Thursday, August 25, 2011

Habibie dan Ainun - BJ Habibie

Sejak kecil saya selalu terobsesi bisa seperti Habibie, bayangkan memimpin sekumpulan orang asing (baca : Jerman) untuk merancang bangun pesawat sebagai salah satu Direktur Teknik MBB. Industri pesawat, adalah salah satu industri yang paling maju implementasi teknologinya, baik teknologi logam, aerodinamika, dan juga mesin melebihi semua industri manufaktur lainnya yang kita kenal.

Habibie mengatakan dalam ulang tahun ke 50 ICAO (International Civil Aviation Organization) saat menerima Edward Wanner Award, penghargaan tertinggi salah satu asosiasi penerbangan dunia ini, Di tahun 1994, bahwa 50 tahun yang lalu beliau masih berusia 8 tahun, dan jika di Chicago saat ini adalah pukul 10 pagi, maka di sebuah desa di 50 tahun yang lalu dekat hutan daerah Pare-pare, jam 22:00 malam, Habibie pastilah sedang membaca Al Qur’an dalam sebuah rumah kayu adat Bugis, saat zaman pengungsian. Rasanya masih jelas dalam ingatan ketika kerusuhan Mei 1998, beliau akhirnya menggantikan kedudukan Presiden Suharto sebagai Presiden ketiga, dan beliau bekerja keras siang malam untuk mengembalikan kepercayaan internasional yang berhasil menaikkan nilai mata uang Rupiah kembali terhadap Dollar secara ekstrim hanya dalam 17 bulan masa kepemimpinan-nya. Beliau juga berhasil mengiring bangsa menuju pemilihan demokratis pertama, meski diakhir masa jabatan Beliau diejek oleh mayoritas anggota DPR. Tetapi dengan berjiwa besar beliau melambaikan tangan-nya sambil tersenyum, sungguh kepribadian yang luar biasa. Beliau juga terkenal dengan keputusan kontroversialnya melepas Timor Timur, salah satu provinsi paling “rewel” meski Indonesia telah mengorbankan banyak pahlawan-nya dalam membebaskan dan menghabiskan sangat banyak anggaran untuk membangun propinsi termuda ini.

Buku ini sebenarnya dimaksud untuk memeringati meninggalnya Ainun, istri beliau, seorang wanita berpendidikan tinggi namun sangat rendah hati. Namun nyaris 65% isinya justru lebih banyak tentang Habibie dan perjalanan karirnya. Sebagai pasangan, Habibie dan Ainun, adalah contoh dan inspirasi bagi kebanyakan keluarga yang menginginkan kehidupan “Sakinah Mawaddah wa Rahmah”. Pendidikan tinggi yang memungkinkan keduanya dapat berkomunikasi sebagai sahabat selain sebagai pasangan kekasih, menggunakan Al Qur’an sebagai landasan dalam pernikahan, saling mengisi dan berbagi peran dalam menghadapi kehidupan. Sungguh memiliki kehidupan perkawinan selama 48 tahun dengan pasangan seperti mereka adalah Surga Dunia.

Halaman2 terakhir buku ini sangat menguras perasaan dan air mata, bagaimana Ainun berjuang melawan penyakitnya tetapi tetap dengan perhatian yang luar biasa pada sang suami. Meski kondisi Ainun semakin berat, akan tetapi komitmen-nya dalam pekerjaan sosial khususnya yayasan PPMTI yang bergerak dibidang mata, masih tetap menjadi fokus dan perhatiannya dengan senantiasa berkoordinasi dengan kolega-kolega-nya. Saat2 kondisi Ainun semakin kritis, Habibie masuk ruangan rumah sakit terlambat (tidak seperti biasa, karena ada perubahan aturan untuk jam berkunjung) dan melihat Ainun menangis, Habibie segera bertanya apa yang membuat-nya menangis, namun Ainun sudah tidak mampu berkata kata akibat penyakitnya yang sudah semakin parah, maka Habibie mengambil inisiatif untuk bertanya, “Kenapa menangis ?, sakit ?”, Ainun menggeleng, “takut dengan peralatan transfusi dan infus ?”, kembali Ainun menggeleng, “Takut terjadi sesuatu dengan saya ?”, Ainun menggangguk. Luar biasa dalam kondisi seperti itu Ainun tetap menunjukkan kasih sayang-nya pada Habibie sang suami.

Akhir kata, rasanya tak salah kalau tokoh sekelas Buya Ahmad Syafii Maarif dan Frans Magnis Suseno pun memberikan komentar yang sangat positif, juga tak berlebihan rasanya kalau mengatakan buku ini buku yang luar biasa, ditulis dengan kepolosan / kejujuran seorang Habibie, yang meski secara sastra agak sedikit ganjil teknik penulisannya namun kisah nyata yang menjadi latar belakang buku ini membuatnya menjadi sangat menyentuh dan kuat. Selamat jalan Ibu Ainun, semoga Ibu mendapat tempat yang terbaik di sisiMu, dan kelak dapat bersama sama dengan Bapak Habibie di tempat peristirahatan terakhir bagi kita semua.


No comments: