Kejutan buat saya, ketika ternyata Flying Colors jadi merilis album kedua alias Second Nature. Merupakan hal yang cukup aneh sebenarnya kalau proyek sampingan dengan personel papan atas seperti band ini dapat berkumpul lagi dan menghasilkan album kedua. Dan ajaibnya tanpa perubahan personel. Hal ini menunjukkan diantara members sudah terjalin chemistry yang pas.
Berbeda dengan album pertama yang sepanjang 60.26, kali ini Second Nature memiliki rekaman yang lebih panjang yakni sebesar 65.58. Dengan 9 track dimana track 9 memiliki 3 part. Secara komposisi, permainan di album ini lebih progressive dan sekaligus kompleks di banding album pertama yang cenderung manis. Berikut komposisi track dalam album ini;
1.Open Up Your Eyes (12:24)
2.Mask Machine (6:06)
3.Bombs Away (5:03)
4.The Fury of My Love (5:10)
5.A Place in Your World (6:25)
6.Lost Without You (4:46)
7.One Love Forever (7:17)
8.Peaceful Harbor (7:01)
9.Cosmic Symphony (11:46)
I. Still Life of the World (3:15)
II. Searching for the Air(2:58)
III. Pound for Pound (5:33)
Karena lebih bercita rasa progressive, maka bagi saya, album ini otomatis lebih baik dibanding album pertama, terlihat sekali bagaimana masing-masing personil kini lebih dapat menekan ego dan benar-benar bekerja sebagai satu band. Hal ini juga diakibatkan konser keliling Eropa dan Amerika yang semakin mendekatkan mereka satu sama lain.
Bukan cuma bicara musik, bahkan dari artwork setelah mengganti Bill Evans yang pada Second Nature lebih fokus sebagai produser, di sini dilibatkan Hugh Syme yang selama ini dikenal sebagai penggarap artwork album-album Rush dan Dream Theater. Berikut track per track;
Track 1 (****) dibuka dengan piano yang syahdu, lalu jeritan gitar musicman Steve Morse, setelah 4:18 bermain main dengan instrumental, barulah vokal masuk. Track ini sepertinya layaknya pintu gerbang untuk masuk ke dunia Flying Colors, jika anda tidak lolos di sini jangan harap bisa menikmati musik mereka selanjutnya. Liriknya sendiri mengingatkan kita untuk banyak bersyukur, karena kebanyakan manusia ternyata memiliki alasan untuk bahagia.
Track 2 (***), ada kesan Muse yang kuat, masuk ke pertengahan lagu, kita bisa menikmati berbagai fill in ala Portnoy. Dimainkan dengan riang lagu ini terkesan manis. Bagi saya, lirik yang bercerita mengenai dampak konsumerisme bukan track terbaik dalam album ini, meski justru ini track favorit McPherson.
Track 3 (****), asik sekali mendengar bagaimana La Rue memainkan bas, salah satunya di track ini, dimana permainannya padu sekali dengan Portnoy. Sound yang dipilih juga pas sekali sehingga tidak tertimpa suara instrumen lain seperti yang sering terjadi pada Myung di Dream Theater atau Robert Trujillo di Metallica. Track ini juga memberi kesempatan pada Morse untuk unjuk gigi dalam solo yang relatif panjang. Kali ini liriknya mengingatkan kita akan hidup yang seimbang.
Track 4 (***), track ini agak sahdu, dan mengingatkan saya akan album pertama mereka. Meski kebanyakan lirik serta komposisi dibuat McPherson, namun dalam track ini Neal Morse lah yang lebih berperan.
Track 5 (***), pada track ini Portnoy bermain lepas dan mengingatkan kita saat dia masih bersama Dream Theater, namun secara materi, masih mirip dengan track 4, yakni cenderung berbau pop-rock. Disini juga kita bisa mendengar paduan suara yang meski tidak seindah The McCrary Sister, namun merupakan kolaborasi McPherson, Morse dan Portnoy.
Track 6 (****), lagu yang enak di dengar, lengkap dengan paduan suara, perubahan beat yang asik, permainan bersih. Lagi-lagi Morse mendapatkan porsi solo yang lebih dari cukup disini. Sepertinya semua member memaklumi Morse dengan jam terbang tinggi akan menjadi nilai tambah bagi Flying Colors. Lirik yang dibuat McPherson mengenai kehilangan seseorang yang berarti dalam hidup.
Track 7 (***), track ini bagi saya terlalu manis, dan kental nuansa pop-nya. Untung diselamatkan dengan permainan keyboard bernuansa violin ala Kansas yang dimainkan dengan cepat dan indah. Steve Morse juga memberikan warna etnis dalam track ini bersama sama dengan nuansa violin memperkaya track ini.
Track 8 (*****), background vocals yang dibawakan The McCrary Sister membuat lagu ini menjadi sangat indah, mengingatkan saya akan original score Band of Brothers karya Michael Kamen, sahdu, sekaligus megah dan menjadi semakin indah saat Morse menjeritkan melodi lewat musicman andalannya. Mendekati ujung lagu, choir di bagian akhir sampai penutup membuat track ini nyaris sempurna. Bagi Steve Morse suasana yang dibangun dalam track ini layaknya suasana damai setelah badai hebat, dan rasanya Steve Morse berhasil.
Track 9 () (*****), diawali suara hujan sesekali ditingkahi petir, maka perjalanan menikmati track inipun dimulai, meski terdiri dari tiga part namun track ini bukan merupakan track terpanjang dari album ini. Secara lirik masih merupakan kritisi terhadap budaya konsumerisme. Kali ini kita seakan mendengar Matthew Bellamy dari Muse, bernyanyi dengan teknik falsettonya yang khas. Lalu La Rue lagi-lagi memamerkan teknik bas dengan melodius sebagaimana yang biasa dia pamerkan saat masih di Dixie Dregs. Track ini tak kalah megahnya dengan track 8, juga berkat The McCrary Sister yang juga dilibatkan disini dan memberi warna yang memikat. Dan lalu sebagaimana dentingan piano indah saat awal di pembukaan album, maka album ini pun berakhir dengan dentingan piano indah Neal Morse, dan suara hujan serta petir.
Benar-benar album yang asik, semoga masih ada karya berikutnya dari Flying Colors yang bisa mewarnai dunia progressive dengan karya bermutunya.
1 comment:
Bang Pohan, selalu menarik mengikuti sepak terjang Portnoy pasca DT. Baca review bang Pohan harus segera cari CD nya...
Post a Comment