingatkan saya akan film Empire of The Sun-nya Spielberg yang diperankan Christian Bale (Sekarang pemeran Batman) saat bocah. Uniknya meski bagian dari China, tetapi Hongkong memiliki pemerintahan sendiri, mata uang sendiri (HKD), kecuali hubungan luar negeri dan soal militer yang tetap ada dibawah China.  Bagaimana Hongkong bisa begitu maju ?, sebenar-nya sih sederhana, sebagaimana kita tahu tidak ada proses perpindahan barang sebesar proses yang terjadi di laut.


Jadi mirip dengan Singapore, Hongkong sangat memrioritaskan pelabuhan, begitu pelabuhan yang bagus berdiri, maka otomatis aktivitas bisnis akan ikut terdongkrak. Terbagi menjadi lima bagian, Hongkong Island, Kowloon, New Territories, Lantau dan pulau2 kecil di sekitar Hongkong. 




Kembali ke perjalanan, lalu kami menuju terminal Bis, namun sebelumnya kami membeli Octopus Card dan diisi masing2 sebanyak 150 HKD (termasuk deposit senilai 50 HKD) sebanyak anggota rombongan untuk digunakan sebagai alat pembayaran transportasi mulai dari Bus, MTR bahkan sempat kami gunakan juga untuk membeli souvenir uang metal di Disneyland nantinya dan segera menuju Tsim Sha Tsui, di Kowloon.





Dalam perjalanan kami melintasi jembatan2 yang super panjang dengan pemandangan sangat indah sekaligus modern, kumpulan menara pencakar langit, lautan, jembatan layang, sayang tak sempat berhenti untuk memotret. Sepertinya jika anda penggemar fotografi bernuansa modern, apa yang ditawarkan Hongkong sudah lebih dari cukup.  Perjalanan ini sekaligus juga menempuh lautan yang menghubungkan dua pulau, yaitu Lantau Island menuju ke Kowloon.

Memasuki Kowloon, terlihat kumpulan ruko2 “busuk” yang terlihat kumuh, tua dan seram, sepertinya setiap kota selalu memiliki hal2 seperti ini, begitu juga Jakarta dengan pemukiman kumuh yang terlihat dari jalan layang bandara menuju Jakarta.





Namun salah membaca peta nyaris saja kami berhenti dua Bus Stop lebih jauh dari yang seharusnya, untung saja adik ipar sempat ingat lokasi Bus Stop setelah Mody Road (yang image-nya sempat dia lihat di internet), dan  kami berhenti dengan tergopoh gopoh serta nyaris meninggalkan tas bekal makanan dalam Bus. Untung saja Bus baru sempat menutup pintu, dan dengan cepat saya ketok jendela, sementara adik ipar langsung masuk meski sempat kebingungan memilih tas makanan dimaksud.

Lokasi ini kurang lebih 300 meter setelah Masjid Kowloon dengan bangunan yang khas dan menara putihnya (di sebelah Kowloon Park). Dari lokasi perhentian kami berjalan kaki, dan mendadak muncul pria2 berwajah timur tengah, dan menawarkan penginapan atau apa saja yang kami butuhkan. Hemm aneh juga melihat mereka berdiri di lokasi strategis, dan sibuk menawarkan layanan pada wisatawan2 yang terlihat bingung.





Lalu kami berhenti sebentar di Mody Road membeli air mineral bermerk Bonaqua, 1.5 liter x4 botol di 7 Eleven sebelah pintu masuk MTR Tsim Tsa Tsui, lagi2 ada beberapa orang aneh, namun kali ini orang2 kulit hitam berbadan besar2 memperhatikan dengan “nyalang” orang2 yang berbelanja di 7Eleven. Entah kenapa saya langsung teringat pengedar2 narkoba asal Afrika, saya sama sekali tidak bermaksud SARA namun melihat mereka kongkow2 sambil mengamati orang yang keluar masuk memang membuat suasana tidak nyaman. Belakangan bukan cuma di 7Eleven, kadang mereka juga duduk di pintu masuk MTR Tsim Sha Tsui.


Lantas kami segera menuju lantai 13 Mirador Mansion, untuk bertemu dengan pengelola penginapan USA Hostel. Lokasinya tiba2 saja muncul diantara toko2 kamera, dan begitu masuk kedalam ada sebuah lorong dengan lift tua dan sempit  untuk menuju ke lokasi. Tempat ini sebenarnya kumpulan apartemen yang dikelola oleh masing2 pemiliknya dengan gaya guest house (berlisensi). Namun si pengelola mengatakan bahwa kamar2 tersebut terpisah, jadi dia menawarkan kamar yang berdekatan di lantai 10 namun dengan tambahan biaya 300 HKD, dan meminta kami survey  sebelumnya, setelah kami setuju maka kami diberikan 3 buah kunci dan karena sudah larut malam kami segera  istirahat untuk menyiapkan diri untuk agenda keesokan harinya. 



