Thursday, July 09, 2009

Sang Nabi

ya nabi
ya rasulullah
ku merintih dalam doa
sambil bersesakan di raudah
dan menyentuh haru kedua pintu mimbarmu

dan kubisikkan salam didepan makammu
dengan air mata yang terus bercucuran mengenang betapa mulianya dirimu
serta doa tak putus putus agar aku dapat menjadi bagian dari umatmu

Uhud

dengan gigi patah
dan wajah berlumuran darah
kau panjatkan doa
didepan compang camping tubuh hamzah
terserak bersama 72 jenazah
tombak wahsyi,
buasnya hindun,
dan hinanya abu sufyan
tak mampu
menyamai dalamnya lautan maafmu

Nabawi

1o menaramu
menunjuk terang ke kelamnya langit malam
penuh cahaya
memberikan arah pada kami,
para musafir penuh dengan cinta
dibawah naungan kubah hijaumu
kukirim salam pada rasul
cinta ku pada nya
memupus waktu diantara kami

Baqi’

di tenggara nabawi
1000 burung merpati terbang diatas baqi’
diatas kumpulan nisan tak beraturan
tanpa nama dan tanpa barisan
tersebar di bukit baqi’
wahai 10.000 sahabat
betapa ku iri padamu
dapat menemani sang pembawa pesan
dalam masa penuh cahaya
menyebarkan berita untuk kaumnya
seandainya saja aku bisa
menjadi bagian
dari nisan tak beraturan
tanpa nama dan tanpa barisan
ikut tersebar di bukit baqi’.

Antara Mekkah dan Madinah

panas membakar
antara mekkah dan madinah
sampai jauh dicakrawala
batu dan pasir berserakan
seakan sang pemilik semesta menggelontorkan beragam batuan di lautan pasir
sejauh mata memandang,
antara satu bukit dan bukit lain
pasir, pasir, pasir tak habis habis..
batu, batu, batu tak habis habis…
bukit demi bukit ku lalui,
untuk menapak tilas langkahmu

inilah jalan yang ditempuh kekasihMu,
yang melakukan hijrah demi agamaMu..
siang dan malam dipunggung qashwa
dengan petunjuk bintang diangkasa
tanpa keluh dan rintihan duka,
sambil terus menyebut nyebut namaMu
dan madinah menanti jauh disana

Antara Shafa dan Marwah

pagi itu antara shafa dan marwah
dengan keringat mengucur deras
dan tubuh letih menahan penat
ku berjalan
ku berlari
ku berjalan
ku berlari
tanpa henti
sambil terus mengucap namaMu
dan membasahi tenggorokanku dengan zamzam-Mu
Innash shafa wal marwata mi sya’airillah

Ka’bah

Labbaik Allahumma ‘Umratan
silau panas memantul dari pelataran haram
tak menghalangiku mendekatimu melalui gerbang sang raja
ketika kau begitu saja muncul didepan ku
dengan pesona dalam balutan warna hitam penuh misteri
membuatku berkaca kaca diserbu haru
kumajukan langkahku terseret, dalam balutan ihram
dibawah sayap seribu merpati mekkah
berusaha menyongsongmu dengan penuh rasa rindu
meski tertahan keangkuhan penjagamu,
ku berdoa padaMu ya Allah..
agar akhirnya dapat ku”edar”i sosokmu dengan bisikan doa dan doa,
sebagaimana bulan mengedari bumi,
sebagaimana bumi mengedari matahari,
sebagaimana matahari mengedari pusat galaksi,
dan sebagaimana galaksi mengedari pusat alam semesta
yang terus berputar ke kiri tanpa henti sejak dulu,
hajar Aswad, maqam ibrahim lalu rukun Iraqi
rukun Iraqi, hijir ismail lalu rukun syami
rukun syami lalu rukun yamani
rukun yamani lalu hajar aswad
kiri,kiri, kiri tanpa henti mencoba mendekati
kutatap sosokmu yang tenang dan dalam dan semakin dekat,
kuberdiri depan multazam,
dan menyentuh kiswahmu dengan haru
sambil terus membisikkan doa,
dan juga memohon pada pemilikmu
agar sekiranya dapat ku kembali
melepas rindu tuk bertemu suatu saat nanti ..
Rabbana atina fiddun-ya hasanah
wa fil akhirati hasanah
wa qina adza bannar,
bismillahi allahu akbar…

Friday, April 03, 2009

Dari Soekarno Sampai SBY - Tjipta Lesmana

Kebetulan menjelang pemilu, tentu topik ini menjadi sangat menarik. Dengan membaca buku ini kita jadi mengerti rahasia sukses sebagai pemimpin. Sebagaimana kita ketahui, seorang pemimpin yang sukses adalah seorang yang dapat menjadi contoh sekaligus mampu berkomunikasi dengan baik dengan komunitas disekelilingnya. Semakin dia mampu menjelaskan hal hal yang perlu dilakukan maka akan semakin mungkin tujuan tersebut dicapai.

