Tuesday, August 20, 2019

Jalan2 ke Patahan Lembang Part #1 dari 4


Lama tidak berkumpul dengan teman eks Pusat Ilmu Komputer dan Sistem Informasi ITB, via whatsapp group, kami merencanakan untuk hiking diantara Tebing Keraton,  Puncak Bintang dan Batu Lonceng melewati Sesar Lembang. Sialnya menjelang hari H, satu persatu kandidat peserta mengundurkan diri dengan berbagai sebab. Sehingga akhirnya hanya tersisa lima peserta saja. Minggu 18/8/2019 jam 06:30  kami janjian ketemu di PUSAIR Dago. Setelah sarapan Kupat dan Bubur Ayam, kami pun bersiap-siap untuk memulai petualangan kali ini. 
Bagaimana rute kali ini ?

Rute Angkot Pergi (sekitar 8 km) 

PUSAIR DAGO-Tahura-Bumi Herbal Dago-Warung Le Cordon

Rute Hiking (sekitar 7,3 km)

Warung Le Cordon - Tebing Keraton - Hutan Baru Tunggul Tebing Keraton – Pamuncangan – Hutan Tahura Blok Cihargem - Warung Abah Eman via Jalur Babagongan - Sesar / Patahan Lembang - Batu Loceng – Patrol Suntenjaya. 

Rute Angkot Pulang (15,3 km)

Patrol Suntenjaya – Maribaya Lodge – Pusair 

Ada cara mudah membuat tulisan tentang perjalanan, untuk urutan kejadian pastikan ada foto disetiap milestone, lalu urutkan file imagenya berdasarkan tanggal/jam lalu tambahkan narasi. Sedangkan untuk peta lokasi, pastikan location tags “enabled”. Setelahnya saat membuka file image cek properties untuk menarik data longitude dan latitude anda, lalu import ke googlemaps,  Sialnya saya baru sadar, location tags saya ternyata masih “disable” justru setelah perjalanan kali ini diakhiri. 


Patahan atau Sesar Lembang, mahluk apakah ini  ?, cara mudah untuk menjelaskannya yakni semacam daratan yang ambles diantara dua gugus gunung/bukit  dan membentuk parit / retakan raksasa setinggi 100 meter, sepanjang 29 km dari Batu Loceng Lembang sd Padalarang. Saat ini masih terjadi pergerakan sebesar 3 sd 6 mm per tahun.  Patahan ini sebelumnya diduga pernah mengakibatkan gempa 6,5 sd 7 SR pada abad kelima belas dan abad kesatu (60 SM). 

Pergerakan tsb menunjukkan Patahan / Sesar ini masih aktif, dan karena Bandung berdiri diatas Danau Purba, maka kontur tanah eks danau yang labil akan mengamplifikasi gempa tsb menjadi lebih besar.  Pergerakan 3 sd 6 mm ini, saat sudah mencapai sekitar 4 meter, maka akan menyebabkan pelepasan energi raksasa demi mencari keseimbangan baru dan memicu gempa raksasa. 

Mari kita langsung menuju ke lokasi, menikmati keindahan alam yang sesungguhnya menyimpan kerapuhan, agar senantiasa sebagai pengingat untuk mendekatkan kita pada Nya, dan menyadari sebaik2nya bekal adalah amal baik. 




Kembali ke perjalanan, angkot melaju meninggalkan PUSAIR langsung menuju Tahura, selepas Tahura kami melewati Bumi Herbal Dago, dan akhirnya berhenti di Warung Le Cordon setelah menempuh kurang lebih 8 km. Biaya sewa angkot kesini IDR 100.000 Dari sini kami memulai hiking jalan memotong melewati private area dengan mendaki tangga ekstrim yang lumayan tinggi dan sampai di jalan utama bagian atas dengan nafas tersengal-sengal. Dari jalan utama menuju Tebing Keraton kami kembali melanjutkan perjalanan, sekitar 1,3 km berjalan menanjak melintasi perbukitan yang mengingatkan saya akan jalan turunan saat meninggalkan Bromo bertahun tahun lalu, dimana petani memanfaatkan lahan curam untuk menanam berbagai tanaman. 