Dua dari tiga kamar yang kami sewa sama sekali tidak berjendela dan relatif sempit, sepertinya penderita “claustrophobia” akan langsung terkena serangan jika harus sampai menginap di sini. Sementara kamar ketiga lebih luas namun berhadap2an dengan apartemen lux yang bikin minder kalau dibandingkan dengan lokasi kami menginap.  Kamar saya dan istri AC nya harus dicungkil dulu dengan gantungan baju agar bilah2 angin-nya terbuka. Tempat tidur-nya mengingatkan saya akan cerita mengenai tempat tidur ala Nabi Muhammad SAW yang konon katanya keras (karena tanpa kasur meski saat itu beliau menguasai nyaris separuh dunia), namun ternyata tidur disini bikin pegal2 dalam perjalanan jadi hilang. Toilet-nya harus ditekan beberapa kali jika tidak ingin air-nya mengocor terus tanpa terkendali. Nyaris di depan di setiap apartemen terlihat berbagai macam jemuran, bahkan di depan lift tergantung puluhan baju tidur wanita. Di depan lift juga ada warnet yang sepintas berisi orang2 Afrika yang entah sedang apa disitu, entah sebagai operator atau sebagai tamu.
 


MTR di Hongkong memiliki enam jalur, dan yang paling sering dipakai adalah Red Line, yang menghubungkan Kowloon dengan Hongkong Island. Jalur ini menghubungkan beberapa persimpangan sibuk seperti Mei Foo, Central dan Lai King. Harga tiket tergantung jarak, dan dipotong langsung dari Octopus Card. Selain jarak untuk jalur2 dibawah laut juga menggunakan tarif khusus yang lebih mahal.  


Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #4 of 18 Disneyland Hongkong


Keesokan harinya kami segera berkumpul di kamar yang paling besar, tak lupa bekal dari Indonesia seperti Bubur Instan, Mie Instan, Rendang, Sambal ABC, Sambal Terasi, Kopi Instan segera kami racik plus juga roti dari 7 Eleven.  Lalu setelah mandi, kami menuju Stasiun Tsim Sha Tsui, dan langsung menggunakan Red Line ke persimpangan Lai King, dari sini kami menggunakan Orange Line ke Sunny Bay, berhenti disini lalu menuju jalur khusus ke Disneyland dengan jalur Pink Line, anak dan ponakan langsung histeris melihat jendelanya yang bermotif siluet Mickey Mouse.





Tidak hanya jendela, pegangan kereta juga bermotif sama dan disetiap gerbong ada patung2 kecil yang menempel di dinding dengan aquarium kaca dengan tokoh2 legendaris Walt Disney. Perhentian berikutnya sudah langsung sampai di stasiun Disneyland, dan setelah melewati pos pengecekan Octopus Card, kami segera menuju gerbang Disneyland, dan foto2 disana. Untung-nya udara hari itu benar2 cerah, lanjut masuk kedalam, lagi2 anak2 foto2 didepan air mancur Mickey Mouse. Lokasi Disneyland ada di Lantau Island, satu pulau dengan Airport, jadi MTR melewati laut untuk mencapai tempat ini.



Setelah mengurus ticket (yang sudah kami beli secara online) kami segera masuk, dan harus melewati pemeriksaan tas secara ketat, tentu saja yang diperiksa bukan bom, melainkan makanan dan minuman (dengan harapan kita harus membeli makanan dan minuman di dalam dan tentu saja cukup mahal). Saya sempat bercanda dan berteriak “Bommmm” ketika si petugas memeriksa tas  saya, dan he he si penjaga yang bernama Irene, sempat senyum kecut.   Namun beberapa bawaan kita seperti roti dan minuman lolos juga karena sudah dibuntel dengan pakaian.




Jika dilihat dari peta-nya, Disneyland ini berukuran relatif kecil dan ternyata memang merupakan Disneyland terkecil di dunia. Disneyland terbesar ada di California, diikuti Paris dan lalu Jepang. Jadi jangan kaget, kalau diniatkan memutar (dan tak masuk wahana apapun) tak sampai 20 menit kita sudah nyaris mengelilingi lokasi ini. Ini saya buktikan saat malam hari sambil menunggu Fireworks, saya coba hunting situasi malam di Disneyland. Sayang foto saya saat perahu "Jungle River Cruise" mengelilingi rumah Tarzan, tak sengaja terhapus.


Sesampai di dalam karena lapar, kami membeli beberapa potong roti isi nanas (harus2 hati2, karena bakery yang sama juga menjual roti isi babi) dan softdrink.   Disebelahnya kami membeli waffel Mickey Mouse, dengan fla, strawberry dan sirup cair, hemm benar2 waffel yang lezat. Namun karena sudah membeli roti sebelum-nya maka kami hanya membeli satu waffle saja agar tidak penasaran. Dengan segera Mickey Mouse di mutilasi oleh rombongan, ada yang menyantap kuping, ada yang memagut mulut, berikut fla, sirup dan arbei-nya, tak lama waffel Mickey habis tak bersisa, dan wadahnya malah dibawa pulang karena bentuk-nya yang unik. Benar2 seperti kumpulan burung kondor menghajar hewan sekarat kehausan di gurun sahara.


Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #5 of 18 Disneyland Hongkong – Tomorrow Land



Lalu setelah fotoan di dibagian dalam, kami melewati City Hall langsung ke Tomorrow Land.  Di Tomorrow Land, kami masuk wahana  “Buzz Lightyear Astro Blaster “. Hemm wahana untuk anak kecil sih, masuk kereta muter2 dan menembak kiri dan kanan, sepertinya cuma dua anggota rombongan saja yang puas dengan wahana ini, yakni anggota termuda dari masing2 keluarga.  Lalu satu2nya anggota termuda rombongan langsung  menuju wahana  mobil2an yang antrinya cukup panjang. Kelamaan menunggu antrian kami langsung masuk wahana Space Mountain, meski anak saya si bungsu sempat ketakutan, wajah pucat pasi dan tangan-nya sempat dingin.




