Thursday, September 21, 2017

Pentingnya Partai Penguasa Merangkul Kaum Agama

Kenapa ada kesan partai terlarang yang jelas2 memusuhi agama menjadi hidup lagi kini ? saya kira karena salah satunya lewat usulan2 atau pidato representasi partai penguasa serta pengakuan terang-terangan politisi partai penguasa akan kebanggaan sebagai keturunan aktivis partai terlarang seperti link2 dibawah ini. 


Bagi saya sebagai paham, komunisme mungkin tidak akan kembali seiring dengan merebaknya kapitalisme di China dan Rusia. Satu-satunya yang masih mencoba setia hanyalah Korea Utara. Namun jika konteksnya balas dendam, melalui keputusan-keputusan politis tentu saja masih sangat mungkin terjadi. Saat Kroasia dan Serbia membantai dan melakukan perkosaan massal pada Bosnia salah satu contoh bagaimana dendam (pada representasi Turki) dapat diwujudkan lewat politikus garis keras yang menguasai perpolitikan di Serbia dan Kroasia, meski pendudukan Turki sudah terjadi sekian ratus tahun sebelumnya. 

Jadi jika tidak ingin ada dugaan macam-macam ya, partai penguasa harus merangkul komunitas agama, bukan kah sila kesatu Pancasila berbunyi "Ketuhanan Yang Maha Esa" ? Demikian renungan sepintas setelah acara ILC kemarin malam, juga dipicu pertanyaan teman apakah  partai terlarang tersebut dapat kembali. 

Saturday, September 16, 2017

Nyaris Tertipu

Kemarin malam saya dapat sms dr sosok yang mengaku sebagai kasir Indomar** bernama Monika. Ybs minta tolong share kode yang dikirim via XL axiata ke HP saya krn ybs salah memasukkan nomor HP dalam rangka pembelian voucher listrik via myXL.
Setelah analisa sana sini, kesimpulannya, pelaku mencoba membajak XL saya untuk menguasai pulsa dengan memanfaatkan rasa kasihan saya akan tokoh fiktif Monika yang berperan sebagai kasir di Batam dan ketidaktahuan saya akan proses pembelian voucher listrik, serta umur OTP (one time password) yang sangat singkat (5 menit) agar saya tak dapat berpikir panjang, dugaan saya stepnya sbb;
  • Pelaku masuk ke system internet myXL dengan menggunakan nomor HP saya dan dengan permintaan ganti password.
  • Sms pertama dr pelaku memberikan background situasi yang mereka karang seakan akan salah nomor dan memerlukan password untuk pembelian voucher listrik.
  • Sms kedua dr XL memberikan password myXL yang akhirnya saya forward ke "Monika" karena kasihan.
  • Mereka melakukan transaksi pembajakan pulsa yang memicu pengiriman sms OTP ke HP saya.
  • Pelaku call saya (anehnya suara pria) dengan memohon mohon agar sms OTP bisa diforward demi nasib Monika.
  • Sms OTP saya terima dan dengan polosnya saya kirim kembali ke mereka.
  • Mulai curiga, saya coba cek karyawan saya, yang biasa beli voucher listrik dan mengatakan dia biasanya cukup beli di counter HP dengan menggunakan id meteran dan mendapatkan token untuk direkam di meteran. Kebetulan karyawan saya belum pernah beli via Indomar**.
  • Saya yang mulai curiga akhirnya kontak XL cust services via 817, saat mengontak berkali2 pelaku interupsi menelepon saya untuk meminta OTP berikutnya, dan karena setiap OTP cuma berlaku 5 menit, mereka generate transaksi ulang sampai total OTP dikirim 5x ke HP saya.
  • Setelah meminta menunggu 2x, cust services melarang saya merespon permintaan mereka, dan mengatakan myXL belum memiliki menu pembelian voucher listrik dan mengoreksi tindakan saya mengirim password (yang tadinya saya kira memang untuk pembelian voucher).
  • Sms terakhir dari pelaku krn panggilannya saya abaikan yang isinya masih berusaha meyakinkan saya akan nasib Monika.