Link berikutnya https://hipohan.blogspot.com/2019/08/jalan2-ke-patahan-lembang-part-2-dari-4.html

Jalan2 ke Patahan Lembang Part #2 dari 4


Akhirnya kami sampai di Tebing Keraton, mampir sebentar di warung yang menyediakan toilet, kami menyiapkan diri untuk perjalanan yang lebih jauh dan lama. Tak lama kami setelah melewati perkampungan penduduk, kami mulai memasuki hutan di wilayah Cihargem – Baru Tunggul. Cuaca sangat bersahabat dan langit berwarna biru cerah, dengan sedikit awan. 







Setelah berjalan kembali sekitar 1,8 km,  di ujung hutan yang juga ujung dari Desa Baru Tunggul alias Pamuncangan kami berharap dapat sepotong dua potong Bala-Bala dan Pisang Goreng hangat di warung yang memang biasanya buka disitu. Ternyata harus menelan kekecewaan, karena warungnya tutup. Berdasarkan keterangan beberapa petugas di lokasi tsb, sepertinya gara-gara akses masuk motor trail ke hutan ditutup yang dikuatirkan dapat menyebabkan kebakaran hutan, Bisa jadi karena jalan ditutup, pemilik warung tidak berjualan pada hari tsb. Ya sudahlah, jadi kami cuma ambil beberapa foto di sekitar sini. 




Selepas dari sini, dengan tetap berusaha menjaga semangat kami melanjutkan perjalanan karena ada informasi Warung Babeh Kasmin yang berada di tengah hutan, lewat jalur Babagongan masih tetap buka.  Jalur pendakian berikutnya penuh dengan debu, dibagian tengah ada “monorel” alias parit tunggal yang cukup dalam karena aktivitas motor trail. Lokasi ini ternyata merupakan perbatasan antara kawasan Perhutani dan Taman Hutan Rakyat yang ditandai muncul barisan tanaman kopi.  Dan tampak banyak pohon Pinus yang sedang dalam proses penyadapan untuk bahan terpentine. 




Karena jalannya tidak begitu bersahabat, kami naik ke tebing dipinggir jalan dan terus berjalan, sampai bertemu rombongan keluarga dengan tiga anak, yang sedang mencoba rute dari Puncak Bintang ke Tebing Keraton. Informasi mengenai makanan di warung yang baru saja mereka lewati membuat semangat kami tetap terjaga. 

Karena kebetulan semua sudah pernah ke Puncak Bintang, kami tidak berbelok ke kanan, melainkan langsung belok tajam ke kiri menanjak kearah Warung Abah Eman lewat jalur Babagongan. 

Perjalanan sedikit terganggu dengan suara motor trail meraung-raung dibelakang kami yang sedang terengah engah menanjak, lalu dengan kecepatan tinggi sebuah motor trail lewat, tanpa basa basi meski debu musim kemarau beterbangan membubung di sekeliling kami.  BIsa dibayangkan jika sama sekali tidak ada portal di lokasi ini, ada berapa banyak motor trail yang lewat dan membuat pejalan kaki seperti kami harus mengalah. Tidak di kota, tidak di hutan sepertinya pejalan kaki memang hampir selalu menjadi kasta paria atau sudra. 

Link berikutnya https://hipohan.blogspot.com/2019/08/jalan2-ke-patahan-lembang-part-3-dari-4.html

Jalan2 ke Patahan Lembang Part #3 dari 4


Melihat arogansi pemotor disini, jadi ingat cerita fisioterapis di klinik saya, yang memang pehobi mountain bike. Dia cerita di lokasi kaki Gunung Manglayang,  daerah Kandang Hayam dimana dia sering bersepeda. Suatu hari, para pesepeda merasa tidak nyaman karena mulai seringnya aktivitas motor trail. 


Tak ingin konfrontasi, para pesepeda membuat jalur baru. Eh suatu hari ada 10 pemotor sengaja masuk juga ke jalur baru tsb meski sudah dibuat papan peringatan di awal jalan masuk. Kebetulan treknya memang menantang, dengan tikungan, tanjakan dan turunan bervariasi. 