Di wahana Space Mountain, bener saja ternyata roller coaster-nya cukup bikin deg2an, kencang dan susah ditebak, loh kok susah, maklum ruangan-nya gelap bener dengan langit2 berhiaskan bintang2, dan satu hal yang paling saya takutkan adalah kacamata lepas, sementara kalau dilepas tambah tak bisa melihat apapun, pantas saja di depan sudah ada pengarahan agar kacamata disimpan.  Keluar dari sini, istri berjalan sempoyongan, sementara di dalam dia nyaris menutup mata sepanjang waktu. Keluarga adik sempat kami “jebak” untuk mengarungi wahana ini, alhasil adik istri mual dan pusing paling tidak dua jam setelahnya.





Sambil menunggu tiba2 sepasang suami istri setengah baya keturunan China di dekat saya terlihat heboh, sambil menunjuk keluarga kecil  keturunan China juga yang sedang memerosotkan celana dalam anak perempuannya dengan posisi ala pemasangan IUD dan lalu buang air kecil begitu saja di lantai depan Space Mountain. Terdengar pasangan setengah baya itu berkata dalam bahasa Inggris, “Dasar orang China, tidak tahu kebersihan padahal didepan-nya ada toilet”. Hemm saya agak sedikit bingung, karena menganggap mereka dari ras yang sama, ternyata pasangan setengah baya lalu menjelaskan pada kami, bahwa China Mainland memang terkenal tidak menjaga kebersihan, sedangkan mereka berasal dari Malaysia dan sudah lama tinggal di Hongkong. Belakangan kami kembali melihat kejadian seperti ini di  Luo Hai, Shenzhen.


 
Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_1911.html

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #6 of 18 Disneyland Hongkong – Fantasy Land



Lalu kami menuju Fantasy Land, hemm ini lokasi buat every little girl’s dream, apalagi kalau bukan istana, pangeran, kereta kencana dll. Setelah lihat sana sini, dan khususnya tertarik dengan rumah-nya Pooh, kami lantas langsung antri di 3D Mickey Philharmagic. Antrian cukup panjang namun masih bisa ditolerir. Saat masuk semua penonton diberikan kaca-mata, show-nya sendiri memang mensimulasikan orkestra.  Selain 3D, wahana ini juga menambahkan hembusan angin, semprotan air serta bau (saat di layar muncul kue dan ruangan pun mendadak berbau bakery). Sepertinya julukan 4D (plus air, bau dan angin) masih pantas untuk wahana ini. Namun entah kenapa saya merasa warna2nya agak pudar. Dia akhir cerita mendadak tokohnya muncul di belakang kami, sambil menjerit jerit kocak.




Wahana2 lain relatif sederhana seperti “Cinderella Carousel”, “Dumbo the Flying Elephant”, “Fantasyland Train” dan “Many Adventures of Winnie the Pooh” kami lewatkan. Namun tiga anggota termuda rombongan sempat ikut “Mad Hatter Tea Cups”. Lalu kami menuju wahana “It's a small world” rasanya seperti Deja Vu, karena mirip sekali dengan istana boneka di Dufan, bedanya kalau disini terlihat lucu di Dufan terlihat lebih seram. Di sini kita seakan akan  berkeliling dunia, melihat boneka imut-imut yang didandani dengan pakaian asli dari berbagai negara dan suku bangsa dengan menaiki perahu diiringi lagu It’s A Small World dalam berbagai bahasa.







Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #7 of 18 Disneyland Hongkong – Toy Story Land dan Adventure Land


Disini saya lebih banyak menunggu di salah satu toko souvenir, wahana RC Racer (yang pastinya bakal bikin mual)  tak satupun anggota yang tertarik, namun wahana Slinky Dog Zig Zag Spin Ride lagi lagi menjadi sasaran kali ini tiga anggota rombongan termuda.  Begitu juga dengan Toy Soldier Parachute Drop, kurang lebih wahana serupa di Dufan tidak cukup menarik bagi kami dan rombongan.

Lalu tiga anggota rombongan termuda menggunakan mesin cetak untuk mencetak koin2 logam dengan simbol Disney dengan menggunakan Octopus Card. Sambil menunggu anak2 saya minum gratis di depan toilet yang desain-nya lucu. Sayang airnya bau lumut, beda dengan yang di Airport dan saat saya di Hongkong Park.




Hemm lalu lapar mulai menyerang, sementara matahari semakin terik di atas sana. Si Sulung menunjuk nunjuk peta, dan icon yang bertulisan “makanan di restoran ini semuanya halal” lalu menyimpulkan bahwa di sini semua makanan halal, saya yang biasa lebih jeli lalu memperhatikan ternyata hanya ada satu restoran yang menggunakan icon ini, yakni Tahitian Terrace. Kami langsung menuju kesana, saya memesan nasi Briyani plus ayam dan domba bakar seharga 75 HKD sedangkan minum sekitar 7 sd 10 HKD. Rasanya lumayan meski lebih terasa seperti makanan India dibanding Arab, khususnya karena menggunakan kuah alias “curry”. Menu ini juga dilengkapi kripik tipis yang rasanya asin sekali. Lalu tak lupa sekotak buah2an sebagai penutup. Sambil makan kami diiringi musik, aneh-nya musiknya ternyata lagu Sunda yaitu tepatnya "Es Lilin". Tak berapa lama musik berganti, kali ini musik-nya menjadi musik Bali. Memang kalau rizki tidak bisa ditolak, potongan daging domba di piring kedua anak saya tidak laku, so dosis domba di piring saya menjadi 3x lipat he he.




