Wednesday, March 27, 2019

Mahandini (2018) – Dewa Budjana



Meski suka dengan karya Dewa di Gigi yang sudah merilis 20 album, saya belum pernah secara serius menikmati album solo Dewa Budjana, atau bahkan sampai membeli CD aslinya. Namun hadirnya Marco Minneman ex drummer Racer X, The Aristocrats, Steven Wilson dan Joe Satriani (yang menurut saya lebih pantas menggantikan Portnoy ketimbang Mangini di Dream Theater), Jordan Rudess keyboardis Dream Theater, juga basis muda wanita asal Mumbai, India,  Mohini Dey, serta gitaris Red Hot Chili Pepper yang ternyata bersuara asik yakni John Frusciante membuat saya tak ragu menebus CD nya.  Frusciante yang konon pengagum Dewa Budjana sejak album Dawai in Paradise, bahkan ikut menyumbang dua lagu dalam album ini, yakni Crowded dan Zone.

Sebelum terlalu jauh, apa sih arti Mahandini, sesuai dengan artwork covernya, yang dimaksud adalah kendaraan besar para dewa, yang pada artwork digambarkan dengan gajah dan kereta kencana. Tentu latar belakang ini sesuai dengan budaya dan agama Hindu yang dianut Dewa, unik, karena dimasa lalu Dewa bersama Gigi banyak melahirkan lagu Islami dengan sentuhan rock. Bukan cuma itu, Dewa juga pernah merilis album yang berhubungan dengan Christmas.
Singkatnya Mahandini juga bisa disimbolkan sebagai kendaraan yang menyatukan para musisi kelas dunia yang berkolaborasi menghasilkan suatu karya indah. Artwork yang indah ini aslinya merupakan interpretasi 55 pelukis tradisional, yang salah satunya akhirnya digunakan sebagai cover, sedangkan sisanya dilelang.



Oh ya tak ketinggalan juga Mike Stern gitaris fusion papan atas yang sudah pernah meraih penghargaan sekelas Grammy Award, serta vokalis dan komedian lokal bergaya sinden dengan suara tinggi melengking alias Soimah Pancawati. Jangan mengira Soimah disini akan “ketawa ketiwi” seperti penampilannya di acara TV nasional, dalam album solo kesepuluh Dewa  ini Soimah menampilkan karya serius. Soimah juga menulis langsung lirik dalam track Hyang Giri yang terinspirasi letusan Gunung Agung dan Gunung Merapi baru-baru ini.

Track dalam album ini bisa dibilang sedikit, yakni

01.Queen Kanya 07:02
02.Crowded 05:51 (feat John Frusciante)
03.Mahandini 08:16
04.Hyang Giri 07:45 (feat Soimah Pancawati)
05.ILW 06:38 (feat Mike Stern)
06.Jung Oman 06:52
07.Zone 05:56 (feat John Frusciante)

Berikut review track demi track dari album ini.

Queen Kanya (*****)

Sound gitar Dewa disini asik benar dan berkelas, Rudess juga memainkan solo piano dengan apik lanjut ke solo keyboard. Namun bintang disini adalah sang basis Mohini  Dey yang bermain mantap sambil mengiringi namun juga memainkan lagunya sendiri, dan bahkan memainkan part vokal yang mengacu ke tradisi India alias Konnakol bersama Minneman. Mohini memainkan perkusi suara, dengan ketukan rapat dan berubah-ubah mengingatkan saya akan teknik vokal scat singing ala George Benson.

Siapa yang dimaksud Dewa dengan Queen Kanya ? track ini mengenai Ida Dewa Agung Ratu Kanya (1814), Ratu Klungkung, Bali yang berperang melawan kolonialisme Belanda dalam di Kusamba. Dewa menyiratkan keinginannya agar sosok Queen Kanya dijadikan sebagai pahlawan nasional.

Crowded (****)

Dimulai dengan dentingan piano muram, lanjut dengan petikan gitar nan menyayat.  Frusciante menjeritkan vokalnya yang lirih namun mulai lebih lantang dibagian berikutnya. Di menit ketiga, beat berubah dan langsung disambut solo Rudess. Lalu kembali senyap dan Frusciante kembali menjeritkan vokal ekspresifnya. Dewa tak banyak memainkan part solo disini, terkesan memilih untuk menjadikan ini sebagai karya bersama ketimbang karya solo.