Terjadilah konfrontasi, dan 10 pemotor tsb ternyata tak punya nyali untuk konflik fisik dengan pesepeda yang memang lebih fit secara postur dan stamina, alhasil ke 10 motor tsb roda2nya ditusuk dengan pisau oleh para pesepeda, dan terpaksa mendorong motornya ke luar jalur sepeda dengan diiringi cemoohan. 

Memang berbeda dengan pemotor, yang suara raungan mesinnya bising menganggu, juga debu yg membubung,  dengan ban2 yang merusak jalan, plus tidak adanya sopan santun pada pengguna jalan lain,  para pesepeda selalu menghormati pejalan kaki, dan bahkan cederung menuntun  sepeda jika ketemu warga setempat, khususnya  yang sudah sepuh.

Ada 5 jenis jajanan di warung ini, mulai dari Ketan Goreng, Pisang Goreng, Lontong (yang kebetulan baru matang), Bala-Bala dan Tempe Goreng berukuran besar dengan harga IDR 2.000 per potong. Saya dan istri menyantap 5 potong ditemani dua botol Pucuk Harum dan satu Bandrek panas. Rombongan menghabiskan sekitar IDR 68K untuk segala macam jajanan, dan berusaha istirahat sekalian mengembalikan tenaga yang sempat terkuras saat mendaki, dari sisi sebelah warung gerombolan “orcs” (meminjam terminologi Tolkien dalam Lord of The Ring) bermotor trail saling memaki sambil mengepulkan asap rokok dengan kata2 kasar dan sesekali terbahak-bahak. Karena sering menonton film2 action, sempat terbayang imajinasi memasang kawat sling yang diikatkan diantara pohon pinus untuk meredam arogansi mereka. 






Setelah berjalan kurang lebih 2,3 km dari Pamuncangan, sampailah kami di lokasi yang sangat terkenal hari2 ini, yakni Patahan Lembang atau Sesar Lembang. Dari sini kita bisa melihat destinasi wisata The Lodge, yang memang lokasinya tepat berada di salah satu titik Patahan Lembang. Lokasi ini mudah dikenal dari kejauhan dengan ciri2 Balon Terbang merahnya. 





Betha, sahabat sekaligus guide kami yang memang mendalami ilmu Geologi di ITB, menjelaskan apa itu Patahan Lembang, dan setelah sejenak berfoto2 disini, kami berjalan menyusuri pinggir jurang dengan ketinggian lebih dari 100 meter. Nun di kejauhan nampak berjejer gunung2 dengan Gunung Tangkuban Perahu sebagai primadonanya, disisi kanan Bukit Tunggul dengan ujungnya yang agak meruncing dan Gunung Burangrang di sisi kiri. Nampak kepulan asap dari  Kawah Ratu Gunung Tangkuban Perahu terlihat jelas, juga bibir sumbing kawah Tangkuban Perahu. Sisi ini jika dilihat dari Bandung seperti puncak datar dari perahu yang terbalik. 








Lagi-lagi suasana tenang terganggu dengan rombongan motor trail yang kembali unjuk arogansi di jalur yang kami lewati dan menyebabkan debu tebal menjulang tinggi.  

Link berikutnya https://hipohan.blogspot.com/2019/08/jalan2-ke-patahan-lembang-part-4-dari-4.html

Jalan2 ke Patahan Lembang Part #4 dari 4


Setelah puas menikmati pemandangan dari ketinggian, kami melanjutkan perjalanan ke Batu Loceng, Sunten Jaya,  kampung yang berbatasan dengan hutan dan tebing dari Patahan Lembang. Perjalanan menurun terus sampai dengan kampung, kami harus tetap berhati-hati, karena sebagian adalah jalan batu. Istri sempat keram disini, dan kami tertinggal rombongan cukup jauh. Betha memilih turun ke sisi jurang untuk menghindari pertemuan dengan kawanan “orc”, saat perjalanan ke Batu Loceng 






Menjelang lohor setelah berjalan sekitar 1,3 km dari Patahan Lembang,  kami sampai di salah satu mesjid di Batu Loceng, istirahat dan melepas lelah lanjut dengan wudhu dan membersihkan diri ala kadarnya dengan air pegunungan yang sangat sejuk. Karena memang dari masjid sekitar sudah terdengar suara adzan. Mas Epsi salah satu anggota rombongan spontan langsung mengaktifkan sound system untuk adzan, dan kami lanjutkan dengan shalat berjamaah. Aneh juga hanya ada kami berlima dan seorang pemuda yang kebetulan lewat yang shalat disini tanpa satupun warga lokal. 