Jelas Indomar** dan XL hanya digunakan oleh pelaku dalam menjebak mangsa. Kedepan harus lebih hati2 lagi, modus pelaku semakin hari semakin canggih.
Sms pertama dr pelaku +6281958151717
Asalam mualaikum kakak atau abang sya monika kasir indomaret batam tadi ada pelanggan kmi beli pocer listrik tapi kata sandi token nya sya salah kirim terkirim ke no ponsel kakak atau abang karna no ponsek nya 2 angkah belakang nya hampir sama saya minta tolong bisa2 saya di pecat karna kecerobohan saya jadi saya minta tolong kakak atau abang kalau ada sms kata sandi token yg masuk di hp nya tolong sms nya disalin dan kirim balik ke saya pesan nya saya cuma minta tolong saya mohon karna kata sandi token itu bersifat rahasia tolong biasanya sms nya dari xl axiata sebelum nya maaf kalau ngerepotin salam da
Sms kedua dr pelaku +6281927687373
Kak itu OTP token pocer bagi pulsa dari indomaret kak cpt krim wktu ny 5 menit kak klau lewat 5 menit itu gk berlaku lagi kak nanti dpt terus OTP ny kalau lewat 5 ment
Sampel sms dari myXL saat pemberian password

Kata sandi ini bersifat rahasia dan jangan pernah berikan pada siapapun. Silahkan masukkan XXXXXX di halaman login myXL untuk konfirmasi pergantian kata sandi.
Sampel sms kode OTP dr myXL
myXL - Kode OTP Bagi Pulsa Anda XXXXXX. Berlaku hanya 5 menit. Jaga kerahasiaan kode OTP dan password myXL Anda.




Thursday, September 14, 2017

Jelajah Cirebon Part #1 dari 9 : Persiapan


Selama ini saya dan keluarga cuma melintas saja di Cirebon. Saat perjalanan keliling Jawa beberapa tahun lalu, kami cuma mampir di Nasi Jamblang Mang Dul lalu Batik Trusmi, namun saat adik ipar melontarkan ide untuk menginap 2 malam dan lebih fokus pada destinasi Cirebon dan sekitarnya, hemm kenapa tidak ?, toh dari Bandung ke Cirebon via Cipali hanya memerlukan waktu 2 jam saja saat ini.

Istri yang antusias lalu menyiapkan itinerary, apalagi sudah cukup lama kami tidak jalan2 bersama keluarga adik setelah perjalanan terakhir yang mengesankan saat keliling Sumatera. Keluarga adik, dalam beberapa perjalanan terakhir saya, misalnya ke Dieng, Sumatera Utara, Aceh (Sabang), Penang serta yang terakhir NTT memang berhalangan untuk ikut. Setelah cek sana sini kami akhirnya memutuskan itinerary sebagai berikut
  • Waterland – Ade Irma Suryani
  • Masjid At Taqwa
  • Pasar Kanoman
  • Kraton Kanoman
  • Masjid Sang Cipta Rasa
  • Kraton Kasepuhan
  • Makam Sunan Gunung Djati
  • Taman Wisata Gua Sunyaragi 
Sedangkan untuk wisata kuliner
  • Tomodachi Resto
  • Bu Nur (Nasi Jamblang)
  • Cirebon Sultana
  • Markas Food Camp
  • Mang Dul (Nasi Jamblang)
  • Jajanan Pasar Kanoman (Kue Tapel, Docang, Durian, Ketan – Ebi,Tahu Kopeci dan Durian)
  • Jajanan Kraton Kasepuhan (Tahu Gejrot dan Cendol Dawet Ayu)
  • Haji Apud (Empal Gentong, Empal Asem, Nasi Lengko dan Sate Kambing Muda)
  • Haji Moel (Seafood)
  • Klapa Manis  Resto - Bukit Gronggong
 Untuk penginapan
  • Hotel Neo Samadikun
  • Alamanis Resort dan Village – Bukit Gronggong
Hari Jumat siang 18/8/2017 siang ,kami segera meluncur setelah sebelumnya mengantar Si Bungsu melihat open house di Universitas Maranatha. Saya dan adik ipar sambil menunggu Si Bungsu, shalat Jumat di masjid sekitar Maranatha. Lalu sebelum berangkat kami semua kumpul di mushalla, kejutan juga bagi saya dengan adanya fasilitas mushalla di Maranatha, sungguh suatu hal yang perlu diapresiasi.

Karena jarak dekat, saya tidak mengupayakan roof rack dan roof box, alhasil Si Bungsu dan keponakan cukup menderita di seat ketiga yang memang lebih cocok buat anak kecil ketimbang dua gadis remaja seperti mereka seperti saat ini. Setelah mengisi bahan bakar di Rest Area 97 sambil membeli beberapa jajanan termasuk Cuankie instan dan Tape Kuningan, kamipun melanjutkan perjalanan disiang terik. Secara jalur, rute via Cipali yang kami pilih memang lebih jauh alias 216 km dibanding via Lembang lalu Subang yang berjarak 163 km, namun via Cipali justru lebih cepat sekitar 1 jam. Kami  akhirnya keluar tol di GT Plumbon.





Sayangnya suasana kota Cirebon terlihat masih kalah dibanding kota-kota wisata lain seperti Denpasar, Solo, Yogya ataupun Bandung. Di beberapa sisi, trotoar bagi pejalan kaki belum dikelola secara baik, dan di beberapa lokasi lainnya terlihat kurang terawat. Semoga saja Cirebon bisa lebih baik kedepannya.

Silahkan klik untuk membaca link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2017/09/jelajah-cirebon-part-2-dari-9-waterland.html

Jelajah Cirebon Part #2 dari 9 : Waterland Ade Irma Suryani dan Nasi Jamblang Bu Nur


Cirebon yang berpenduduk sekitar 400.000 jiwa, berada pada ketinggian 5 meter DPL.  Memiliki lokasi strategis, di pesisir utara Pulau Jawa atau yang dikenal dengan jalur pantura yang menghubungkan Jakarta-Cirebon-Semarang-Surabaya. Pada awalnya Cirebon berasal dari kata Sarumban, sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang kemudian diberi nama Caruban (Carub dalam bahasa Cirebon artinya bersatu padu). Diberi nama demikian karena di sana bercampur para pendatang dari beraneka bangsa diantaranya Sunda, Jawa, Tionghoa, dan unsur-unsur budaya bangsa Arab), agama, bahasa, dan adat istiadat. kemudian pelafalan kata Caruban berubah lagi menjadi Carbon dan kemudian Cerbon, sampai akhirnya menjadi Cirebon.

Namun versi lain agak berbeda, konon nama tersebut dikarenakan sejak awal mata pencaharian sebagian besar masyarakat adalah nelayan, maka berkembanglah pekerjaan menangkap ikan dan rebon (udang kecil) di sepanjang pantai, serta pembuatan terasi, petis dan garam. Dari istilah air bekas pembuatan terasi atau yang dalam bahasa Cirebon disebut (belendrang) yang terbuat dari sisa pengolahan udang rebon inilah berkembang sebutan Cai- Rebon (bahasa sunda : Air Rebon), yang kemudian menjadi Cirebon. Saat ini Cirebon memiliki 5 kecamatan yakni Harjamukti, Kejaksan, Kesambi, Lemahwungkuk dan Pekalipan.

Karena cuaca relatif masih siang, dan perut masih terasa kenyang setelah diisi dengan Baso Tahu Tulen di tol GT Pasteur, maka kami memutuskan untuk menjelajahi dulu Waterland di Jl. Yos Sudarso No.1, Lemahwungkuk. Sebenarnya lokasi ini lah yang pertama kali membuat kami tertarik ke Cirebon, namun di  situs perjalanan, banyak yang tidak puas dengan layanannya meski rata-rata pengunjung cukup mengapresiasi arsitekturnya. Keluhan yang kami baca antara lain, layanan lambat, ac unit tidak berfungsi baik, pasokan air ke unit tidak stabil atau bahkan mati, dll.



Di sini nyaris semua jenis kolam renang tersedia, mulai dari yang standar olimpiade, kolam main, air  mancur sd air terjun. Di bagian tengah resort pada sisi yang menghadap ke laut terdapat sebuah restoran besar berbentuk perahu yang dikelilingi cottage-cottage diatas permukaan laut. Sayangnya airnya berwarna coklat, kalau di Malaysia Kingdom of Chocolate menjadi andalan, di Cirebon bahkan lebih hebat lagi, alias Ocean of Chocolate canda saya pada Si Bungsu.



Daripada membayar tiket masuk yang tetap harus dibayar meski hanya untuk melihat-lihat, kami memilih menikmati hidangan ringan di restoran Kapal Tomodachi sehingga tetap dapat menikmati arsitektur lokasi ini secara gratis. Mengamati kualitas bangunan, menurut saya cottage disini terlihat rapi, antara cottage satu dengan yang lain dihubungkan dengan dermaga kayu. Lalu terlihat semacam gedung serba guna agak menjorok ke tengah laut, dan sebuah dermaga artistik kayu yang lebih menjorok lagi ke tengah laut.  



Disini kami hanya memesan 1 porsi Bitter Ballen, 1 porsi Chicken Wings, 1 Let Shake Pinky, 1 Mint Mojito, 2 Orange Squash, dan 1 Hot Chocolate. Banana Split Ice Cream yang kami pesan tak kunjung-datang, dan ketika ditanya, tanpa ekspresi maaf,  para pelayan restoran cuma saling melempar satu sama lain, lalu dengan dinginnya menjawab kalau pisangnya habis.  Hemm aneh juga, tidak ada yang konfirmasi soal pisang ini, sepertinya komplain dalam situs perjalanan yang kami baca ada benarnya.  Untuk semua makanan dan minuman diatas kami membayar Rp. 140.875.






