Kalau harus memilih saya sebenarnya lebih suka karya Zaynur Ridwan dibanding Rizki Ridyasmara. Karena kedua penulis lokal ini, cenderung mengombinasikan antara fakta dan cerita, maka diperlukan keahlian khusus dalam merangkai kedua hal ini menjadi cerita yang enak dibaca, tetap terkesan realistis namun juga terangkai cantik. Dalam hal ini Ridwan terkesan memang lebih piawai, meski dalam novel 2013 "Rambut Annisa" ada kesan penurunan kualitas.
Kembali ke Rizki Ridyasmara, setelah "The Jacatra Secret" yang membahas freemason di Jakarta lalu "The Escaped" yang membahas misteri kematian Hitler dan "Codex" yang membahas konspirasi medis , sepertinya Rizki juga mulai terlihat kesulitan di SMPdGL alias "Sukuh Misteri Portal Di Gunung Lawu". Entah kenapa Rizki mulai memasukkan peran dukun dalam dua karya terakhirnya. Sebagaimana Ki Mahendra dalam SMPdGL, maka dalam Firegate sosok dukun ini diperankan oleh Guntur Samudra.
Rizki juga belum menemukan ide atau acuan baru baru selain yang mengacu pada karya Juri Lina dan juga Oppenheimer. Secara umum saya menilai karya ini tidak sedalam tulisan Rizki sebelumnya. Sehingga agak membosankan dibaca, dan juga minim kejutan.
Bisa jadi, karena pola yang biasa terjadi memang buku muncul duluan baru disusul film. Karena waktu putar yang hanya sekitar 2 jam, film memang tidak akan serinci buku. Namun dalam Firegate, yang terjadi sebaliknya, original screenplay dibuat Robert Ronny, lalu dituangkan dalam novel oleh Rizki Ridyasmara. Itu juga mungkin yang jadi jawaban kenapa buku ini terkesan sangat biasa. FIlm yang biasa memng lebih dangkal seakan akan dipaksa menjadi acuan novel yang seharusnya lebih dalam.
Film Firegate yang disutradarai RIzal Mantovani sendiri dibintangi sederet artis top lokal Reza Rahadian, Julie Estelle dan Dwi Sasono. Namun saya tidak tahu akan seberapa sukses film ini di pasaran, dan saya juga memang tidak berencana menontonnya.
Akhir kata semoga dalam karya berikutnya, Rizki bisa kembali memberikan bacaan yang asik dan menambah pengetahuan pembaca, tanpa perlu terjebak dengan mistisme namun justru dengan riset menarik seperti karya yang sudah-sudah. Secara pribadi saya tetap setuju perlunya penulisan ulang sejarah seperti yang selalu diingatkan oleh Rizki dalam karya-karyanya.
No comments:
Post a Comment