Dari sini kami menuju rakit untuk menyeberang ke rumah Tarzan, tempat-nya menarik, dari rumah pohon yang tinggi terlihat sebagian area Disney, khususnya Adventure Land, sungai2nya, gajah2an, dll. Untuk menggambarkan perkembangan Tarzan, rumahnya sengaja dibuat lebih dari satu, dan setiap rumah menggambarkan periode perkembangan Tarzan.  Namun perahu boat yang mengelilingi sungai tidak sempat kami coba, karena antrinya cukup panjang.
Saya sempat tertarik memasuki gua, makin gelap dan basah, dan eh ternyata ujung-nya toilet, pantesan agak pesing, jangan2 keluarga dari China Mainland juga sudah eksplorasi ke sini.




Hemm lantas apa lagi yang menarik, ternyata disini ada musical show, Festival of The Lion King, namun karena jam-nya belum pas maka kami ke arena Grizzly Gulch terlebih dahulu.   Setelah dari Grizzly Gulch, barulah kami kembali ke Festival of The Lion King. Panggung-nya sangat besar, dan penonton duduk nyaris mengelilingi panggung, yang lokasinya berada dibagian bawah. Pertunjukan dimulai dengan tiga orang yang membawa gendang, dan dengan mahirnya memukul gendang dengan cara yang unik dan atraktif. Lalu dimulailah acara tsb, namun sendra tarinya menggunakan manusia yang dianalogikan seakan akan tokoh2 dalam Lion King, meski boneka2 yang didesain sebagaimana versi film-nya tetap ada, seperti Jerapah, Babi Hutan, Lion King, dll. Lalu di tengah tengah acara ada tari api dan sosok penari yang melayang layang terbang dengan tali. Sepertinya mirip2 dengan Cirque Du Soleil, sirkus tanpa binatang yang sering dijadikan sebagai contoh implementasi Blue Ocean yang paling berhasil dalam pelatihan bisnis.

Sayang kami tidak sempat nonton parade di Main Street USA, karena skedulnya bentrok dengan Festival of The Lion King, hemm memang belum rizki kami sepertinya. Dalam perjalanan satu wahana ke wahana lain saya melihat
di Disneyland cukup banyak burung, suaranya ramai terdengar dimana-mana, begitu juga pepohonan cukup asri, meski di Toy Story Land masih terasa gersang.

Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_6145.html


Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #8 of 18 Disneyland Hongkong – Grizzly Gulch dan Mainstreet USA



Grizzly Gulch, boleh dibilang wahana dengan antrian terpanjang di Disneyland, sebenarnya sih mirip Space Mountain, namun dilakukan di lokasi terbuka, dengan roller coaster yang mengelilingi perbukitan tambang yang di desain sebagaimana tambang2 Amerika zaman dulu kala. Dinding sepanjang ruang tunggu dihias dengan foto2 aktivitas tambang zaman dulu dengan warna hitam  putih. Adegan yang menarik adalah saat tambang “putus” dan lalu roller coaster bergerak mundur dengan kecepatan mengerikan. Namun sebagaimana Space Mountain tidak ada gerakan terbalik. Di beberapa tempat ada boneka beruang dengan anak beruang, yang dikesankan meledakkan dinamit dengan detonator saat gerbong tersesat dalam gua.



 

Setelah Grizzly Gulch, saya nanya2 lokasi mushalla, sayang-nya tidak seperti Universal Studio Singapore, disini sama sekali tidak ada mushalla. Jadi saya terpaksa ke City Hall, setelah menjelaskan berkali-kali akhirnya salah satu staff menawarkan ruangan di City Hall, Sepintas mirip ruang tunggu executive, dengan foto George Bush saat meresmikan Disneyland Hongkong. Hemm sepintas saya teringat akan pesan2 Illuminati dalam film2 Disney dan dugaan keterlibatan Bush Sr dan Jr sebagai salah satu tokoh-nya.  Sialnya kami tidak bawa sajadah, untung ada sarung si sulung dipakai bergantian dengan mengambil wudhu di toilet disamping City Hall.

Setelahnya kami menaiki kereta mengelilingi Disneyland, tetapi alih2 melintasi wahana, kereta ini justru mengelilingi bagian luar yang didominasi tumbuhan2 tidak terawat dan lebih mirip hutan kecil. Di beberapa lokasi disediakan patung2 binatang, namun tidak bergerak seperti di wahana Tarzan. Harapan mengelilingi langsung sirna, ketika separuh jalan kami diminta turun.
Dari sini kami kembali ke Festival of The Lion King dan lalu pulang-nya kembali ke Mainstreet USA untuk melihat kembang api alias FireWorks. Semakin malam semakin ramai, yang awalnya saya merasa dapat sudut bagus, malah jadi makin gak yakin, terpaksa saya keluar dari crowd, dan nyari tempat yang lebih tenang, inipun dengan santainya orang tiba2 nyelonong berdiri di depan saya sambil memanggil anggota rombongan lain-nya.  Sayang-nya pesta kembang api ini makin ke sana makin terlihat tidak bagus, karena kembang2 api terbesar ditembakkan setelah langit penuh dengan asap, jadi terlihat tidak jelas. Anak saya bilang kok lebih mirip simulasi perang rudal dengan Korea Utara ya ?