Buku ini menjelaskan cara berkomunikasi para presiden kita dalam memimpin negara. Semua informasi ini diperoleh dari lingkaran satu diseputar presiden dan diwawancarai langsung oleh pengarang buku ini. Mulai dari Soekarno yang tetap konsisten meski kadang salah serta akrab dengan siapa saja, Soeharto yang pendendam serta memilih untuk bersikap bagaikan raja, Gus Dur yang responsif dan dikelilingi para pembisik, Habibie yang demokratis dan naif, Mega yang alergi kritik, pasif, suka mengeluh serta tidak menguasai masalah sampai dengan Susilo yang sangat berhati-hati dan cenderung takut salah.


Juga dibahas beberapa cerita lucu bagaimana tokoh seperti Soeharto berbicara. Suatu saat seorang menteri menyampaikan ide dan memohon petunjuk, didampingi salah satu menteri kepercayaan Soeharto. Saat usulan disampaikan Soeharto hanya berdehem dan sama sekali tidak menyampakaikan apakah dia setuju atau tidak dengan ide yang diusulkan. Menteri yang kebingungan lantas meminta pendapat menteri kepercayaan tersebut, dan dengan lancarnya sang kepercayaan menjelaskan apa yang dimaksud dengan Soeharto hanya dengan menerjemahkan jenis atau cara Soeharto berdehem, sehingga jelas apakah itu pernyataan setuju atau tidak. Gaya Soeharto yang bak seorang raja memang sangat menyulitkan orang2 disekitarnya, khususnya yang berasal dari luar jawa tengah.

Saat terjadi kasus petrus, dimana mayat2 bertato ditemukan dimana-mana, lagi2 merupakan penerjemahan orang kepercayaan beliau, terhadap kalimat "Tolong dibereskan !". Dan lalu terjadilah tragedi ala pembantaian kaum komunis di tahun 1965 namun kali ini dengan korban para penjahat residivis yang di masa itu relatif mudah dikenal karena jumlah dan jenis tato yang melekat di badan. Kalau saat ini hal yang sama dilakukan sepertinya akan banyak artis yang juga menjadi korban.

Sebaliknya di era Gus Dur, masalah apapun yang tadinya begitu kompleks, bias menjadi cair hanya dengan mengatakan "Gitu aja kok repot ?". Atau saat SBY tidak mengambil sikap yang jelas soal FPI, maka sebaliknya Gus Dur dalam salah satu video yang saya tonton dengan mudah mengatakan "FPI itu organisasi bajingan !".
 
Di era Megawati, ada juga menteri yang kebingungan, saat diminta take a decision, Megawati malah bicara soal belanja ke pasar sekarang mahal, dan remeh temeh lain-nya dan membuat si menteri bingung karena tidak mendapatkan petunjuk apapun dari Megawati. Megawati juga sering terlambat menanda tangani keputusan, bahkan sampai dokumen kadang menumpuk di meja-nya, belum lagi penguasaan-nya terhadap masalah yang terbilang sangat minim.

Buku ini saya rekomendasikan bagi para leader ataupun calon leader, sehingga mereka dapat mengambil best of the best dari setiap gaya dan mengimplementasikannya untuk menjadi leader yang lebih baik.


Np Dramagods "Megaton"

Three Cups of Tea - Greg Mortenson

Menarik membaca buku ini, yang mengisahkan pendakian gunung "spiritual" dari seorang pendaki gunung ketika mencoba mencapai K2 (Karakorum, Pakistan). Meski tidak termasuk list 7 atap dunia, dan cuma menjadi nomor 2 yang tertinggi di dunia serta kalah pamor dengan Everest, di kalangan pendaki K2 adalah salah satu yang tersukar untuk didaki, selain karena alamnya yang tidak bersahabat juga karena kecuraman-nya yang masuk kategori dahsyat.

Akan tetapi pendakian yang menghabiskan waktu berbulan-bulan tsb gagal, karena disaat menjelang puncak, Mortenson memilih menyelamatkan nyawa pendaki lain yang sedang terancam. Keletihan dan kondisinya yang sakit akhirnya meyebabkan dia harus menumpang di sebuah desa suku Balti yang terpencil bernama Korphe.

Desa ini sangat menarik karena meski suku Balti dikenal sebagai suku yang "aneh", akan tetapi cara mereka memperlakukan tamu sangatlah luar biasa. Tiga cangkir teh yang diminum secara bersama-sama sudah cukup membuat mereka bersedia mengorbankan jiwa raga bagi seseorang.

Rasa haru, dan berterima kasih pada penduduk itu akhirnya membawanya untuk membangun sebuah sekolah bagi anak2 di tempat tersebut, yang akhirnya membuat jalan bagi Mortenson untuk mengepalai Centra Asia Institut untuk melanjutkan pembangunan sekolah2 lain. Cara yang dibuat Mortenson seharusnya membuat Amerika malu, yang memilh mengeluarkan biaya yang sangat besar untuk menghancurkan "musuh" nya dibanding merangkul mereka lewat upaya pendidikan (tanpa harus mengubah keyakinan setempat).Mortenson akhirnya mengakui, membuat sekolah jauh lebih sulit dari mendaki gunung.


Sosok menarik lain dalam buku ini salah satunya Jean Hoerni, salah satu pendiri Silicon Valley, jutawan eksentrik yang untuk pertama kali secara serius mau membiayai dan mau mempercayai Mortenson menyelesaikan misi kemanusiaanya.


Np ATM (Alex Scolnick and Friend)