Sekitar 14 tahun
lalu, saya terlibat dalam proyek implementasi Sistem Kepabeanan dan Cukai Nasional
di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Selama sekitar empat tahun lebih,
saya dan team sekitar 115 orang berinteraksi bersama sehingga lama-lama terasa
seperti keluarga besar. Kami juga kadang refreshing bersama, nonton film
ataupun bahkan buka bersama saat bulan puasa. Hubungan ini lebih dekat lagi
saat deployment dijalankan dengan keliling ke puluhan kota untuk mengimplementasi
sistem tersebut.
Untuk mempermudah
interaksi dengan nara sumber, saat itu kami ditempatkan di Wisma Anjing Pelacak
di bagian belakang kantor Bea dan Cukai. Wisma ini pada saat tertentu digunakan
untuk asrama bagi para pelatih Anjing Pelacak. Saya termasuk sebagai salah satu anggota team
implementasi IT yang turut menginap dan sempat mengalami pengalaman
supranatural di Wisma Anjing Pelacak ini.
Lambat laun, saya
mulai hapal beberapa warung disekitar DJBC, mulai Garang Asem di Bujana Tirta
Raya, Gule Kepala Ikan Khas Padang tapi masakan ala Jawa, Gule Sapi Bu Slamet
diatas got persis di dekat pintu belakang kantor DJBC atau di pinggir jalan
Bujana Tirta I. Atau kalau beruntung pagi2 di belakang ini juga penjual Nasi
Uduk bersepeda yang rasanya cukup lumayan. Mau agak jauhan sedikit ada Bebek Kaleyo
Rawamangun, Sate Blora Jalan Balai Pustaka Baru atau Sate Padang Ajo Manih dijalan
yang sama yang hanya buka saat malam.
Di bagian depan
kantor DJBC, tepatnya di sebelah kiri ada juga Warung Tegal yang digbagian
depannya juga dijadikan sebagai tempat pencucian mobil ala kadarnya. Kadang
saya sarapan pagi Nasi Ikan Kembung Sambel plus Tempe Goreng panas, sambil
menunggu mobil dibersihkan. Nah dari semua tempat makan tersebut buat saya yang
paling berkesan adalah Gule Kepala Ikan Bu
Slamet.
Senin pagi,
seperti kebiasaan mingguan lima belas tahun terakhir, saya memacu Si Merah, kendaraan
kesayangan menuju Jakarta, sepanjang jalan berkali kali saya harus ekstra
hati-hati mengingat hujan deras tiga minggu terakhir ternyata menyebabkan sepanjang
jalan bolong-bolong cukup parah. Lalu disambut kemacetan parah di tol dalam
kota, setelah terperangkap sekian lama, dan perut mulai terasa kerconcongan
entah kenapa teringat Warung Gule Sapi Bu Slamet, maka tanpa ragu saya arahkan
mobil ke Tanjung Priok menghindari ruas Cawang yang nyaris tak bergerak.
Keluar di pintu
tol Jatinegara, saya lalu melewati jalur cepat, melewati Kantor DJBC lalu
mencari putaran balik lalu masuk ke Jalan Bujana Tirta persis sebelum Kantor
DJBC. Begitu belok ke jalan Bujana Tirta I, saya langsung terkejut melihat
warung-warung diatas jembatan ternyata sudah hilang semua, termasuk Warung Gule
Sapi Bu Slamet yang konon kabarnya merupakan favorit salah satu mantan Dirjen DJBC
yakni Eddy Abdurrahman. Tak mau langsung berputus asa, saya memutuskan untuk
tanya sana sini, ternyata menurut beberapa orang yang saya temui, 10 bulan
lalu, Bu Slamet pindah ke basement Gedung Utama DJBC, maka saya pun kembali memacu Si
Merah dan langsung masuk pelataran parkir DJBC.
Kejutan buat
saya, Yadi, Cleaning Services di Wisma Anjing
Pelacak dulu, menyambut saya dengan ramah dan dengan seragam security, segera
saya salam Yadi dan meminta rekannya memotret kami berdua. Senang rasanya
melihat Yadi kini memiliki masa depan yang lebih baik.
Yadi dan Saya |
Setelahnya saya langsung menuju basement, dan akhirnya bertemu dengan Bu Slamet yang kini nampak kurus namun tetap tak kehilangan senyuman hangatnya. Tak terasa sepiring nasi hangat, semangkuk Gule Sapi dengan aroma sedap (tetap dengan ciri khasnya penuh dengan potongan daging empuk dan dalam jumlah banyak), peyek udang khas Bu Slamet (juga dengan taburan udang dimana-mana) dan segelas jeruk hangat menyapu bersih kekesalan terjebak macet, dan semua cukup ditebus dengan 40.000 saja. Berbeda dengan kebanyakan gule, meski ramai dengan berbagai bumbu, kuah Gule Sapi Bu Slamet tetap relatif encer, dan rasanya sungguh pas di lidah. Bu Slamet selalu menggunakan daging berkualitas tinggi, dan dengan teknik tertentu diolah sehingga benar-benar empuk.
Bu Slamet dan Senyuman Khasnya |
Ah nikmatnya...segera saya ucapkan terimakasih pada Bu Slamet dan tak lupa memberikan tips sekedarnya. Semoga Bu Slamet dapat mewariskan resep ini pada keturunannya dan dapat terus kita nikmati. Oh ya bagi yang menyukai Rawon, Bu Slamet juga menyediakan menu tersebut dan tentu saja tidak kalah enaknya.
No comments:
Post a Comment