Gaung buku karya Hemingway (1899-1961) ini sudah sampai ke saya puluhan tahun yang lalu, namun belum sempat saja membacanya. Saat jalan-jalan ke toko buku, saya melihat buku ini, dan tanpa pikir panjang langsung saya tebus. Ternyata masih juga belum sempat saya baca, meski sudah sempat saya bawa bepergian saat tugas ke luar Jakarta Desember 2015 lalu. Saat membersihkan kamar minggu lalu, dan dengan pengisap debu, buku demi buku saya pastikan bersih dari debu, eh buku ini kembali muncul, akhirnya saya raih salah satu buku sastra legendaris ini dan mulai membacanya.
Mungkin hampir 3/5 dari isi buku sebanyak 163 halaman ini hanya bercerita tentang seorang nelayan tua bernama Santiago, yang perahunya diseret seekor ikan Marlin raksasa. Jadi sebagian besar cerita ini boleh dibilang hanya terdiri dari mereka berdua. Meski dibagian awal dimunculkan Manolin, seorang bocah lelaki sahabat Santiago, yang lalu kembali muncul sedikit di bagian akhir cerita.
Begitu sedikitnya tokoh pada sebagian besar buku ini mengingatkan saya akan film tahun 2000 yang dibintangi Tom Hanks yakni Cast Away, yang hari demi harinya dihabiskan di tempat terisolasi berteman bola voli, demikian juga dengan Santiago yang banyak melakukan kontemplasi, selama berhari hari diseret ikan. Jadi secara judul sebenarnya, lebih tepat kalau menggunakan The Old Man and The Marlin, namun pilihan Hemingway menggunakan judul The Old Man and The Sea, menjadikan buku terdengar begitu puitis. Sedangkan dari semangat pantang menyerah yang ditunjukkan Santiago sendiri memang mengingatkan kita akan Moby Dick karya Herman Melville.
Kembali ke Santiago, selama 84 hari nelayan tua ini tidak memperoleh seekor ikan pun, namun tidak kehilangan semangat meski komunitas nelayan di tempat tinggalnya mengatakan Santiago mengalami Salao, yakni sial sesial-sialnya. Saat menghadapi tekanan yang begitu berat, Santiago hanya mendapat dukungan dari Manolin si bocah lelaki. Di hari ke 85 Santiago akhirnya memutuskan berlayar ke Gulf Stream, Samudera Atlantik dan akhirnya menemukan Marlin raksasa yang menyeretnya jauh meninggalkan kampung halamannya.
Lapar dan lelah tak mampu menghalanginya untuk bertahan dan bertarung dengan ikan raksasa tersebut. Impian untuk mendapatkan keuntungan dari setiap kerat daging yang kelak bisa dia jual, dan pengakuan komunitas nelayan bahwa dia sama sekali belum habis, menjaganya tetap fokus "bertarung" dengan Marlin.
Namun meski mendapatkan ikan dengan ukuran luar biasa, Santiago ternyata hanya bisa kembali dengan rangka Marlin, sepanjang perjalanan pulang diserang Hiu berkali kali menyebabkan Santiago harus merelakan tangkapannya habis saat mencapai pelabuhan. Hanya rangka tersebut lah yang akhirnya tetap manjadi bukti bagi para nelayan, sebagai bukti "keberhasilan" Santiago menghapus cap Salao.
Hemingway tidak banyak menerbitkan karya sepanjang hidupnya, namun beliau memperoleh Nobel pada tahun 1954, sebagai buah dari karyanya yang paling fenomenal yakni buku ini. Karya lainnya adalah For Whom The Bells Toll dirilis tahun 1940, yang menginspirasi dedengkot Thrash Metal yakni Metallica dan membuat lagu berjudul sama di tahun 1984. Hemingway yang dikenal sebagai penyuka kucing, mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri tahun 1961, setelah lama sakit-sakitan akibat terluka parah saat kecelakaan pesawat dalam kunjungan ke Afrika.