Setelah shalat, kami melanjutkan perjalanan menuju terminal angkot Sunten Jaya di Kampung Patrol.. jaraknya sekira kurang dari 500 meter. Lalu mampir sebentar ke tempat riset budidaya BSF (Black Soldier Fly) yakni lalat tentara hitam, yang lebih mirip tawon namun dalam versi mini dan ramping. Namanya lalat, tetapi BSF ini jauh dari seperti bentuk lalat seperti pada umumnya. Umumnya digunakan untuk membersihkan sampah dan mengubahnya menjadi kompos. Atau digunakan sebagai pakan ikan dan ayam.

Lama menunggu di Patrol, ternyata pada hari tsb ada banyak angkot yang disewa oleh manajemen The Lodge, gara-gara bis wisata yang menuju The Lodge harus berhenti karena sedang ada proyek pengerasan jalan. Untung ada angkot yang tidak keberatan mengantar kami ke The Lodge untuk kemudian meneruskan perjalanan ke Dago. Kakek supir angkot mengatakan dia bersedia mengantar kami jika dia tidak disewa oleh manajemen The Lodge, namun saat sampai di The Lodge,  karena memang disewa, Sang kakek minta maaf pada kami, dan akhinya kami turun setelah membayar IDR 20.000 meski sempat ditolak Sang Kakek. 

Saya cek Galaxy Watch saya, dan baru sadar, hiking di lokasi turun naik seperti ini indikator step dalam perangkat lunak SHealth, menunjukkan sekitar 21.557 step. Step sebanyak itu artinya sekitar 12 sd 13 km kalau berjalan di jalan datar. Namun indikator jarak SHealth, cuma menunjukkan sekitar 7,3 km. Artinya jarak langkahnya memang jadi lebih pendek di area turun/naik, dan sempat kaget melihat heart rate saya sempat mencapai 158. 

Kami lanjut dengan angkot lain yang kami sewa IDR 120.000 untuk mengantar kami kembali ke PUSAIR Dago.  Berapa biaya perjalanan kali ini, per orang kurang lebih sekitar IDR 50.000, namun kenikmatannya bertahan berbulan2. Kami lalu berpisah di Pasar Simpang seraya berharap dapat bertemu lagi kelak dalam keadaan sehat dan dengan petualangan baru.



Monday, August 12, 2019

EDC (Electronic Data Capture) Perlu atau Tidak ?


Sejak 2014 klinik mulai operasional saya masih merasa semua transaksi cukup dengan cash. Namun Unit Gigi sebagai salah satu unit di klinik saya, sempat menyampaikan masukan mengingat tarif tindakan Unit Gigi yang cukup besar, sehingga membuka berbagai alternatif pembayaran, selain cash seperti Debet Card atau Credit Card akan lebih memudahkan pasien untuk membayar biaya layanan. 

Istri lantas mengontak PIC di Syariah Permata, yang dengan cepat segera ditindak lanjuti oleh PIC tsb dengan mengirim team EDC yang lsg melakukan survey di lokasi klinik. Lalu pihak teknisi EDC melakukan survey lanjutan di lokasi dan secara online PIC EDC menghubungi saya terkait proses pengisian kuesioner, alhasil 2 minggu kemudian seperangkat mesin EDC berserta sekian set kertas printer thermal sudah tersedia di Front Office dan langsung diikuti dengan pelatihan penggunaan. 




Sekitar 18 hari setelah pemasangan, total sudah ada 42 transaksi, dan ternyata memang sangat memudahkan bagi pasien yang tidak membawa uang cash. Terlihat meski perlahan transaksi cashless ini semakin meningkat, dan memudahkan proses setor ke Bank yang selama ini dilakukan secara fisik. 

