Akhir2 ini setelah Pilkada DKI yang berlangsung dengan sengit dan panas di tahun 2017, ada banyak tuduhan soal intoleransi yang disuarakan kaum minoritas Indonesia. Secara umum tuduhan ini muncul dari kelompok minoritas garis keras dan berasal dari Tionghoa dengan agama Kristen (yang mana menurut Ahok disebut sebagai double minoritas). Tuduhan ini membuat saya tergelitik, apakah memang benar demikian ? karena itu saya mencoba melakukan investigasi sederhana, betapa Indonesia justru memiliki perlakuan khusus pada kaum minoritas.
Konglomerasi
Sebelum kita mulai, mungkin ada pertanyaan, apakah saya memiliki sentimen tertentu terhadap saudara sebangsa keturunan Tionghoa ? sama sekali tidak, saya justru memiliki abang ipar Tionghoa, pernah bekerja di perusahaan milik Tionghoa, memiliki idola keturunan Tionghoa (salah satunya Liem Swie King), pernah diselamatkan dokter keturunan Tionghoa (saat saya terindikasi mengalami masalah jantung dan ditangani dokter Tan Siauw Koan ), memiliki banyak sahabat keturunan Tionghoa. Saya juga penggemar masakan Tionghoa, penggemar cerita silat Kho Ping Ho atau juga novel bersetting sejarah seperti Sam Kok dan Water Margin (108 Pendekar Liang Shan). Saya juga berhutang budi pada dosen-dosen saya seperti Doktor Inggriani Liem dan Doktor Houw Liong Thee yang menjadi pembimbing tugas akhir sarjana saya.
Baik kita mulai saja dengan statistik, dalam artikel sesuai link Republika dibawah, 85 % masyarakat Indonesia memeluk Agama Islam. Jika memang terjadi diskriminasi pada kaum minoritas, artinya kaum minoritas hanya kebagian angka 15% nyaris untuk semua hal. Cek link berikut http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/01/09/o0ow4v334-persentase-umat-islam-di-indonesia-jadi-85-persen
Dari 15% ini, jika penduduk Indonesia sekitar 260 jutaan, maka Non Muslim adalah sekitar 40 juta, dan sekitar 7,67 juta adalah keturunan Tionghoa. Komposisi secara agama, hampir separuhnya menganut Buddha, sementara ada 27% Kristen Protestan, dan hampir 17% Katolik. Penganut Muslim dan Konghucu di kelompok etnis Tionghoa kurang lebih sama, sekitar 4%, menurut Charles Coppel, peneliti etnis Tionghoa dari Monash University, Australia. Jika ada 44% pemeluk Kristen dari total populasi Tionghoa Indonesia, maka ada sekitar 3,3 juta Tionghoa sekaligus Kristen. Cek di link http://indochinatown.com/jakarta/10-negara-dengan-diaspora-tionghoa-terbesar-di-dunia-indonesia-peringkat-pertama/2507 .
Jika dilihat dari perspektif suku, Indonesia memiliki 1.331 suku, dan di Papua saja meski cuma berpenduduk sekitar 3 juta, ada sekitar 400 suku. Setelah Suku Jawa (sekitar 104 juta) dan Suku Sunda (Sekitar 41 juta), sebagian publikasi menyatakan Suku Tionghoa adalah suku dengan populasi terbesar ketiga di Indonesia, namun sebagian lain menyebutkan Batak. Karena data yang ada cukup bervariasi anggap sajalah masuk empat besar. Uniknya diluar Jawa dan Sunda, boleh dikatakan secara suku, nyaris seluruh suku sisanya adalah minoritas.
Mari kita potret satu-satu keistimewaan saudara sebangsa kita, khususnya keturunan Tionghoa yang selama ini dianggap minoritas dan apakah betul terjadi diskriminasi dari mayoritas muslim.
Agama
- Hari Minggu libur namun Hari Jumat justru tidak. Di berbagai negara mayoritas muslim, Hari Jumat merupakan hari libur, sebaliknya di Indonesia Hari Minggu justru libur untuk memberikan kesempatan bagi saudara sebangsa yang beragama kristen beribadah di gereja.
- Diberbagai negara Islam, Bulan Ramadhan adalah bulan ibadah dimana sekolah diliburkan dan tiba saatnya bagi anak-anak untuk berpuasa dan menjalankan berbagai kegiatan ramadhan. Sejak peraturan di akhir tahun 70 an, bulan tersebut tidak lagi dijadikan sebagai bulan dimana sekolah diliburkan. Meski saya yakin sekali kaum mayoritas muslim pasti akan mendukung implementasi libur sekolah kembali Bulan Ramadhan.
- Indonesia merupakan negara dengan pertumbuhan gereja tercepat di dunia. Cek link berikut https://www.hidayatullah.com/spesial/ragam/read/2014/11/13/33142/indonesia-negeri-dengan-pertumbuhan-gereja-tercepat-di-dunia.html
- Di pasar modern juga hotel, minuman keras dan juga makanan mengandung babi diperjual belikan dengan bebas. Mayoritas muslim hanya minta label halal dan menjadikan MUI sebagai referensi.
