1000 Sahabat tidak pernah cukup
1 Musuh terlalu banyak
anonymous
Saat ini persis seperti PILPRES 2014 lalu, seiring dengan semakin panasnya situasi, maka orang lantas beramai-ramai melakukan unfollow dan unfriend. Sebagian dengan bangga menulisnya di status, seakan akan masalahnya selesai dengan unfollow dan unfriend. Tak salah kalau pilkada DKI kali ini disebut PILKADA dengan rasa PILPRES.
Bagaimana
seharusnya sikap kita menghadapi situasi ini ?, bagi saya sahabat bukanlah
sosok yang pasti selalu seiring sejalan dengan kita. Dalam perjalanan hidup
kadang sahabat mungkin tidak setuju dengan apa yang kita lakukan dan demikian
pula sebaliknya. Namun seiring dengan berjalannya waktu jika mereka masih saja menjadi
sahabat kita, maka sahabat seperti inilah yang disebut sebagai sahabat sejati.
Lantas apakah
PILPRES atau PILKADA yang periodenya sangat terbatas ini, kita biarkan menghancurkan
hubungan silaturahim yang sudah terjalin bertahun-tahun menjadi lenyap tak
berbekas. Coba anda pikirkan baik-baik, atau coba ingat lagi kenapa seseorang
menjadi sahabat anda, karena pernah saling tolong menolong ?, karena pernah satu
sekolah ?, karena pernah satu kantor ? karena memiliki hobi yang sama ?, karena
pernah dalam perjalanan yang sama ? dan sebagainya. Jadi ingatlah yang
baik-baik dari seorang sahabat dengan demikian anda memiliki keputusan yang
lebih obyektif.
Saya pernah
dicemplungkan oleh salah satu sahabat ke group yang memuja-muja pilpres
pilihannya, mungkin karena mengira saya pastilah memilih presiden yang sama.
Namun alih-alih keluar, saya justru memiliki kesempatan untuk mempelajari
presiden pilihan saya dari perspektif lain.
Jadi, saya tidak
akan melakukan unfollow apalagi unfriend, apalagi pada sahabat-sahabat yang
sudah saya kenal sejak lama, hanya karena pilihan politik yang berbeda. Bagi saya persis seperti tulisan yang saya
terima beberapa minggu lalu bahwa
Saat lahir kita ditolong orang lain.
Saat mandi pertama kali dimandikan orang
lain.
Saat diberi nama, kita di beri nama oleh orang
lain.
Saat mendapatkan rezeki, selalu melalui
tangan orang lain.
Saat sekolah kita diajari orang lain.
Saat awal bekerja kita diajari orang lain.
Saat mandi terakhir, kita dimandikan orang
lain.
Saat mati kita dikuburkan orang lain.
Diluar itu masih banyak kisah yang saya alami sendiri seperti; Saat masih Sekolah Dasar di Denpasar seorang pemuda tak dikenal menolong membayarkan bemo karena saya kehilangan uang. Saat saya masih SMA dan mengalami kecelakaan lalu lintas di depan stasiun Kereta Api Bandung, seorang supir taksi tak dikenal menolong mengantar saya ke RS Hasan Sadikin dan biaya rumah sakit dilunasi korban yang saya tabrak. Saat kuliah, teman kuliah saya basah kuyup mengantar saya ke rumah di tengah hujan badai. Saat baru menikah dengan istri, seorang dokter THT mau berpayah payah menolong saya yang sedang mengalami infeksi amandel meski sedang diluar jam praktek tanpa dibayar. Saat jalan-jalan di pantai Kijing sekitar Singkawang dan mobil mengalami slip, sekumpulan nelayan membantu saya lepas dari kubangan pasir.
Diluar itu masih banyak kisah yang saya alami sendiri seperti; Saat masih Sekolah Dasar di Denpasar seorang pemuda tak dikenal menolong membayarkan bemo karena saya kehilangan uang. Saat saya masih SMA dan mengalami kecelakaan lalu lintas di depan stasiun Kereta Api Bandung, seorang supir taksi tak dikenal menolong mengantar saya ke RS Hasan Sadikin dan biaya rumah sakit dilunasi korban yang saya tabrak. Saat kuliah, teman kuliah saya basah kuyup mengantar saya ke rumah di tengah hujan badai. Saat baru menikah dengan istri, seorang dokter THT mau berpayah payah menolong saya yang sedang mengalami infeksi amandel meski sedang diluar jam praktek tanpa dibayar. Saat jalan-jalan di pantai Kijing sekitar Singkawang dan mobil mengalami slip, sekumpulan nelayan membantu saya lepas dari kubangan pasir.
Jelaslah sudah
kita tidak bisa hidup sendiri tanpa orang lain apalagi jika orang lain itu seorang sahabat, jadi apa cara paling baik
menyiasati status sahabat yang tidak nyaman ?, jika memang tidak bisa diberi masukan / dinasehati, ya
cukup tidak usah dibaca, tidak usah ditanggapi, serta tidak usah didebat. Namun
ingatlah bahwa seorang sahabat yang baik tidak akan menyembunyikan kesalahan
untuk menghindari perselisihan, justru mereka akan berkata apa adanya demi persahabatan. Dan dalam
persahabatan sejati tak pernah ada kata “perpisahan”, jika pun kelak ada, hanya
ketika salah satu salah satunya menghembuskan nafas terakhir.
No comments:
Post a Comment