Apa saja fitur EDC Permata ? anda bisa menggunakan fitur penerimaan pembayaran baik dengan Credit Card maupun Debit Card dengan VISA, MasterCard, Maestro, GPN, ATM Bersama, Prima, dan juga Alto. EDC Permata juga menyediakan fungsi mini ATM. 

Bagaimana mengecek transaksi anda ?, setelah proses settlement di akhir jam operasional, keesokan pagi pihak bank akan mengirim total jumlah semua transaksi sehari sebelumnya, via SMS dan juga dapat diakses lewat aplikasi internet Permata X. Kita bisa cek rekap manual kemarin dengan report yang diperoleh dari bank. 

Bagaimana memastikan transaksi konsumen anda sudah berjalan dengan baik ? Pada mesin EDC tersedia fungsi cetak transaksi terakhir, hal ini bisa digunakan sebagai bukti pada konsumen bahwa transaksi terakhir tidak berdampak pada posisi keuangan ybs, sekiranya ada transaksi yang menurut konsumen bermasalah. 

Berapa biaya transaksinya ?, secara umum Bank Indonesia memberikan panduan berdasarkan MDR (Merchant Discount Rate) yang akan memiliki variasi sesuai dengan bank yang merilis mesin EDC tsb. Pada kasus saya, maka rate yang digunakan adalah 

Debit Card 
  • Sesama Bank Permata : 0,15% dari nilai transaksi 
  • Beda Bank : 1 Persen dari nilai transaksi 
Credit Card 
  • Sesama Bank / Beda Bank : 1,9 % dari nilai transaksi 
Kenapa dinamakan Merchant Discount Rate ?, karena sesuai peraturan Bank Indonesia, hal ini memang diminta agar menjadi tanggung jawab merchant dan bukan konsumen, namun bisa saja digratiskan oleh pihak Bank jika frekuensi transaksi anda cukup tinggi sehingga pihak Bank tidak keberatan memberikan dispensasi. Hal ini umum terjadi di retail2  besar dimana penggunaan kartu debet tidak dibebankan biaya apapun. Atau konsumen yang rela membayar MDR ini, sebagaimana banyak terjadi di pusat2 perdagangan, jadi pilihannya adalah, memilih pembebanan semua biaya ke konsumen (dengan resiko bisa kena sangsi dari Bank Indonesia), ada yang hanya menggratiskan debet namun tetap harus membayar transaksi kredit, ada juga yang menggratiskan semua transaksi baik debet maupun kredit. 

Jadi saya kira kesimpulannya sbb;

Keuntungan 
  • Konsumen memiliki alternatif pembayaran 
  • Untuk transaksi yang nilainya cukup tinggi, konsumen bisa menggunakan mode cicilan via credit card. 
  • Merchant tidak perlu setor uang secara fisik ke bank.
  • Tak ada biaya apapun dari bank terkait pengunaan mesin ini kecuali biaya transaksi. 
Kerugian 
  • Peraturan Bank Indonesia mengharuskan merchant membayar biaya transaksi. 
  • Saat aliran listrik mati, transaksi tidak dapat dilakukan.  
  • Meski bisa menggunakan rekening eksisting, tetapi dianjurkan memiliki rekening khusus untuk ini. 
Demikian cerita singkat tentang bagaimana EDC akhirnya saya implementasikan sebagai bagian dai fasilitas pembayaran di klinik. 






Rekan2 Pengusaha,Sudahkan Anda Mengurus NIB (Nomor Induk Berusaha) ?


15/Juli/2019, saya dikabari istri soal pesan yang viral dari BKPM via whatsapp alias Badan Koordinasi Penanaman Modal,  mengenai pemilik usaha berbadan hukum seperti PT, Yayasan  / Perkumpulan / Perhimpunan  maupun badan usaha seperti CV / Firma / Usaha Dagang Perorangan  yang belum merubah maksud tujuan kegiatan usaha mengacu pada KBLI Terbaru (Klarifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia)  agar segera mengurus registrasi NIB sebelum akhir Agustus 2019.