Sekitar jam 20:30 kami pulang dengan berjalan kaki sampai MTR station, dan menggunakan MTR dengan jalur kebalikan kembali ke Tsim Sha Tsui, mendekati jam 22:00 kami sudah sampai di Nathan Road, untuk makan malam kami ke McDonald di Peking Road, lalu pulang ke Mirador, untuk mandi, sholat dan istirahat. Hemm lantas apa kesimpulan saya soal Disneyland, secara umum ini mungkin menyenangkan buat anak kecil, namun dewasa sih rasanya tidak, makanan dan minuman di dalam relatif mahal, dan kalau dibandingkan dengan Universal Studios Singapore saya rasa, Disneyland Hongkong masih kalah. Namun jika anda ke Hongkong ini masih menjadi salah satu yang layak dikunjungi.






Sempat ada masalah di MTR perhentian terakhir, adik ipar tak bisa melewati gerbang setengah pinggang di MTR, selidik punya selidik ternyata saldo-nya habis sepertinya karena digunakan untuk membeli koin kenangan di Disneyland. Terpaksa selanjutnya kami mengisi kembali seluruh Octopus Card yang kami gunakan kembali ke saldo dengan nilai aman.


Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_4247.html

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #9 of 18 Peak Tram, Madame Tussaud dan Sky Terrace



Pada hari ketiga setelah istirahat dari perjalanan yang melelahkan di Disneyland, kami menuju Peak Tram. Untuk menuju kesana kami menggunakan MTR dari Tsim Sha Tsui ke Admiralty. Perjalanan ini menyeberangi Victoria Harbour via terowongan bawah laut karena letak Admiralty adanya di Hongkong Island. Lalu jalan kaki dari Admiralty Station melewati jembatan penyeberangan menuju One Pacific Place, hemm baru nyadar gedung ini memiliki kembaran di Jakarta.  Untuk tiket-nya kami membeli paket terusan sudah sekalian dengan Madame Tussaud dan Sky Terrace. Sayang-nya meski saat di Disneyland cuaca cerah, pada hari ini cuaca agak berkabut kami berjalan kaki menuju lokasi Peak Tram melewati  Hongkong  Park. Di gerbang tersedia minuman gratis dan tidak seperti di Disneyland kali ini airnya cukup segar.




Perjalanan melewati tangga2 terjal, dan taman ini lumayan cukup menghabiskan energi, Sebelum menyebrang jalan kami berhenti dulu untuk beli es krim sambil melihat kumpulan TKI sedang kumpul dan jualan berbagai penganan seperti pecel dll. Mereka berkumpul begitu saja di bawah jembatan, dan menggelar dagangan, unik juga.










Ruang tunggu untuk menaiki Peak Tram ini tanpa tempat duduk, dan di dinding-nya nampak berbagai peninggalan seperti seragam petugas zaman dulu, bentuk tiket dan alat untuk melubangi tiket, seragam petugas, log book dll. Para calon penumpang berdiri begitu saja menunggu saat masuk ke Peak Tram. Lantas kami pun siap masuk ke Peak Tram, jaraknya sih cuma 1,4 km, dan tingginya sekitar 400 meter menuju Victoria Peak dengan keterjalan sekitar 30 derajat namun cukup bikin punggung serasa menempel kuat di sandaran.  Dibuka pertama kali di tahun 1888, lokasi tujuan menjanjikan pemandangan yang cukup spektakuler kearah Victoria Harbour, khususnya jika udara cerah.




Dalam perjalanan Tram sempat berhenti 2x cukup menegangkan karena curam-nya tanjakan ini, tak jelas kenapa berhenti , penumpang tetap tenang karena masinis sepertinya bereaksi biasa2 saja. Tak lama Tram kembali berjalan. Kalau masinis sengaja membuat panik, lokasi berhenti ini sepertinya cukup strategis dan akan jadi atraksi sekaligus kenangan manis bagi penumpang. Perjalanan menuju The Peak penumpang menghadap kedepan, namun perjalanan sebaliknya penumpang memunggungi  arah tujuan.









Sampai di The Peak, kami segera menuju ke Sky Terrace melewati pusat perbelanjaan. Kemudian setelah menyerahkan tiket, kami melihat lihat Hongkong dari ketinggian, namun sayang kabut begitu tebal, nyaris tak terlihat apapun. Setelah konfirmasi agar tidak di charge saat kembali lagi dan dicap di bagian tangan, kami memutuskan untuk ke Madame Tussaud dulu. Di sini tak banyak yang bisa saya ceritakan, kecuali pose2 gila2an dengan tokoh dunia. Disini Hitler pun ada, begitu juga George Bush, sampai Picasso, bahkan khusus yang terakhir ini juga lengkap dengan lukisan kubisme-nya.  Namun untuk menghargai tokoh2 Hongkong, artis2 Hongkong disini bisa mencapai paling tidak 40% dari seluruh tokoh.  Dibagian depan ada Bruce Lee, kalau yang ini sih gak perlu bayar tiket, namun tokoh2 tertentu harus menggunakan studio foto Madame Tussaud seperti Jacky Chan atau Barrack Obama.




