Senang sekali ketika akhirnya menemukan buku ini di Gramedia TSM Bandung. Begitu sampai rumah langsung saya eksplorasi dengan antusias. Namun setelah selesai, sepertinya tidak sesuai dengan harapan saya.
Materi dalam buku ini hampir 30% nya terdiri dari definisi, pasal2, sehingga lebih mirip materi kuliah kedokteran forensik sekaligus kurang nyaman dibaca. Lalu kasus2 yang dibahas ada beberapa yang muncul di bab berbeda. Misalnya kasus Marsinah yang muncul di Bab 1 namun muncul lagi di Bab 6.
Dugaan saya bahwa semua kasus dalam buku ini berhubungan dengan hal2 yang ditangani langsung oleh Mun'im Idries pun sepertinya salah, karena beberapa kasus seperti kematian Soekarno, hanya berupa komentar beliau terhadap kejadian tsb. Jadi benang merah antar bab dalam buku ini nyaris tidak terlihat, namun terkesan menjadi ada, karena Mun'im Idries terlibat baik secara langsung maupun sebatas opini.
Kasus2 lain yang tak luput adalah, Zarina sang ratu ekstasi, tekanan Hercules dan gang-nya dalam salah satu pemeriksaan Muniim Idries , Faturrahman Al Ghozi, mayat terpotong 13, tragedi Betong Ateuh, penembak Zaenuddin, Robot Gedek, kematian Udin, De Guzman, Nasruddin, Tjeje, kasus Semanggi, dll. Dalam buku ini juga tidak disinggung komentar beliau mengenai tewas-nya Fransisca Yofie, karena mungkin sudah keburu diterbitkan.
Meski demikian bagi peminat hal2 yang berhubungan dengan dunia kriminal, buku ini memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis peluru termasuk arah putaran-nya, perbedaan peluru keluar dan masuk, memperkirakan jarak senjata dengan korban, kaliber, dibunuh lalu diledakkan atau malah terbunuh karena ledakan, dan lain2. Juga pemahaman mengenai kasus2 khusus seperti pedofilia disertai pembunuhan. Namun kasus2 perkosaan misalnya membedakan korban perkosaan atau malah hubungan suka sama suka misalnya, tidak dijelaskan secara rinci. Begitu juga soal pembunuhan dengan racun tidak dibahas, kecuali terkait pembunuhan Munir.
Kata sambutan dari OC Kaligis membantu kita memberikan gambaran mengenai karakter beliau, misalnya penggambaran sikap Mun'im Idries layak-nya Aristoteles mengomentari Plato "Amicus Plato, sed magis amica veritas" alias "Plato adalah sahabat saya, tapi saya lebih bersahabat dengan kebenaran". Sikap Idries yang keras terlihat saat beliau diminta menangani kasus Munir, beliau menolak karena soal forensik dalam kasus itu, bagi-nya sudah selesai, sedangkan bagaimana kronologis dan siapa pembunuh bukan lah tugas forensik, melainkan tugas polisi. Kekerasan sikap Mun'im Idries ini juga tak lepas dari latar belakang keluarga militer, dimana ayah-nya dulu bahkan pernah menjadi komandan yang membawahi Soeharto.
Munir juga mengutip penjelasan dibalik perlunya forensik, karena banyak keluarga korban, menolak mayat keluarga-nya "diacak-acak". Penjelasan ini membuat kita akhirnya yakin penting-nya forensik, karena akan membantu tegak-nya keadilan bagi sang korban.
Materi dalam buku ini hampir 30% nya terdiri dari definisi, pasal2, sehingga lebih mirip materi kuliah kedokteran forensik sekaligus kurang nyaman dibaca. Lalu kasus2 yang dibahas ada beberapa yang muncul di bab berbeda. Misalnya kasus Marsinah yang muncul di Bab 1 namun muncul lagi di Bab 6.
Dugaan saya bahwa semua kasus dalam buku ini berhubungan dengan hal2 yang ditangani langsung oleh Mun'im Idries pun sepertinya salah, karena beberapa kasus seperti kematian Soekarno, hanya berupa komentar beliau terhadap kejadian tsb. Jadi benang merah antar bab dalam buku ini nyaris tidak terlihat, namun terkesan menjadi ada, karena Mun'im Idries terlibat baik secara langsung maupun sebatas opini.
Kasus2 lain yang tak luput adalah, Zarina sang ratu ekstasi, tekanan Hercules dan gang-nya dalam salah satu pemeriksaan Muniim Idries , Faturrahman Al Ghozi, mayat terpotong 13, tragedi Betong Ateuh, penembak Zaenuddin, Robot Gedek, kematian Udin, De Guzman, Nasruddin, Tjeje, kasus Semanggi, dll. Dalam buku ini juga tidak disinggung komentar beliau mengenai tewas-nya Fransisca Yofie, karena mungkin sudah keburu diterbitkan.
Meski demikian bagi peminat hal2 yang berhubungan dengan dunia kriminal, buku ini memberikan pemahaman mengenai berbagai jenis peluru termasuk arah putaran-nya, perbedaan peluru keluar dan masuk, memperkirakan jarak senjata dengan korban, kaliber, dibunuh lalu diledakkan atau malah terbunuh karena ledakan, dan lain2. Juga pemahaman mengenai kasus2 khusus seperti pedofilia disertai pembunuhan. Namun kasus2 perkosaan misalnya membedakan korban perkosaan atau malah hubungan suka sama suka misalnya, tidak dijelaskan secara rinci. Begitu juga soal pembunuhan dengan racun tidak dibahas, kecuali terkait pembunuhan Munir.
Kata sambutan dari OC Kaligis membantu kita memberikan gambaran mengenai karakter beliau, misalnya penggambaran sikap Mun'im Idries layak-nya Aristoteles mengomentari Plato "Amicus Plato, sed magis amica veritas" alias "Plato adalah sahabat saya, tapi saya lebih bersahabat dengan kebenaran". Sikap Idries yang keras terlihat saat beliau diminta menangani kasus Munir, beliau menolak karena soal forensik dalam kasus itu, bagi-nya sudah selesai, sedangkan bagaimana kronologis dan siapa pembunuh bukan lah tugas forensik, melainkan tugas polisi. Kekerasan sikap Mun'im Idries ini juga tak lepas dari latar belakang keluarga militer, dimana ayah-nya dulu bahkan pernah menjadi komandan yang membawahi Soeharto.
Munir juga mengutip penjelasan dibalik perlunya forensik, karena banyak keluarga korban, menolak mayat keluarga-nya "diacak-acak". Penjelasan ini membuat kita akhirnya yakin penting-nya forensik, karena akan membantu tegak-nya keadilan bagi sang korban.
No comments:
Post a Comment