Setelah menunaikan shalat Ashar, dari sini kami langsung meluncur ke Nasi Jamblang Bu Nur yang berlokasi di Jl. Cangkring 2 No.34, Kejaksan, kurang lebih 3 km dari Waterland dan akhirnya kami sampai sekitar jam 17:37. Sayang sepertinya kami kurang beruntung, sebagian besar menu sudah habis, dari sekitar 30 an menu, hanya tersedia sekitar lima menu lagi, termasuk Semur Daging Sapi, Ikan Tuna dan Nasi. Menu-menu seperti Tahu, Tempe, Semur Telor, Sate Kentang, Sate Usus, Sate Kerang, Cumi, Sate Udang, Perkedel Basah/Kering/Jagung, Semur Lidah/Hati/Limpa Sapi, Pepes Jamur/Ayam/Usus, dll habis tak bersisa. Untung di bagian depan masih ada Es Durian Tjampolay, ya karena sudah lapar kami makan apa adanya. Total biaya makan disini sekitar 90.000 plus Es Durian Tjampolay 20.000 per gelas. Sebenarnya di bagian depan masih ada Empal Gentong Bu Nur, namun istri lebih merekomendasikan Empal Gentong Haji Apud. 



Jelajah Cirebon Part #3 dari 9 : Hotel Neo, Kuliner Cirebon Sultana dan Kuliner Markas Food Camp


Jadilah kami meninggalkan Nasi Jamblang Bu Nur dalam keadaan masih lapar, dan langsung menuju Hotel Neo yang sudah kami pesan sebelumnya via internet di Jalan Samadikun. Tarif per kamar semalam sekitar 250.000 tanpa breakfast, termasuk standar untuk Budget Hotel, cuma lokasinya agak kepinggir kota, alias tidak banyak yang jualan makanan di sekitar sini.




Malam hari, kedua anak gadis yang masih perlu waktu meluruskan kaki setelah melipat diri di baris kursi belakang tidak ikut, jadi berlima saya dan adik segera menuju Masjid At Taqwa, yang sengaja tidak menggunakan kata Agung karena sudah lebih dulu disematkan pada Masjid Agung Sang Cipta Rasa di kawasan Kraton Kasepuhan. Setelah memarkir kendaraan di sini, kami lalu mengelilingi jalan di sekitar Masjid, sayangnya tidak terlihat adanya kuliner representatif, beberapa hanya menggunakan kata-kata Bandung, seperti Seblak Bandung, Mie Ayam Bandung, Martabak Bandung, Roti Bakar Bandung dll.




Namun adik akhirnya memilih menyebrang jalan menuju Cirebon Sultana, pastry aneka rasa dengan kemasan modern yang konon kabarnya milik artis Indra Bekti. Terdiri dari lima varian rasa yakni Double Choco, Choco Banana, Mango, Cheese, dan Blueberry, yang dijual dengan harga 55.000 per paketnya. Semakin bertambah saja outlet milik artis setelah sebelumnya ada Syahrini dengan Princess Cake nya dan juga Laudya Chintya Bella dengan Makuta Cake nya.

Akhirnya kami menemukan Markas Food Camp di jalan Cipto Mangunkusumo No 105. Sepintas tempatnya nyaman, lapangan parkir luas, dan cukup banyak variasi makanan. Kami memesan 2 porsi Mie Baso Balungan, 1 porsi Nasi Goreng Kambing, 1 Es Campur, 1 Porsi Ayam Goreng Jagung, 1 Nasi Bistik dan 1 porsi Omelet, serta 4 Gelas Es Teh Manis dan cukup kaget dengan enak dan murahnya. Hemm tak salah, memang kalau Cirebon layak menyandang Kota Destinasi Kuliner, sudah rasanya enak, dan harganya murah pula.  Sebagai perbandingan, 1 Porsi Baso sekitar 18.000 sedangkan 1 porsi Es Campur sekitar 10.000.



Cuma sambil makan di tempat yang baru berdiri 2015 lalu ini, nyamuknya juga cukup ganas dengan balik “memakan” kami, saya terpaksa menggoyangkan kaki layaknya drummer top Mike Portnoy saat memainkan double bass sepanjang acara konser eh.. makan.

Jelajah Cirebon Part #4 dari 9 : Kuliner Nasi Jamblang Mang Dul, Kuliner Pasar Kanoman dan Kraton Kanoman.


Setelah adzan Subuh, seperti kebiasaan sejak Januari 2017, saya langsung olah raga sendirian sambil mengelilingi hotel, menelusuri Samadikun, Kedrunan, Moh. Toha, Veteran terus menuju Masjid At Taqwa lalu ke kanan menuju Stasiun Kereta Api Cirebon yang terlihat bersih dan cantik dengan total jarak 4,42 km.