Dari Madame Tussaud kami kembali ke Sky Terrace, namun lagi2 kabut masih sangat tebal, sehingga kami makan dulu di Burger King (disini kami memesan Fish Burger plus kentang biar aman, karena BK diluar Indonesia setahu saya juga tidak terjamin halal haram-nya). Anak saya sempat mengutarakan keinginan untuk makan di Bubba Gump Shrimp Co, namun saya kuatir soal halal dan haram-nya, dia ingin karena ngefans dengan film Forest Gump yang memang sejarah-nya berhubungan dengan restoran  ini. Karena kabut masih tetap tebal, maka kami menuju studio di lantai bawah-nya dan membuat foto2 Sky Terrace. Sayang foto ini hilang entah kemana, sepertinya nyelip atau mungkin terjatuh. Saat turun sesaat kabut menghilang, lalu saya balik sendirian sementara rombongan menunggu di The Peak Galleria, bangunan diseberang The Peak. Setelah puas meski masih berkabut, saya kembali turun dan kami kembali ke pusat kota dengan Bis yang terminalnya berlokasi di basement The Peak Galleria menuju Pacific Place. Perjalanan dengan Bis ini menyuguhkan pemandangan yang sangat indah. Meski Singapore terlihat lebih resik, saya rasa Hongkong lebih indah, karena kontur alam-nya yang berbukit bukit. Sayang supirnya menyupir dengan terburu buru, sehingga sulit merekam pemandangan ini dari kaca jendela.





Dari Pacific Place kami kembali ke stasiun Admiralty dan menuju Mong Kok alias lokasi Ladies Market. Pikir2 Inggris pinter juga memilih lokasi jajahan, dan terbukti sd sekarang Hongkong dan Singapore masih menjadi pusat perdagangan kelas dunia, meski secara geografi bisa dibilang kecil. Amerika dan Australia yang juga jajahan Inggris membuktikan bawah bangsa satu ini memang tidak tanggung2 dalam kolonialisme meski terbukti kini jajahan-nya bahkan lebih sukses di banding Inggris sendiri. Di dalam MTR saya anak2 dan ponakan main tebak2an, apa lokasi yang paling bloon di rute MTR Hongkong, jawaban-nya “Ngau Tau Kok”.




Harga tiket Peak Tram adalah sekitar 22 KHD, namun kalau tiket terusan sekalian dengan Sky Terrace dan Madame Tussaud, maka harga yang harus dibayar sekitar 190 HKD.

Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_7084.html


 



Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #10 of 18 Mong Kok, Avenue of Stars dan Symphony of Light



Hemm hari ketiga  ini benar2 padat acaranya, dan member paling kecil mulai sedikit2 minta digendong, sementara bobotnya lumayan juga. Sesampai di Mong Kok diputuskan untuk pisah rombongan, karena tidak ada tempat duduk untuk menunggu, plus kaki mulai menolak perintah, saya, adik ipar dan ponakan duduk begitu saja di trotoar yang agak tinggi. Istri, adiknya, keponakan dan kedua anak saya ikut belanja di Ladies Market. Istri berpesan pesan minum saja sambil menunggu, yahh tetapi dia lupa menitipkan duit, sementara di dompet cuma ada rupiah, jadi deh kehausan sambil ngemper. Kami bertiga sempat jadi perhatian orang2 yang lalu lalang.  Apalagi keponakan tertidur dalam pangkuan ayah-nya dan tangan kanan ayah-nya memegang topi si kecil, untung ada Canon saya dengan wide angle 10 -22 mm yang sedikit membuat orang ragu ini gembel apa bukan, bayangkan kalau lensanya 18-55 mm atau 50 mm fix lenses he he. Namun TKI yang kebetulan lewat dan memang saat itu hari libur mereka tak urung ada yang berhenti dan bertanya dengan muka prihatin, dan dengan nada ramah bertanya kenapa kami duduk disitu. Setelah kami jelaskan mereka tertawa dan pergi.




Dari Mong Kok kami kembali ke Tsim Sha Tsui dengan MTR dan langsung jalan kaki kembali melewati subway ke Avenue of Stars. Saat itu sudah cukup sore, sambil melihat tanda2 yang ditinggalkan artis Hongkong  pada keramik diatas dermaga (kalau yang sudah almarhum, sayang-nya tidak ada cap tangan, namun hanya menggunakan simbol biasa saja). Lalu kami mencari posisi terbaik untuk siap photo. Segera saja tripod andalan saya siapkan dan mulai mengambil beberapa gambar sambil menunggu puncak acara Symphony of Light dan kalau memungkinkan perahu ferry berbentuk kapal tradisional China yang sewaktu waktu lewat.

Untung-nya meski kabut cukup tebal, semua acara kami di Hongkong berjalan dengan lancar, karena dari informasi yang kami peroleh disini cukup sering terjadi angin topan, dan pada skala tertentu, acara2 seperti Symphony of Light atau misal-nya naik ke Sky Terrace akan dilarang untuk sementara waktu.



Symphony of Light adalah pertunjukan sinar termasuk lampu sorot dan laser diantara gedung2 tinggi yang dipisahkan oleh Victoria Harbour, antara sisi Kowloon dan sisi Hongkong Island. Pertunjukan ini dilakukan setiap malam jam 20:00. Namun saat udara jelek pertunjukan ini kadang ditiadakan.