Apabila belum memilki NIB, atau lalai mendaftarkan NIB maka akan dibekukan kegiatan izin usahanya sesuai Surat Edaran dari Kemenkumham melalui Dirjen AHU sehingga tidak bisa mengunakan izin kegiatan usaha yang lama. Dengan demikian sesuai konsekuensi hukum, usaha yang lama akan gugur demi hukum. Lantas akan ada resiko nama usaha yang selama ini menjadi identitas bisnis anda bisa dipakai  oleh pihak lain, yang secara persyaratan lebih siap.  

Akses untuk memeroleh NIB ini bisa dilakukan lewat OSS (Online Single Submission) yang dirilis 9 Juli 2018, sementara akhir Agustus 2019, hukuman pembekuan izin usaha sudah berlaku bagi yang tidak mengurus NIB, meski anda punya seabrek izin lengkap yang sudah ada sebelumnya.  Link mengenai OSS silahkan cek di https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b433407c8d81/sistem-oss-diluncurkan--izin-berusaha-kini-lebih-mudah/



Karena itu saya langsung masuk situs OSS, namun gagal rekam dan menemui jalan buntu di step kedua dari total 5 step, karena KBLI 2017 ternyata tak sesuai dengan akte perusahaan saya di AHU yang dibuat 2016. 

Tak hilang akal saya masuk ke group asosiasi klinik, dan sesuai saran salah satu member, saya disarankan mengontak notaris saya yakni Bu RRR. Info dari beliau harus ada RUPS kembali, pembuatan akte baru berdasarkan RUPS dan SK Menkumham, lalu registrasi ulang di OSS sampai mendapatkan SK Kemenhukam, Sertifikat NIB dan Sertifikat SIUP. Namun karena biayanya IDR 9,5 juta, saya coba cari alternatif lain. 

Dari member asosiasi lainnya. saya disarankan mengontak PIC dari  PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu), dan informasinya memang sama, diperlukan notaris yang akan menjalankan step-step diatas, dan dari beliau akhirnya saya mendapatkan notaris lain yakni Bu RE. Saya langsung kontak Bu RE, beliau bisa bantu dengan biaya IDR 4 Juta, namun proses NIB dilakukan oleh kami sendiri dengan pendampingan dari team beliau. Bu RE memberikan data KBLI terbaru untuk dipelajari, dan kami memilih kode sbb;

(86104) Aktivitas Poliklinik Swasta 
(86201) Aktivitas Dokter Umum 
(86202) Aktivitas Dokter Spesialis 
(86203) Aktivitas Dokter Gigi 
(86901) Aktivitas Pelayanan Kesehatan yang Dilakukan oleh Paramedis 
(86904) Aktivitas Angkutan Khusus Pengangkutan Orang Sakit (Medical Evacuation)
(86903) yakni Aktivitas Pelayanan Penunjang Kesehatan
(47722) Perdagangan Eceran Barang Farmasi di Apotik

Alhasil 9/Agustus/2019 setelah RUPS, lalu akte baru sudah selesai begitu juga SK Menkumham. Maka kami langsung proses NIB, dan selesai serta lsg mendapatkan NIB dan SIUP dari sistem. Proses pengisian OSS nya simple buat yang sudah paham, namun siapkan terlebih dahulu data sbb; 


  • Apakah akan mendirikan bangunan ?
  • Luas tanah yang diperlukan ? 
  • Status bangunan usaha sewa atau bukan ? 
  • Jumlah tenaga kerja berdasarkan jenis kelamin ? 
  • Data lokasi usaha (propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, kelurahan, alamat usaha)
  • Data rencana nilai investasi (nilai bangunan, mesin/peralatan, mesin/perlatan impor, nilai beli dan petangan tanah, investasi lain) ?
  • Modal kerja per 3 bulan ? 
  • Komposisi pemegang saham ? 
  • Koordinat geografis lokasi perusahaan anda ? 
  • NPWP, email dan eKTP semua pemegang saham ?


Kira2 demikian tulisan saya kali ini, semoga bisa membantu rekan2 pengusaha yang mengalami masalah sama.