Sekitar jam 6:30 kami check out dan langsung menuju Nasi Jamblang Mang Dul, yang pada pagi hari sudah terlihat ramai. Kali ini kerinduan kami akan Nasi Jamblang yang tak tuntas sehari sebelumnya bisa terpuaskan, mulai dari Ayam Kampung Goreng, Sambal Cabe Iris, Tempe Krispi, Perkedel, Kerang, semua tersedia lengkap.  



Kami lalu menuju Pasar Kanoman setelah sebelumnya parkir di di Jalan Pecinan, kali ini giliran menyantap Kue Tapel, yang sepintas mirip Serabi Notosuman namun versi krispi,  cukup tiga biji yang penting sudah mencoba, lalu giliran Docang cukup seporsi asal sudah tahu rasanya yang agak asam-asam segar dimakan dengan lontong dan sejenis Kerupuk Melarat plus siraman saus kacang, tak lupa kami juga memesan Ketan – Ebi. Lalu kami juga memesan 10 buah Tahu Kopeci yang disantap sambil menunggu para Ibu keliling-keliling pasar.  Sebagai puncak kuliner sekitar Kanoman kami menyantap tiga butir durian ukuran sedang seharga 40.000 sebutir.








Menuju Kraton Kanoman pada awalnya sedikit membingungkan, karena masuk ke dalam pasar, sayangnya kami sudah keburu meninggalkan parkiran strategis kami di jalan Pecinan, akhirnya setelah berputar-putar kami mendapatkan lokasi parkir disamping Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Sambil berjalan kaki kami melihat beberapa pedagang jangkrik untuk pakan burung. 



Saat kami tiba Kraton Kanoman nampak sedang dibenahi, cukup luas juga ternyata kompleksnya, meski dari luar tidak terlalu terlihat. Guide membawa kami berkeliling-keliling termasuk ruang penobatan Raja, lokasi Raja menyambut tamu, rumah pertama di Cirebon yang beberapa bagian arsitekturnya mirip dengan Gua Sunyaragi alias mirip karang-karang laut.










Keraton Kanoman yang memiliki luas sekitar 6 HA, didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M. Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat, di antaranya melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke makam leluhur, Sunan Gunung Djati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat dilakukan Sunan Gunung Djati, yang juga dikenal dengan nama Syarif Hidayatullah.

Jelajah Cirebon Part #5 dari 9 : Masjid Sang Cipta Rasa dan, Kuliner Sekitar Kraton dan Kraton Kasepuhan


Lalu dengan berjalan kaki kami kembali menuju lokasi parkir mobil yang memang diparkir disamping Masjid Sang Cipta Rasa. Langsung masuk masjid, sebagian anggota rombongan shalat sunat dua rakaat, sedangkan saya masuk ke bagian dalam masjid, yang harus melalui sembilan pintu kecil dan harus masuk dengan posisi membungkuk. Konon kabarnya agar setiap orang yang melalui sembilan pintu ini harus membungkuk menunjukkan penghormatan ke Sang Pencipta.
Arsitekturnya didominasi warna merah bata, dan kayu-kayu berukuran besar dengan warna gelap yang dipasang silang menyilang. Suasana di dalamnya terasa tenang dan agak gelap, serta sekaligus mistis. Nampak beberapa jamaah yang terlihat sangat khusyuk sedang shalat di bagian depan.




Konon kabarnya, masjid ini adalah masjid tertua di Cirebon, yaitu dibangun sekitar tahun 1480 M atau semasa dengan Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Nama masjid ini diambil dari kata "Sang" yang bermakna keagungan, "Cipta" yang berarti dibangun, dan "Rasa" yang berarti digunakan. Menurut tradisi, pembangunan masjid ini dikabarkan melibatkan sekitar lima ratus orang yang didatangkan dari Majapahit, Demak, dan Cirebon sendiri. Dalam pembangunannya, Sunan Gunung Djati menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Selain itu, Sunan Gunung Djati juga memboyong Raden Sepat, arsitek Majapahit yang menjadi tawanan perang Demak-Majapahit, untuk membantu Sunan Kalijaga merancang bangunan masjid tersebut.




Konon, dahulunya masjid ini memiliki memolo atau kemuncak atap. Namun, saat adzan pitu (tujuh) salat Subuh digelar untuk mengusir Aji Menjangan Wulung, kubah tersebut pindah ke Masjid Agung Banten yang sampai sekarang masih memiliki dua kubah. Karena cerita tersebut, sampai sekarang setiap salat Jumat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa digelar Adzan Pitu, yakni, adzan yang dilakukan secara bersamaan oleh tujuh orang muazin berseragam serba putih.
Setelah puas mengeksplorasi masjid, lalu kami menuju Kraton Kasepuhan yang hanya berjarak tak sampai 200 meter, namun sebelum masuk kompleks kraton, kami menikmati Tahu Gejrot dan Dawet Ayu, yang berjualan disekitar lapangan di depan Kraton. Setelah dahaga hilang, kami segera memasuki komplek kraton.




Seorang guide muda yang menawarkan bantuan, terpaksa kami tolak dengan ramah, maklum kami tidak memiliki rencana berlama-lama di sini. Pagar kraton dihiasi berbagai macam piring keramik putih dengan berbagai motif.







Keraton Kasepuhan adalah keraton termegah dan paling terawat di Cirebon. Setiap sudut arsitektur keraton ini pun terkenal karena sejarahnya. Halaman depan keraton ini dikelilingi tembok bata merah dan terdapat pendopo di dalamnya. Keraton Kasepuhan adalah Kerajaan Islam tempat para pendiri Cirebon bertahta, disinilah pusat pemerintahan Kasultanan Cirebon berdiri.
Keraton ini memiliki museum yang cukup lengkap dan berisi benda pusaka dan lukisan koleksi kerajaan. Salah satu koleksi yaitu kereta Singa Barong yang merupakan kereta kencana Sunan Gunung Djati. Kereta tersebut saat ini tidak lagi dipergunakan dan hanya dikeluarkan pada tiap 1 Syawal untuk dimandikan.



Jelajah Cirebon Part #6 dari 9 : Makam Sunan Gunung Djati dan Kuliner H. Apud


Setelah puas melihat Kraton Kasepuhan, kami langsung menuju Makam Sunan Gunung Djati yang berjarak sekitar 10 km dari Kraton Kasepuhan. Kami sampai sekitar jam 11:50 dan langsung disambut seorang pria ramah di pelataran parkir yang menawarkan bantuan sebagai guide. Kami langsung dibawa melewati rute menembus pasar. Baru saja memasuki kawasan pasar, sekumpulan pria yang menggunakan kaos bertuliskan Linmas dengan gaya setengah memaksa, meminta kami mengisi kotak sumbangan, sambil mengatakan itu kewajiban bagi setiap pengunjung.

Setelah melewati pos tersebut, lagi-lagi kami dicegat untuk dimintai sumbangan dengan setengah memaksa, dan hal ini terus menerus terjadi sampai sekitar 5 titik perhentian. Puncaknya perhentian sebelum gerbang makam, bahkan kami diminta berhenti satu persatu untuk meminta sumbangan pada masing-masing orang. Saya sempat sedikit emosi melihat cara mereka yang setengah memaksa, namun mengingat tujuan kami adalah untuk berziarah, ya kami berusaha sabar. Masuk ke dalam makam, lagi-lagi serombongan orang mengacungkan berbagai baskom dan kaleng. Istri menghitung sepintas, ada puluhan baskom dan kaleng yang diacungkan pada kami dengan gaya memaksa. Sangat menyedihkan kalau peziarah diperlakukan dengan cara seperti ini, hal ini menunjukkan kurangnya perhatian pemerintah terkait destinasi wisata Cirebon.




Sunan Gunung Djati (diabadikan menjadi nama Universitas Islam negeri di Bandung) atau dikenal juga dengan nama Syarif Hidayatullah (diabadikan menjadi nama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah di daerah Tangerang Selatan) atau nama  lain beliau yakni Sayyid Al-Kamil adalah salah seorang dari Walisongo, ia dilahirkan Tahun 1448 Masehi dari pasangan Syarif Abdullah Umdatuddin bin Ali Nurul Alim (seorang penguasa mesir) dan Nyai Rara Santang, Putri Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi dari Kerajaan Padjajaran (yang setelah masuk Islam berganti nama menjadi Syarifah Mudaim).







Syarif Hidayatullah berada di Cirebon pada tahun 1470 Masehi, yang kemudian dengan dukungan Kesultanan Demak dan Raden Walangsungsang atau Pangeran Cakrabuana (Raja Cirebon pertama sekaligus uwak Syarif Hidayatullah dari pihak ibu), dinobatkan menjadi Raja Cirebon ke-2 pada tahun 1479 dengan gelar Maulana Jati.