Lokasi kami cukup bagus, dekat patung Avenue of Stars penyambut pengunjung, dan berhadapan langsung dengan gedung2 diseberang.  Lalu tak lama kemudian terdengar suara musik yang disambut dengan cahaya2 dari kumpulan gedung di kedua sisi Victoria Harbour, ada yang menggunakan laser ada juga yang lampu sorot. Hemm kesempatan untuk menyoba teknik bulb dengan diafgrama tinggi, dan asa rendah. Diantara waktu tersebut saya berlari lari disepanjang dermaga mencoba peruntungan menembak perahu tradisional China meski terpaksa dengan asa tinggi, karena tidak menggunakan tripod. Lalu selesailah acara di hari ketiga, kami kembali berjalan via subway menuju Nathan Road, karena rombongan sangat letih, ibu2 memutuskan membeli saja McDonald dan membawanya ke Mirador Mansion.



Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_9522.html

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #11 of 18 Menuju Macau


Hari keempat perjalanan sekaligus melewati tiga malam di Hongkong, kami membagi tugas, Ibu2 membeli beberapa oleh2 yang masih kurang di pertokoan seputar Nathan Road. Maklum orang Indonesia susah pulang kalau tidak membawa buah tangan. Sementara para pria menukarkan Octopus Card di Tsim Sha Tsui. Keempat kartu yang saya pegang masih bisa ditukarkan dengan sekitar 500 HKD. Selesai belanja karena masih ada sisa, kami membeli beberapa botol soya bean di 7Eleven, wuih rasanya sedap banget.

Untuk sarapan pagi, karena sudah rindu banget sama nasi, Ibu2 membeli nasi jagung teriyaki, yah lumayan lah buat mengobati rindu. Teriyaki nya dan nasi yang sudah kadung terbumbui saya pindahkan ke piring anak, lantas dengan beberapa potong rendang yang sudah menghitam dari tanah air yang sudah semakin menipis persediaanya, sarapan pagi itu saya nikmati sambil mengenang tanah air. Mulai ada pembicaraan diantara anggota rombongan betapa nikmatnya kalau saja ada nasi padang dengan gulai kepala ikan kakap, wuihhhh sedeppp.




Setelah semua rombongan siap2, kami keluar Mirador dan langsung ke kanan menuju masjid Kowloon, rencananya singgah sebentar di Masjid lalu lewat gerbang Kowloon Park disamping Masjid kami jalan kaki ke Harbour City. Ups taman ini cukup luas dan harus menaiki tangga curam, lumayan ngos2an karena sambil mengangkat koper yang sudah tambah gemuk saja.
Selamat tinggal Hongkong, sayang kami belum sempat ke Hongkong Sky 100 (menara tertinggi di Hongkong), juga Ocean Park yang konon kabarnya lebih seru dari Disneyland, jalan2 pakai Big Bus Tours, Hongkong Heritage Tour, Hongkong Wetland Park, Ngong Ping Cable Car 360 dan juga Victoria Park yang kabarnya menjadi jajahan para pekerja asal Indonesia di hari Minggu. Namun waktu memang cukup sempit dan karena memang target kami adalah juga mencakup Macau dan Shenzhen, ya mau tak mau kami harus meninggalkan tempat menarik ini.




Sesampai di Harbour City, kami memesan tiket menuju Macau lantas lewat pos imigrasi yang sangat lancar proses-nya, dan tak lama kami sudah berada di salah satu kapal Turbo Jet, Ferry yang akan membawa kami ke Macau. Bagasi ditaruh di bagian belakang, meski tempatnya terbatas, tetapi yang bawa koper seperti kami ternyata tidak banyak. Tak terasa satu jam kemudian kami sudah sampai di Macau, lantas turun untuk menuju pos imigrasi, sebelumnya foto2an bentar di depan Fisherman’s Warf yang terlihat diseberang terminal ferry. Fisherman’s Warf ini merupakan taman hiburan pertama di Macau, bentuk-nya unik, hemm saya rasa ide Bondan Winarno mengenai sudah saatnya destinasi wisata itu sengaja dibuat dan bukan sekedar mengandalkan alam, seperti yang dia buktikan dengan Ah Poong di Sentul City betul juga.  Anehnya lokasi ini terlihat sepi2 saja, padahal secara bangunan kualitas estetik-nya tergolong bagus. Bangunan paling mencolok yang bentuk-nya mirip benteng kaisar China, padahal didalam-nya sebenarnya Casino alias tempat judi.




Lalu kami mencari bis ke arah hotel East Asia Hotel sekitar 100 meter dari Senado Square. Meski disini banyak yang bisa berbahasa asing, namun hati2 dengan pengucapan tempat, sering sekali tidak sesuai dengan apa yang tertulis. Di perhentian bus, lokasi2 yang disinggahi setiap bis disajikan tidak dalam bentuk peta, melainkan silinder yang berputar putar, cukup pusing memastikan apakah bis melalui lokasi dimaksud, karena kadang pada saat yang sama ada orang2 lain yang turut memutar silinder informasi tersebut.

Walau kami seharusnya menggunakan rute 3A, namun karena tidak kunjung datang maka kami menggunakan rute 3, dirayu penjelasan supir yang sepertinya sangat semangat agar kami dapat turut dalam bis-nya. Macau kota yang unik, sangat Eropa di satu sisi, namun mirip2 Hongkong di sisi yang lain. Sisi Eropa-nya diwarnai dengan bangunan era Portugis, trotoar sempit nan unik kombinasi batu2 putih dan hitam dengan motif2 sepanjang jalan. Setelah sempat berputar putar nyasar, akhirnya kami membagi dua rombongan, Adik ipar survey dulu tanpa membawa tas2 kami yang semakin membuncit dan berat, dan tak berapa lama kami sampai di Hotel.




Hotelnya tergolong bagus, kalau Mirador dapat nilai 4, East Asia mungkin layak dapat nilai 7,5. Namun secara lokasi kedua hotel ini sangat strategis dan khusus East Asia terletak di Rua De Madeira. Kamarnya bersih, dan cukup luas, kamar mandinya juga resik dan lapang, serta tempat tidur ala Nabi sudah tidak lagi kami temukan disini.


Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_2743.html

Inspirasi dari Hongkong,Macau dan Shenzhen Part #12 of 18 Senado Square dan Ruins St Paul Church


Tak sempat istirahat, karena energi yang terkuras di Hongkong, selesai sholat lalu kami segera berangkat lagi, kali ini karena semua bagasi ditinggal, kami dapat kembali lincah tidak seperti sebelumnya yang sempat tersandung sandung sambil bawa bagasi, maklum trotoar di Macau tidak rata.  Melintasi trotoar disini asik juga, bangunan-nya yang bernuansa Eropa, trotoar yang cantik, wajah2 kombinasi Portugis dan Chinese yang rupawan, dan tentu saja Pastelaria Koi Kei yang sangat terkenal dengan Egg Tart dan Klapper Tart nya. Lewat depan toko-nya saja sudah membuat lapar.  Di beberapa sisi, kami sekeluarga sepakat ada nuansa Singkawang khususnya ruko2 lantai dua, trotoar yang sempit, dan warung masakan China seperti Kwetiaw di pinggir jalan atau warung2 kopi.



Lalu sampailah kami di Senado Square, salah satu landmark Macau seluas 3200 m2, yang di kelilingi bangunan2 bersejarah dan ditengah-nya dihiasi air mancur membuat tempat ini terasa eksotis. Kami segera menuju McDonald untuk santap siang, dan dilanjutkan dengan berjalan terus melintasi jalan kecil yang melewati toko2 asesoris dan dendeng babi. Hemm baunya khas, karena saya sering melewati salah satu toko seperti ini saat menuju mushalla di Central Park, alias Bee Cheng Hiang.







Macau adalah daerah khusus kedua dari China, berbeda dengan Hongkong yang berperan sebagai pusat bisnis, Macau mirip dengan Las Vegas, merupakan pusat judi. Disaat awal daerah ini dihuni nelayan Fujian dan petani Guangdong. Lalu pedagang Portugis buyutnya Pepe, Jose Mourinho dan Christiano Ronaldo datang ke sini yang lalu mendirikan kota perdagangan. Lokasi ini unik karena pertemuan budaya Timur dan Barat (seperti Istanbul atau Konstantinopel kalau di Eropa), termasuk China, Jepang, India dan Eropa. Kenapa disini erat kaitan-nya dengan agama Katolik, karena daerah ini dulu merupakan penugasan Franciscus Xaverius setelah sebelumnya ditugaskan di Jepang.  Berbeda dengan Hongkong yang terbagi lima, Macau hanya terbagi menjadi empat yaitu, Macau Peninsula, Taipa, Cotai dan Coloane.  Bahasanya menggunakan kombinasi China dan Portugis, sedangkan pariwisata menggunakan bahasa Inggris. Mata uang yang digunakan adalah MOP.




Disalah satu toko ada yang unik, nampak sebuah kios kecil dengan wajah bertampang Arab campur Eropa , ternyata es krim Turki, segera saja rombongan membeli es krim ini, yang ternyata sangat lengket, dan si penjualnya sangat usil. Berkali-kali seakan mau memberikan namun ujung-nya diputar putar sambil mempermainkan si pembeli. Tak tanggung2 adonan sebesar satu setengah kepala orang dewasa mendadak dia julurkan begitu saja pada orang yang lewat. Rasanya sih biasa aja, namun cara menawarkan-nya cenderung spektakuler. Melihat kami tak lupa dia mengucapkan salam ala muslim.




Lalu kami kembali jalan, jalan-nya terus menyempit dan menanjak, dan lalu mendadak lapang, dan di depan kami mendadak muncul gapura dan dinding depan Ruins of St Paul’s Church. Bangunan dengan warna gothic ini terlihat menjulang di ujung ratusan anak tangga, dan sama sekali tanpa bangunan lain apapun di belakang-nya. Jadi persis seperti setting bangunan di film2 koboy, hanya tampak depan dan tak ada banguan lain dibelakang-nya. Gereja ini dibangun tahun 1602, tadinya disebelahnya ada Jesuit College of St’s Paul, namun keduanya terbakar dan menyisakan halaman depan yang masih memesona dan terkesan tragis dengan empat baris tiang lengkap dengan ukiran dan patung2. Setelah restorasi bagian belakang diubah menjadi museum, yang dikelilingi kotak2 kaca yang menyimpan bekas pondasi2 di masa lalu termasuk tulang belulang dari masa itu.


Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_9552.html