Konglomerasi
- 21 orang terkaya Indonesia, hanya 1 Keturunan India, 1 Keturunan Batak-Betawi, sisanya keturunan Tionghoa. Cek di link https://www.diedit.com/orang-terkaya-indonesia/
- Sedemikian kayanya 21 orang tersebut, sehingga hanya dengan harta sekitar 4 orang terkaya sudah setara dengan 100 juta harta rakyat termiskin di Indonesia. Dari keempatnya setidaknya 3 diantaranya mewakili kaum minoritas Tionghoa (jika kita anggap Chairul Tanjung sebagai wakil mayoritas dan ada di posisi 4) . Cek di link http://www.dw.com/id/di-indonesia-kekayaan-4-orang-terkaya-setara-kekayaan-100-juta-penduduk-termiskin/a-37688128
- Hak atas tanah, sekitar 72% hak tanah di Indonesia dikuasai minoritas (asing dan kelompok taipan). Cek link berikut http://www.aktual.com/rakyat-miskin-tersingkir-kepemilikan-ratusan-juta-hektar-tanah-dimonopoli-taipan/
Media
- Sejumlah media seperti SCTV, RCTI, iNews, GlobalTV, MNCtv, Indosiar, dan KompasTV yang merupakan sekitar 60% dari total media TV merupakan milik kaum minoritas Indonesia. Begitu juga dengan media cetak dimana Kompas bermain sebagai salah satu pemain terbesar media lengkap dengan jaringan toko bukunya.
Pemerintahan
- Kabinet Presiden skr memiliki tak kurang 7 menteri yang beragama Kristen dari total 34 menteri, jumlah ini artinya 21% dari total menteri . Cek link https://rubrikkristen.com/7-menteri-jokowi-beragama-kristen/
- Ada 10 Gubernur dan Wakil Gubernur beragama Kristen di Indonesia, yang berarti sesuai dengan 15% dari total 64 posisi Gubernur dan Wakil Gubernur. Cek link https://rubrikkristen.com/10-gubernur-dan-wakil-gubernur-beragama-kristen-di-indonesia/
Lain-Lain
- Rumah Sakit Non Muslim di Indonesia, justru lebih banyak menangani pasien kaum mayoritas muslim ketimbang sebaliknya, seperti misalnya di Jawa Barat antara lain RS Advent, RS Immanuel, RS Santo Jusup, RS Borromeus, atau RS Siloam.
- Perguruan Tinggi Terbaik Swasta 60 % merupakan milik Kaum Minoritas dan justru banyak menerima mahasiswa dari Kaum Mayoritas. Universitas Kristen Petra, Universitas Sanata Dharma, Universitas Katolik Parahyangan, Universitas Kristen Satya Wacana, Universitas Bina Nusantara dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta .Cek link https://tirto.id/daftar-10-universitas-swasta-terbaik-versi-kemenristekdikti-cu7s?gclid=Cj0KCQiAh_DTBRCTARIsABlT9MYGBDf5xEy3Vdl5xF8OxSUoGJBkI9VefoddETatTUbcB8Y2qlbWcIoaAmQQEALw_wcB
Jangan lupa di Indonesia juga ada banyak tokoh keturunan Tionghoa yang dikagumi bahkan dicintai di Indonesia, seperti Kwik Kian Gie (ahli ekonomi) , Jaya Suprana (budayawan) , Soe Hok Gie (tokoh pemuda) , Steve Liem Tjoan Hok (Teguh Karya sekaligus tokoh perfilman nasional) , Laksamana Muda (Purn) John Lie (tokoh pejuang), Siauw Giok Tjhan (tokoh pejuang), Rudi Hartono (tokoh olahraga) juga tokoh-tokoh muda baru seperti Felix Siauw. Secara umum, kebanyakan masyarakat Indonesia juga mengagumi keturunan Tionghoa yang dikenal sebagai pekerja keras, hormat pada orang tua, serta hemat.
Akhir kata menurut saya saudara sebangsa minoritas di negara ini memiliki banyak kesempatan dan maju di berbagai bidang mulai dari media, pendidikan dan ekonomi. Jika ada kesan intoleransi, saya kira hanya karena momentum Pilkada DKI, yang mana penyebab utamanya adalah murni soal penegakan hukum dan penistaan agama. Justru Indonesia adalah salah satu negara yang sangat menghargai minoritas sekaligus negara dengan etnis Tionghoa terbesar di dunia setelah China dan Taiwan. Cek link http://www.republika.co.id/berita/internasional/global/16/05/06/o6rbdp383-indonesia-negara-pengakomodasi-etnis-tionghoa-terbesar-di-dunia
Catatan tambahan
Menjawab judul diatas, beberapa teman yang membaca blog ini menyebutkan bahwa di beberapa KUA masih terjadi perbedaan tarif meski sama-sama WNI, ini salah satu contoh bahwa masih ada diskriminasi, walaupun kemungkinan hanya oknum, karena secara aturan jelas2 tak ada pungutan seperti itu. Sama dengan KUA, SKBRI juga sering dijadikan sebagai obyek pemerasan meski sudah diberlakukan UU No 12/2006. Lalu kasus yang masih hangat akhir-akhir ini mengenai peraturan lokal di DIY yang melarang transaksi jual beli tanah untuk suku tertentu.
Catatan tambahan
Menjawab judul diatas, beberapa teman yang membaca blog ini menyebutkan bahwa di beberapa KUA masih terjadi perbedaan tarif meski sama-sama WNI, ini salah satu contoh bahwa masih ada diskriminasi, walaupun kemungkinan hanya oknum, karena secara aturan jelas2 tak ada pungutan seperti itu. Sama dengan KUA, SKBRI juga sering dijadikan sebagai obyek pemerasan meski sudah diberlakukan UU No 12/2006. Lalu kasus yang masih hangat akhir-akhir ini mengenai peraturan lokal di DIY yang melarang transaksi jual beli tanah untuk suku tertentu.
No comments:
Post a Comment