“If you assume that there is no hope, you guarantee that there will be no hope. If you assume that there is an instinct for freedom, that there are opportunities to change things, then there is a possibility that you can contribute to making a better world.”
― Noam Chomsky
Beberapa belas tahun lalu, sempat akan membeli karya beliau, namun entah kenapa akhirnya urung dan menyesal karena saat kedatangan berikutnya, buku beliau sudah menghilang dari rak Gramedia. Alhamdulillah beberapa bulan lalu 4 buku karya beliau sudah rilis di Togamas, dan buku pertama merupakan kompilasi dari 4 karya pendek beliau yang diterbitkan oleh Bentang.
Si Sulung, yang sempat melihat buku ini saat saya baca di pesawat dalam perjalanan ke Banyuwangi akhir tahun 2017, sempat
berkomentar bahwa dia tak menyangka, sosok Noam Chomsky ternyata benar-benar ada. Dia teringat salah satu percakapan ayah dan anak dalam
film Captain Fantastic yang di bintangi Viggo Mortensen sebagai ayah, yakni
jangan percaya pada siapapun kecuali Noam Chomsky.
Noam Chomsky yang
lahir pada tahun 1928 (kini berusia 89 tahun) telah lama masuk daftar
pengarang yang paling banyak dikutip sepanjang masa, menurut publikasi versi tertentu di ranah maya, namanya
ada di urutan kedelapan (beberapa nama lain di urutan 1 sd 7 antara
lain yakni Marx, Lenin, Shakespeare, Aristoteles, Plato, dan Freud). Meski tidak begitu didengar di Amerika, beliau
malah dikenal luas di luar Amerika.
Secara singkat Chomsky saat
ini adalah kritikus sosial paling penting di dunia.
Resensi ini
bagian pertama dari kompilasi How The World Works, yang merupakan kolaborasi dari empat seri tulisan mengenai analisa dan investigasi Chomsky.
Tulisan dalam buku ini merupakan
pengamatan terhadap situasi di tahun 1990 an. Secara keseluruhan terdiri
dari judul-judul sebagai berikut (yang secara total sudah terjual sekitar
600,000 eksemplar);
- What Uncle Sam Really Wants,
- The Prosperous Few and the Restless Many,
- Secrets, Lies and Democracy, and
- The Common Good.
Jika kebanyakan
kita hanya bisa menyaksikan apa yang terlihat di depan mata, maka Noam Chomsky
mampu menguak apa yang ada di balik layar. Noam Chomsky juga menguliti sejarah kelam AS, sejarah kelam Kuba, kebangkitan Tiongkok,
konflik di Irak, konflik di Afghanistan, situasi di Israel, hingga
sanksi terhadap Iran. Chomsky juga
mengkritisi suara Amerika soal kebebasan yang justru sering bertentangan
dengan tindakan pemerintahnya. Jangan
salah, Chomsky juga menulis soal
Indonesia dalam bagian pertama ini.
Salah satu standar ganda Amerika, seperti yang dikisahkan Chomsky mengenai keterlibatan Amerika dalam melatih dan mempersenjatai Batalion Atlacatl di El Salvador. Mereka dilatih sebagai bagian dari kontra pemberontakan. Mereka melakukan pembunuhan, pemerkosaan dan pembakaran dengan korban ribuan orang. Dengan remaja yang direkrut dari daerah-daerah kumuh, lalu diindoktrinasi dengan metoda yang diadopsi dari SS Nazi. Bagi mereka mencabut kuku, memenggal kepala, memutilasi dan memainkan potongan-potongan mayat, merupakan hal yang sudah biasa dalam latihan rutin.
Hasil pelatihan itu begitu mengerikan sehingga, (Chomsky mengutip kisah Daniel Santiago dalam jurnal Jesuit America) seorang wanita petani menemukan tiga tubuh anaknya, ibunya dan adiknya saat pulang ke rumah dimana kelimanya duduk mengitari meja, dengan memegang masing-masing penggalan kepala mereka. Setiap tangan seolah-olah sedang mengusap kepalanya sendiri (bahkan demi adegan horor ini, mereka tak segan-segan memaku tangan salah satu jenazah tersebut ke kepala korban). Sementara di tengah meja, sebuah mangkuk penuh darah terhidang.
Bagi saya
menelaah pikiran Chomsky ibarat Luke menemui Master Yoda di Planet Dagobah dalam episode V alias The Empire Strike Back, dan Yoda layaknya Chomsky memberikan jawaban untuk
nyaris semua teka teki terkait isu-isu sosial politik di dunia.
No comments:
Post a Comment