Kematian dengan cara tak wajar ini menjadi misteri dalam keluarga Hemingway, yang Ayahnya, Kakeknya, Pamannya, Ernest sendiri sebagai sosok yang keempat dan bahkan juga cucunya Margaux Hemingway sebagai sosok kelima (bunuh diri tahun 1996) yang mengakhiri hidup dengan cara yang sama. Bagi saya buku ini adalah ironi, sosok Santiago yang tak mau menyerah justru berkebalikan dengan Hemingway, namun sebuah nasihat baik tetaplah baik meski datang dari sosok sebaliknya.
Mungkin hampir 3/5 dari isi buku sebanyak 163 halaman ini hanya bercerita tentang seorang nelayan tua bernama Santiago, yang perahunya diseret seekor ikan Marlin raksasa. Jadi sebagian besar cerita ini boleh dibilang hanya terdiri dari mereka berdua. Meski dibagian awal dimunculkan Manolin, seorang bocah lelaki sahabat Santiago, yang lalu kembali muncul sedikit di bagian akhir cerita.
Begitu sedikitnya tokoh pada sebagian besar buku ini mengingatkan saya akan film tahun 2000 yang dibintangi Tom Hanks yakni Cast Away, yang hari demi harinya dihabiskan di tempat terisolasi berteman bola voli, demikian juga dengan Santiago yang banyak melakukan kontemplasi, selama berhari hari diseret ikan. Jadi secara judul sebenarnya, lebih tepat kalau menggunakan The Old Man and The Marlin, namun pilihan Hemingway menggunakan judul The Old Man and The Sea, menjadikan buku terdengar begitu puitis. Sedangkan dari semangat pantang menyerah yang ditunjukkan Santiago sendiri memang mengingatkan kita akan Moby Dick karya Herman Melville.
Kembali ke Santiago, selama 84 hari nelayan tua ini tidak memperoleh seekor ikan pun, namun tidak kehilangan semangat meski komunitas nelayan di tempat tinggalnya mengatakan Santiago mengalami Salao, yakni sial sesial-sialnya. Saat menghadapi tekanan yang begitu berat, Santiago hanya mendapat dukungan dari Manolin si bocah lelaki. Di hari ke 85 Santiago akhirnya memutuskan berlayar ke Gulf Stream, Samudera Atlantik dan akhirnya menemukan Marlin raksasa yang menyeretnya jauh meninggalkan kampung halamannya.
Lapar dan lelah tak mampu menghalanginya untuk bertahan dan bertarung dengan ikan raksasa tersebut. Impian untuk mendapatkan keuntungan dari setiap kerat daging yang kelak bisa dia jual, dan pengakuan komunitas nelayan bahwa dia sama sekali belum habis, menjaganya tetap fokus "bertarung" dengan Marlin.
Namun meski mendapatkan ikan dengan ukuran luar biasa, Santiago ternyata hanya bisa kembali dengan rangka Marlin, sepanjang perjalanan pulang diserang Hiu berkali kali menyebabkan Santiago harus merelakan tangkapannya habis saat mencapai pelabuhan. Hanya rangka tersebut lah yang akhirnya tetap manjadi bukti bagi para nelayan, sebagai bukti "keberhasilan" Santiago menghapus cap Salao.
Hemingway tidak banyak menerbitkan karya sepanjang hidupnya, namun beliau memperoleh Nobel pada tahun 1954, sebagai buah dari karyanya yang paling fenomenal yakni buku ini. Karya lainnya adalah For Whom The Bells Toll dirilis tahun 1940, yang menginspirasi dedengkot Thrash Metal yakni Metallica dan membuat lagu berjudul sama di tahun 1984. Hemingway yang dikenal sebagai penyuka kucing, mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri tahun 1961, setelah lama sakit-sakitan akibat terluka parah saat kecelakaan pesawat dalam kunjungan ke Afrika.
Kematian dengan cara tak wajar ini menjadi misteri dalam keluarga Hemingway, yang Ayahnya, Kakeknya, Pamannya, Ernest sendiri sebagai sosok yang keempat dan bahkan juga cucunya Margaux Hemingway sebagai sosok kelima (bunuh diri tahun 1996) yang mengakhiri hidup dengan cara yang sama. Bagi saya buku ini adalah ironi, sosok Santiago yang tak mau menyerah justru berkebalikan dengan Hemingway, namun sebuah nasihat baik tetaplah baik meski datang dari sosok sebaliknya.
No comments:
Post a Comment