Kami hanya sampai pintu ketiga, dimana nampak banyak peziarah yang dipimpin seseorang mengalunkan doa. Hanya pada Iedul Adha sembilan pintu ke makam dibuka untuk menerima keluarga kerajaan Cirebon. Di sekitar pintu ketiga nampak puluhan makam yang menurut guide kami merupakan kerabat kerajaan. Setelah turut berdoa, kami pun meninggalkan makam dan minta tolong guide untuk mencari jalan lain,  untuk menghindari teror gerombolan peminta sumbangan. Di jalan ini kami sempat dikejar2 gadis cilik pengemis yang dengan gigihnya mengikuti kami terus menerus.









Dari sini kami langsung menuju Empal Asem dan Empal Gentong H. Apud. Kami sampai jam 12:34 saat siang terik, suasana cukup ramai, nyaris tidak ada lagi meja tersisa. Di bagian depan bau sedap asap sate sudah langsung merangsang indra penciuman. Kami langsung memesan 2 porsi Sate Kambing Muda yang belakangan menurut Si Bungsu adalah sate terenak selama hidupnya, 1 porsi Empal Asem, 3 porsi Empal Gentong dan 1 porsi Nasi Lengko, 5 Nasi Putih, 7 Es Teh Manis, dan 1 Es Teh Tawar. Agar semua bisa merasakan maka piring makanan berputar diantara kami sedangkan piring nasi tetap berada di tempatnya. Total yang harus kami bayar hanya Rp.  259.600, termasuk murah untuk porsi sebanyak dan rasa selezat ini. Makan disini menghilangkan rasa kecewa di Makam Sunan Gunung Djati.

Silahkan klik untuk membaca link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2017/09/jelajah-cirebon-part-7-dari-9-taman-goa.html

Jelajah Cirebon Part #7 dari 9 : Taman Goa Wisata Sunyaragi dan Alamanis Resort


Akhirnya jam 13:50 setelah menempuh sekitar 6 km dari lokasi H. Apud, kami pun sampai di Gua Sunyaragi yang terletak di lahan seluas 15 hektar, berlokasi di kelurahan Sunyaragi, Kesambi. Lokasi ini kadang disebut Taman Air Sunyaragi atau Tamansari Sunyaragi. Dalam Bahasa Sansekerta "Sunya" artinya adalah sepi sedangkan "Ragi" berarti raga, sesuai tujuan Sultan Cirebon dan keluarga kerajaan yang menjadikan tempat ini sebagai tempat beristirahat dan meditasi.




Kompleks yang memiliki dua versi tahun pembuatan ini (1703 vs 1529) memiliki berbagai tempat untuk berbagai kepentingan seperti pos penjaga, tempat pembuatan senjata, tempat bersantai, tempat bertapa, tempat kelelawar, dapur, mushalla, tempat Sultan memberikan wejangan bahkan tempat lokasi prajurit berlatih. Karena kelengkapan ini maka Sultan saat perang dengan Belanda sempat menjadikan tempat ini sebagai benteng, sehingga sempat dirusak oleh Belanda.




Gua Sunyaragi yang memadukan arsitektur India/Hindu, China, Timur Tengah, dan bahkan Eropa ini dipercaya masyarakat setempat sebagai lokasi yang berbau mistis.  Misalnya keyakinan adanya lorong yang tersambung ke Gunung Djati bahkan Arab dan China. Mengingat sejarahnya sayang sekali belum terlihat perhatian khusus dari Pemerintahan Cirebon untuk membuat tempat unik ini menjadi lebih nyaman bagi wisatawan, meski menurut kebanyakan pengunjung situasi saat ini jauh lebih baik dibanding masa sebelumnya saat masih dikelola kerajaan. 

Setelah puas menikmati keunikan Taman Gua Sunyaragi, kami langsung menuju lokasi Alamanis Resort,  lokasi penginapan malam kedua, kira-kira 10 km dari Gua Sunyaragi, tepatnya di kawasan Bukit Gronggong yang biasa dilewati jika mau menuju Kuningan.

Kejutan buat kami, Alamanis Resort suasananya bagai rumah sendiri, berhalaman luas, terdiri dari kumpulan cottage yang didesain dengan gaya klasik, pepohonan lebat, kolam dan gentong-gentong air untuk mensiasati cuaca Cirebon yang relatif panas. Singkatnya penampilan layaknya Desa Ubud namun berlokasi di Cirebon. Nyaris semua bahan bangunannya menggunakan bahan-bahan tempo dulu seperti genteng tua, kusen tua, tempat tidur tua namun disusun dengan cara yang berkelas. Dominasi hiasan kayu terlihat dimana-mana dan sepertinya tidak ada kayu yang tidak digunakan di Alamanis Resort. Konsekuensi menginap disini salah satunya tidak diperkenankan merokok karena akan sangat berbahaya sekiranya terjadi kebakaran.




