Wednesday, January 07, 2015

Towards a World War III Scenario : The Danger of Nuclear War - Michael Chossudovsky

 “Saya tidak tahu dengan senjata apa WWIII akan dilaksanakan, tetapi WWIV akan dilakukan dengan batu dan tongkat kayu” 
Albert Einstein 

Perkataan Einstein yang teorinya digunakan dalam membuat bom atom menunjukkan dampak serius perang nuklir, yakni mengembalikan peradaban ke zaman batu. Buku ini dibuat pada tahun 2011, sedangkan di Indonesia buku ini dipublikasikan oleh Change dan baru saya beli di 2014. Referensi yang digunakan Chossudovsky sangat banyak dan kebanyakan merupakan acuan serius. Hal ini menunjukkan beliau  tidak sembarangan dalam menulis buku ini. Tak kurang dari 151 sumber referensi yang digunakan Chossudovsky dalam membuat buku ini. 

Apa motivasi dibalik ini semua rencana perang ini ? penaklukan teritorial, kendala sumber daya strategis, pemaksaan implementasi “New World Order”, serta demokrasi ala barat. Denis Halliday mantan asisten SekJen PBB bahkan mengatakan buku ini kemungkinan merupakan peringatan terakhir bagi umat manusia. Pada perang nuklir, meski dampak tak langsung-nya dianggap sebagai “Collateral Damage” yang tak bisa dihindari, namun ini bukan lah sekedar kerusakan bangunan atau infrastruktur lainnya, namun juga sebagian besar nyawa penduduk bumi. 

Buku ini terdiri dari lima bab, yakni 


  • Bahayanya Perang Nuklir
  • Perang Suci Amerika Dan Pertempuran Untuk Minyak Bumi
  • Bersiap siap untuk WWIII
  • Membidik Iran Dengan Senjata Nuklir
  • Membalikkan Arus Perang


Sejujurnya membaca buku ini menimbulkan kengerian, betapa tidak, luka akibat Hiroshima dan Nagasaki masih menganga hingga kini, Chossudovsky justru mengungkap bagaimana tanggal peringatan Hiroshima (6/8/1945) malah digunakan sebagai mulainya rapat rahasia di Markas Besar Komando Strategis di Nebraska tahun 2003. Rapat yang dihadiri oleh sekitar 150 peserta mewakili kontraktor perang, ilmuawan dan pembuat kebijakan ini dalam rangka menyiapkan generasi baru senjata nuklir yang dianggap lebih mudah diimplementasikan karena lebih kecil dan lebih aman, dan rapat berakhir saat tanggal Nagasaki di bom. Meski "kecil" jika yang terjadi adalah perang maka pihak yang duluan diserang bisa saja menggunakan kapasitas senjata yang jauh lebih besar. 

Karena jumlah halaman yang terbatas, saya kira buku tipis ini lebih tepat sebagai jurnal riset biasa.  Meski Change membuat nya dengan ukuran font ekstra, dan spasi diatas rata-rata agar terlihat lebih tebal. Selain hal-hal diatas buku memuat berbagai fakta yang perlu kita ketahui menjelang WWIII. 




Apakah WWIII akan terjadi atau tidak? Sebagai bagian dari pendududuk dunia, Chossudovsky menyarankan kita untuk menolak pemaksaan pemerintah dan kelompok tertentu, terhadap situasi ini. Sehingga buku ini cocok buat aktivis perdamaian, dan bagi mereka yang lebih mementingkan kepedulian pada  sesama dalam satu dunia yang sama-sama kita tempati. 
Dalam bab terakhir Chossudovsky yang melakukan penelitian aselama 10 tahun untuk membuat buku ini, menganjurkan kita untuk melakukan beberapa hal demi masa depan umat manusia seperti; 


  • Mengungkap kebohongan media.
  • Membongkar petualangan militer AS. 
  • Membongkar dusta di balik 9/11, yang diyakini sebagai alasan yang sengaja dibuat untuk berperang dengan Irak terkait kepentingan energi. 
  • Membongkar konspirasi bank, kontraktor setelah masa perang, perusahaan energi, media dan pialang / pabrik senjata. 
  • Mendukung penerapan hukum bagi penjahat perang. 

Siapa Chossudovsky ? beliau seorang penulis yang berkali kali memenangkan penghargaan. Saat ini beliau seorang Professor Emeritus di Ottawa University.  Beliau juga pendiri dan Direktur CRG (Pusat Penelitian Globalisasi) di Montreal dan sekaligus editor di situs global-research.ca.  Selain buku ini, Chossudovsky juga menulis “Globalization of Poverty and NWO", "America’s War on Terrrorism". Karya tulis beliau sudah di publikasikan lebih dari 20 bahasa di dunia. 

Tuesday, January 06, 2015

Jeremias - Foreshadow of Forgotten Realms - Circle of Illusion


Senin pagi pertama di tahun 2015, saat ke Jakarta dinihari, Si Sulung menyetel album Circle of Illusion yang merilis album pertama mereka dengan aliran symphonic-progressive-rock dan dikemas dalam concept album. Hal ini karena memang album ini mengusung satu tema yang sama dan setiap lagu bagaikan satu bab dalam buku dengan kisah yang sama. Album ini relatif baru karena dirilis pada 9 September 2013. Saya sendiri baru mendengarnya sekitar tiga bulan lalu, dan baru sekarang sempat menuliskan review-nya setelah  Si Sulung menyetelnya dalam mobil yang kami kendarai. 

Jika didengar sepintas ada kesan Ayreon dalam album ini, artinya diset sebagai opera yang tentu saja saat dipanggung akan lebih pas ditampilkan dengan gaya Rock Opera dengan kostum-kostum yang pas. Dari beberapa foto yang saya lihat, memang COI menggunakan kostum khusus saat di panggung. Ceritanya sendiri tentang Jeremias, tokoh yang mengisahkan turun dan naik-nya emosi manusia dan tanda-tanda dari alam yang terlupakan. 

Berbeda dengan kebanyakan aliran progressive, dalam COI kita mendengar nuansa jazz yang mengingatkan saya akan Spiral Architect. Bicara sound jazz di ranah progressive, bukan sesuatu yang benar-benar baru sebenarnya, Dream Theater juga sudah memasukkan unsur ini dalam album Images and Words, dimana pentolan Spyro Gyra, Jay Beckenstein ikut menyumbangkan tiupan sax maut-nya.




Orkestra juga tampil secara mencolok disini, layaknya sound track film kolosal ala Symphony-X. Jangan kaget, meski album pertama, jelas sekali skill COI sudah masuk level virtuoso.  Gerald Peter pemain keyboard saya rasa yang paling menonjol di COI, sedangkan pemain lain-nya kurang lebih selevel. Seperti Rupert Träxler pemain gitar yang penampilannya mirip-mirip Fish vokalis Marillion saat beraksi di panggung, Stephan Först pada  bass, dan Aaron Thier pada drums. Meski kurang lebih selevel, namun ada catatan khusus buat Ulrike Müllner pada electric violin. 

Untuk vokal, sebagaimana Ayreon, ada peran-peran yang dimainkan oleh Taris Brown, Cara Cole dan  Elga Shafran. Bagi style dengan rock opera, vokal yang lebih dari satu sosok vokalis ini penting, untuk memberikan warna yang berbeda sesuai dengan tema atau peran yang dibawakan. 

Dilihat dari matang-nya materi di album ini, tentunya akan menimbulkan pertanyaan bagi kita, karena COI sendiri baru berdiri di 2011. Ternyata pada tahun 2006 keyboardist, arranger sekaligus komposer Gerald Peter sebenarnya sudah menyiapkan album demo. Demo inilah yang menjadi cikal bakal, album "Jeremias - Foreshadow of Forgotten Realms“ dan lalu dimatangkan lagi sampai 2008. Pertemuannya dengan gitaris Rupert Träxler, membuat mimpinya semakin nyata dengan melengkapi track gitar dalam album ini. Tahun 2010 Gerald bertemu vokalis Taris Brown dan kembali semakin melengkapi album ini dengan lirik yang lebih pas untuk sebuat concept album dan tentu saja ide untuk memasukkan beberapa karakter vokal sekaligus. 

Gerald lalu membentuk COI secara resmi di 2011 dan memasukkan kembali tujuh musisi baru seperti Stephan Först, Aaron Thier, dan Ulrike Müllner. Sementara di sektor vokal untuk membantu Taris Brown direkrut Cara Cole dan Elgar Shafran, sehingga masing-masing peran dalam opera sudah lengkap bagi tokoh-tokoh rekaan seperti Jeremy, Jelena and Sarah.

Gerald Peter yang memang tertarik musik sejak kecil lahir di tahun 1986, Berganti-ganti guru piano sejak kecil menyebabkan dia akrab dengan musik klasik dan jazz. Meski tidak  pernah sekolah musik secara formal, namun dengan terlibat di banyak band dengan segala macam aliran mematangkan permainannya. 