Mahandini (*****)

Dibuka dengan petikan gitar, yang kali ini menggunakan sound yang berbeda. Dewa lagi-lagi tidak mau pusing harus bermain dengan teknik rumit, bagi Dewa sebuah lagu tak harus terjebak dalam kompleksitas. Sebaliknya Mohini bermain ganas, dan mengingatkan saya akan Jaco Pastorius ex Weather Report dan Pat Metheny. Tak salah juga, kalau track ini dijadikan sebagai judul album, dan menit keenam, Dewa memainkan nada-nada solo membius nan asik ala Alan Holdsworth. Menit ke 7 Minneman gantian memainkan berbagai fill in dengan asiknya.

Hyang Giri  (****)

Track yang kental dengan aroma tradisional ini sepertinya menjadi pengalaman baru bagi Minneman dan Rudess, sebaliknya Mohini Dey yang besar dalam tradisi India sepertinya tidak terlalu asing dengan nada ala pentatonis ini. Lanjut dengan unison yang dimainkan bersama oleh Rudess dan Dewa.  Track ini menjadi bukti bahwa latar belakang berbagai bangsa dan tradisi bisa menghasilkan karya yang indah, layaknya makanan tradisionil gado-gado. Solo piano Rudess kembali menunjukkan kelasnya sebagai musisi Jazz papan atas (meski untuk solo keyboard saya lebih bisa menikmati Tony Banks atau Keith Emerson). Pada track ini Soimah menunjukkan kelasnya sebagai sinden yang memiliki cita rasa.

ILW (****)

Track ini mengembalikan kita pada musik fusion standar dan modern setelah digempur dengan vokal mistis tradisional Soimah. Mike Stern gitaris kelahiran 1953 yang penampilannya skr malah jadi mirip Steve Howe, gitaris Yes, memainkan solonya di menit ke 1:30, gitaris yang juga endorser Yamaha Pacifica, ini bermain nyaman layaknya di albumnya  sendiri. Lanjut dengan solo Dewa, dengan sound yang berbeda. Dalam album terasa kalau Dewa yang mencoba menyesuaikan dengan permainan Stern ketimbang sebaliknya.

Jung Oman (***)

Diawali dengan dentingan piano Rudess, lalu petikan sahdu gitar Dewa, track ini terasa cair, mengalun menghanyutkan. Kali ini instrumental murni, tak ada vokal Mohini Dey, Frusciante ataupun Soimah. Solo akustik Dewa mengalun lembut dan membuat pikiran kita melayang-layang jauh.

Zone (**)

Akhirnya album ini kembali ke track gado-gado tradisional. Frusciante lagi-lagi kembali memamerkan vokal ajaibnya yang mengingatkan saya akan warna vokal Alex Ligertwood ex Santana, meski Frusciante sedikit lebih cempreng. Bagi saya track ini kualitasnya sedikit dibawah track2 lainnya, juga kalau dibandingkan dengan track Crowded. Entah itu juga mungkin kenapa ditempatkan di bagian akhir.

Untuk menghemat waktu, Dewa sengaja sebelumnya memberikan notasi semua track ini pada Rudess dkk. Lalu setelah tiga kali mengulang karya pertama untuk menyesuaikan karakter masing-masing musisi yang sebelumnya belum pernah menelurkan karya bersama, seluruh album ini akhirnya diselesaikan hanya dalam satu hari di salah satu studio di Los Angeles.
Akhir kata, bagi saya karya Dewa ini sangat berkelas, dan layak dimiliki penggemar jazz ataupun yang ingin meluaskan cakrawala bermusiknya, khususnya  buat yang tadinya mengira Rudess adalah keyboardis Progressive Metal semata. Kolaborasi dengan musisi papan atas dunia ini menunjukkan musisi Indonesia memiliki kapasitas yang tidak kalah sama sekali. Sukses buat Dewa Budjana, semoga akan ada karya-karya lainnya yang mendunia.




No comments: