Karena memang dasarnya tidak suka menabung, dua tahun setelah membangun rumah di Tirtawangi, sekitar tahun 2010 saya memutuskan untuk membeli lahan milik Bapak Haji Endang Gaos seorang pensiunan tentara di Blok C, yakni seluas 1.078 m2 dan berlokasi di pinggir jalan. Saat itu sempat tercetus untuk membuatnya menjadi lokasi kost. Di daerah kami cukup banyak tempat kost bagi mahasiswa STTTelkom (sekarang Telkom University).
Oh ya sekedar penjelasan, kenapa saya tidak suka menabung, pertama adalah karena masalah bunga yang memang secara Islam dianggap haram, kedua faktor inflasi yang terus menerus sehingga merosotnya nilai mata uang, lalu likuiditasnya yang tinggi dan kadang menggoda saya dan istri untuk ganti mobil misalnya. Itu sebabnya bagi saya alokasi dana yang ada lebih baik digunakan untuk membeli properti atau lahan serta modal usaha.
Dengan berjalannya waktu, kami memikirkan alternatif lain yakni membuat kompleks mini dengan model Cul de Sac, trend yang saat itu mulai marak. Perhitungan saya lahan 1.075 m2 dapat digunakan untuk membuat enam rumah ukuran menengah. Namun istri belum setuju, jadi saya iseng-iseng menawarkan bagaimana kalau membuat klinik saja. Namun istri bertanya berapa kira-kira biayanya yang saya jawab cukup dengan menjual klinik saat ini (padahal saya tahu tidak akan cukup dan ternyata memang 5x lipat nya). Namun saya terpaksa berbohong “baik”, agar istri tergerak untuk mau menjalankannya.
Pada saat itu pasien mulai bertambah, dan warga sekitar mengeluhkan pasien yang parkir sembarangan. Melihat istri yang masih ragu membuat keputusan, saya berusaha membujuk istri untuk memberi order perencanaan gambar klinik ke mantan Abang Ipar. Kenapa ke Abang Ipar ? karena saat itu beliau mengalami kesulitan keuangan, dan ide saya akhirmya menghasilkan gambar awal klinik. Dengan adanya gambar saya berusaha menularkan mimpi saya kepada istri.
Namun istri yang sudah berada di zona nyaman, masih belum juga untuk memulai. Tak mau putus asa saya mengontak mantan kontraktor rumah di Tirtawangi yakni Pak Yanto, untuk melanjutkan gambar tsb. Pak Yanto lalu meminta seorang arsitek freelance bernama Pak Hidayat. Dan muncullah penampakan tiga dimensinya, sayang saya masih merasa ada yang kurang pas. Melihat saya masih tidak puas, maka Pak Yanto demikian nama kontraktor sekaligus sahabat saya melanjutkan penyelesaian gambarnya.
Akhirnya setelah komplain kesekian dari warga soal parkir, dan kehilangan aspek manajerial yang juga dia sukai selepas keluar dari Rumah Sakit Al Ihsan, istri pun menyetujui pembangunan klinik baru. Dengan satu syarat, yakni biayanya tidak boleh melebihi nilai penjualan lokasi praktek sekarang di Blok I3 No 17. Karena niatnya memang "menjebak" istri, syarat tersebut dengan cepat saya setujui. Paralel sambil melakukan persiapan pembangunan klinik baru, kamipun menawarkan klinik di Blok I3 No 17 untuk dijual.
Moral of The Story
- Sesungguhnya salah satu hal yang terpenting dalam dunia usaha, adalah berani langsung melangkah serta mau secara terus menerus menyempurnakannya. Jika terlalu khawatir akan segala hal, justru bisa berdampak serius dan malah menggagalkannya.
No comments:
Post a Comment