Tadinya saya mengira hanya Gerald Peter yang familiar dengan jazz karena memang terlihat sekali dari permainan solo-nya, namun Rupert Traxler pun ternyata memiliki latar belakang jazz. Permainan gitar-nya rapi namun terkesan tidak pamer, Sepertinya Rupert menyadari aktor utamanya adalah Gerald Peter. Saya pribadi suka sound yang dimainkan Gerald, cenderung tebal dan bersih, saat harus memainkan power chord ala metal, Rupert melakukannya dengan baik, begitu juga permainan ryhtm-nya saat memainkan nada2 dengan teknik palm mute

Tak ada yang khusus dengan permainan drum Aaron Thier, dia tidak bermain luar biasa namun juga sama sekali tidak jelek. Rasanya mirip-mirip dengan peran yang dimainkan Jason Rullo di Symphony X, Begitu juga Stephan Forst. Namun Taris Brown sebagai vokalis jelas memiliki karakter, meski beberapa kritikus menyebutkan kelemahan COI adalah pada aksen Inggris yang artikulasinya terasa aneh. Namun bagi telinga Indonesia seperti saya sepertinya sih oke-oke saja. 

Taris juga menyumbangkan nyaris semua lirik (kecuali track 2 dan 4 yang ditulis bersama Markus Kofler) yang lebih menghidupkan concept album ini. Elga yang juga dapat memainkan piano, memainkan peran vokalnya dengan baik, sedangkan Cara Cole sedikit dibawah mereka berdua. Cara mudah untuk membedakan siapa yang bernyanyi adalah, Cara Cole cenderung di sektor kanan, Elga Shafran di kiri dan Taris Brown di tengah. 

Namun untuk Ulrike Muellner, saya berpendapat sosok satu ini bermain mendekati kualitas Gerald, permainan biolanya jernih dan presisi. Tak aneh, karena di samping COI, dia adalah pemain biola di konser klasik seperti The Austrian Ska-Band Russkaja. Setelah Robbie Steinhard di Kansas, dan Jean Luc Ponty rasanya jarang mendengar pemain biola yang menonjol dalam ranah progressive. Bukan hal mudah memainkan biola secara solo, terutama karena biola adalah instrumen fretless sehingga permainan solo cenderung fals.

Jangan lupakan artwork, musik progressive sejak dulu selalu menaruh perhatian pada artwork, meski bukan bagian dari musik, dan sekarang adalah era digital, namun artwork penting untuk menghidupkan suasana. Siapa yang berani membantah cover-cover seperti Leftoverture-Kansas, Close To The Edge-nya Yes, atau Wish You Were Here-nya Pink Floyd tidak penting ?. Disini Florian Solly berhasil menggambarkan konsep musik COI dengan baik. 

Berikut track-track COI sepanjang total 79,59 menit, dan penilaian saya track by track sbb;  

01. Overture*  (3:55) ****
02. The Beginning  (7:05) *****
03. The Run*  (9:46) ****
04. The Memory Returns  (6:05) ****
05. The Party  (2:16) ***
06. Closing Doors*  (6:06) ****
07. New Age*  (8:08) ****
08. Continuum  (9:51) *****
09. Sarah's Dream  (3:58) ***
10. 13th floor*  (6:25) ***
11. Nightmare  (16:18) *****

Berapa catatan, Overture sebagai track pertama mengingatkan saya akan permainan presisi ala Dream Theater. Track selanjutnya The Beginning, memberikan suasana disco 1970 an di detik ke 38, sebagaimana track Disco Queen nya Pain of Salvation. Track sebelas, bisa dianggap salah satu track yang mewakili permainan COI, track terlama sekaligus lengkap dengan semua genre yang mewakili wajah COI yang sesungguhnya. 

Selamat menikmati salah satu album progressive terbaik ini, saya pribadi merekomendasikan album ini masuk dalam Top 100 progressive album terbaik sepanjang masa. Senang sekali mengamati betapa banyak album progressive berkelas dalam dua tahun terakhir ini, bersama sama karya-karya baru Haken (The Mountain), A.C.T (Circus Pandemonium), Ayreon (Theory of Everything), Opeth (Pale Communion) dan juga Sang Legenda Pink Floyd (The Endless River), kita bisa punya harapan besar aliran ini akan terus bertahan.