Setiap cottage dikenali dengan RT dan RW, ruang pertemuan seakan akan Balai Desa, swimmimng pool seakan akan telaga, gift shop seakan akan warung dan seterusnya dll. Jalan yang agak besar memiliki nama jalan, sedangkan yang kecil diberi nama gang. Hanya saja tempat ini kurang cocok bagi usia lanjut mengingat banyaknya tangga, disebabkan kontur tanahnya di lembah perbukitan Gronggong.











Kamar mandinya juga unik, karena salah satu sisi dindingnya relatif terbuka menghadap halaman belakang sehingga mengingatkan saya akan Qunci Villas di Lombok. Ajaibnya setiap cottage boleh dibilang unik, karena memiliki desain masing-masing dengan bentuk ruangan yang tak selalu harus menyiku. Saat malam hari bunyi jangkrik bersahut-sahutan sementara di pagi hari burung-burung menyambut setiap tamu dengan cicitan khas.  Secara lokasi Alamanis juga relatif sangat dekat dengan gerbang tol GT Ciperna, untuk kembali ke Bandung atau Jakarta.  

Silahkan klik untuk membaca link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2017/09/jelajah-cirebon-part-8-dari-9-kuliner.html

Jelajah Cirebon Part #8 dari 9 : Kuliner Seafood Haji Moel dan Kuliner Klapa Manis Resto


Sorenya kami berenang sepuasnya dan kesempatan juga bagi saya mengajar keponakan paling kecil berenang. Setelah shalat maghrib kami pun bersiap siap kembali ke Cirebon untuk mengunjungi Haji Moel di Jalan Kalibaru Selatan, sekitar 10 km dari Alamanis Resort, yang bisa dicapai dalam waktu sekitar 30 menit.

Disini kami memesan 1 porsi Cumi Tepung, 6 porsi Nasi Putih, 1 porsi Kerang Rebus, 1 porsi Kangkung Ca, 1 porsi Ikan Kue Bakar, 1 porsi Kepiting Telor Asin, 1 porsi Kepiting Goreng Saos Padang,  2 Alpukat, 2 Teh Botol, 1 Jus Sirsak,  1 Juice Strobery dan 1 Es Teh Manis. Total biaya yang kami keluarkan cukup mahal dibanding restoran-restoran sebelumnya yakni Rp. 619.500 yang sepertinya diakibatkan 2 porsi Kepiting yang merupakan setengah dari total harga. Sayang saya keasikan makan karena capai berenang malah lupa mengabdikan penampakan berbagai hidangan di Haji Moel. 

Kamipun meninggalkan Haji Moel dengan perut kenyang. Namun istri mengingatkan alangkah baiknya kami singgah sebentar di Resto Klapa Manis, salah satu yang disebut-sebut dalam berbagai blog perjalanan di Cirebon, karena pemandangannya di waktu malam ke arah Cirebon termasuk ke garis pantainya dan juga arsitekturnya yang menarik.

Saat kami tiba, terlihat parkiran cukup penuh, nampak beberapa Polisi Militer langsung menyambut kemudian membimbing serta dan menyiapkan lahan parkir khusus bagi kami. Aneh juga karena ada banyak pejabat Polisi Militer yang ikut menyambut, namun wajah mereka terlihat ragu saat kami turun dari mobil. Beberapa saat kemudian nampak mobil yang persis dengan kami baik, merk maupun warna mendekat, sepertinya para Polisi Militer ini salah menyambut. Hemm enak juga sekali-sekali menjadi pejabat penting.








Disini kami tidak makan berat, melainkan menikmati 1 porsi Kentang Goreng, 1 porsi Sosis Goreng,  2 porsi Stick Peuyeum, 1 Bandrek Kelapa, 1 Milk Chocolate, 1 Es Teh Manis, 1 Teh Poci Gula Batu, dan 1 Teh Tarik sambil menikmati pemandangan ribuan lampu jauh dibawah sana. Minum Teh Poci panas-panas sambil sesekali mengunyah Stick Peyeum dan melayangkan pandangan ke bawah sana memberikan perasaan relaksasi tertentu. Untuk Cirebon yang tidak banyak memiliki bukit, lokasi seperti ini pastilah sangat istimewa, namun kalau kita bandingkan dengan Bandung, yang lebih banyak memiliki dataran tinggi, sebenarnya apa yang disuguhkan Klapa Manis terhitung biasa. 

Sebenarnya ingin juga mencicipi Nasi Liwet Klapa Manis yang konon kabarnya istimewa, namun perut sudah tak lagi memungkinkan untuk diisi, belum lagi rasa kantuk yang semakin kuat akibat berenang sepanjang sore.