Lini masa langsung panas
saat Rocky Gerung di penghujung acara ILC (Indonesia Lawyers Club) 10/April/2018
membuka dengan statemen “Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan
imajinasi, kitab suci itu adalah fiksi”. Setelah di bully habis-habisan
(termasuk oleh yang bahkan belum pernah menonton rekaman videonya) , lalu Rocky
Gerung dilaporkan ke pihak kepolisian oleh Jack Boyd Lapian mantan ketua relawan
BTP (Basuki Tjahaja Purnama) Network.
Sebagian yang lain ketimbang
ikut-ikutan melaporkan ke kepolisian, mencoba eksplorasi dahulu sebelum
menyampaikan pendapat. Misalnya mencari definisi di KBBI (Kamus Besar Bahasa
Indonesia), Merriam Webster dan juga asal mula kata "fiksi", meski yang dimaksud
Rocky Gerung sepertinya definisi yang berbeda dan dekat dengan terminologi filsafat.
“Fiksi” menurut KBBI
sebagai berikut
“Fiction” menurut Merriam Webster sbb
“Fiksi” menurut asal kata
sebagai berikut
Berasal dari bahasa Latin
“fictio” yang memiliki akar kata “fingere”. Kalau diartikan, “fiksi” berarti : “membangun
atau mengonstruksi”, “menemukan”, “membuat”, dan “mengreasi (kreasi)”. Segala proses pembentukan fiksi tak lepas dari
imajinasi. Misalnya, seseorang yang melihat burung terbang dan berandai-andai
bisa terbang.
Apakah pernyataan Rocky ini
baru ?, tidak juga, karena akun @GunRomli bahkan sudah posting cuitan sebagai mana
kutipan dibawah per 22/October/2010, dan sampai sekarang sepertinya belum terdengar
ada laporan hukum terkait cuitan tersebut.
Lantas apakah Rocky Gerung
bisa disalahkan dengan kalimat beliau diatas ? saya pribadi berpendapat
- Rocky bicara per definisi yang di sebutkan dalam awal kalimat di atas dengan menggunakan gaya kalimat kondisional, yakni “Kalau saya pakai definisi bahwa fiksi itu mengaktifkan imajinasi....bla..bla”.
- Imajinasi pembaca yang diaktifkan menurut Rocky Gerung adalah bagian Kitab Suci yang menceritakan misalnya mengenai surga dan neraka, juga mengenai masa depan yang masih memerlukan waktu untuk terjadi.
- Definisi yang digunakan lebih ke terminologi filsafat dan belum tentu pas dengan definisi ala KBBI.
- Rocky berbicara dalam acara debat publik sebagai tamu undangan atau nara sumber.
- Tidak menyebutkan kitab suci mana yang dia maksud.
- Dengan niat untuk menjelaskan jangan menganggap kata “fiksi” itu pasti negatif, karena sejak pidato Prabowo soal ancaman 2030, makna kata “fiksi” di mata Rocky Gerung mengalami peyoratif (terhina). Padahal bagi Rocky Gerung kata “fiksi” itu positif dan sama sekali berbeda dengan kata “fiktif”
- Rocky Gerung sosok yang sering menggunakan satire dalam gaya bahasanya sehingga keseluruhan narasi yang disampaikan dalam forum ILC tersebut tidak bisa dimaknai dengan gaya ahli hukum secara verbatim (kata per kata) .
Ibarat kita melakukan
klasifikasi bahwa hanya ada tumbuhan dan hewan, dan dengan terpaksa
mengelompokkan hewan ajaib berklorofil yang bereproduksi dengan melahirkan misalnya
ke kelompok tumbuhan karena karakteristiknya lebih banyak mendekati tumbuhan
ketimbang hewan. Atau jika cuma ada dua definisi makanan, yakni pedas dan tidak
pedas lantas kita bingung sendiri mengelompokkan permen Nano-Nano ada di kelompok makanan
yang mana. Bisa jadi definisi fiksi – non fiksinya lah yang terlalu miskin dan
membuat Kitab Suci per definisi terpaksa di masukkan dalam kelompok per
definisi yang ada.
Lantas apa pendapat saya
soal Kitab Suci, bagi saya Kitab Suci agama saya, jelas kalam Allah SWT, yang di
dalamnya ada masa lalu yang sudah terjadi, ada petunjuk bagaimana menjalani
kehidupan agar selamat sampai tujuan dan ada narasi masa depan yang pasti
terjadi. Dan lepas dari definisi fiksi – non fiksi diatas, saya meyakini Kitab
Suci saya dengan seyakin-yakinnya.
Dalam acara ILC tersebut saya menilai, justru Akbar Faizal lah (juga Aria Bima dan Dwi Ria Latifa) yang mengalami
kegagalan memahami narasi Rocky Gerung. Ibarat ahli hukum mempersoalkan satire
dan imajinasinya puisi. Anehnya, banyak
yang mengait2kan narasi Rocky Gerung ini dengan kasus penistaan agama 27/ Sept/2016.
Saya kira ini hal yang sama sekali berbeda karena kasus yang dijadikan sebagai
referensi pembanding adalah sosok yang beragama A, pada acara kunjungan kerja
sebagai pejabat ke Pulau Seribu, dan mempermasalahkan ayat-ayat kitab suci
agama B (juga ulama agama B), dalam forum budidaya Ikan Kerapu.
Akhir kata, mari kita
amati akan berakhir seperti apa kasus ini kelak, tidak memenuhi syarat secara hukum,
atau akan berakhir seperti kasus penistaan agama 27/Sept/2016. Secara pribadi saya
menilai Rocky Gerung setidaknya berhasil memicu tumbuhnya kekritisan dalam
memaknai konstelasi politik masa kini dan membuat filsafat menjadi topik yang seksi.
No comments:
Post a Comment