Saturday, May 12, 2012

Hope for the best, but prepare for the worst

Sekitar awal tahun 2000-an saya pernah dipercaya sebagai Project Manager (PM) untuk melead hampir 130 resources, terdiri dari System Analyst, System Designer, dan Programmer. Team ini bertugas untuk melakukan implementasi sekitar tujuh aplikasi pabean secara nasional. Karena waktu yang sangat ketat dan juga harus implementasi saat bulan puasa pada puluhan kota di Indonesia, team cukup tertekan dengan situasi tersebut. Situasi ini juga diakibatkan sebagian dari aplikasi ini harus berjalan 24x7, pilot paralel di 2 lokasi,  sedangkan aplikasi-nya masih terus menerus berubah karena belum stabil.
Pada saat yang sama perusahaan induk kami, karena keputusan untuk fokus ke bisnis inti, yang merupakan dampak penjualan ke pihak asing, secara paralel melakukan proses penjualan anak perusahaan yang bukan bagian dari inti, termasuk perusahaan kami. Sayang-nya perusahaan pembeli, tidak melakukan evaluasi terhadap proyek berjalan, dan langsung saja menawarkan program pensiun dini pada seluruh karyawan. Karena nilai pesangon yang cukup besar khususnya bagi yang masa kerjanya cukup lama, hampir semua  karyawan senior tertarik, termasuk semua team leader dalam proyek yang saya pimpin.
Perusahaan pembeli menentukan hari Jumat sebagai batas akhir pendaftaran program pensiun dini, sehingga pada hari Kamis, sekitar enam orang team leader dalam team saya sudah gelisah dan berencana untuk mengambil program tersebut. Melihat saya tenang2 saja, mereka memutuskan untuk mengundang saya sore itu juga untuk meeting, dan menyampaikan kesepakatan diantara mereka serta niat mereka untuk mengajak saya. Kalau istilah salah satu iklan rokok kira2 “Gak Ada Lu Gak Rame !”, namun mereka terkejut, karena saya menyampaikan pada mereka, tidak mungkin saya ikut dengan mereka, meninggalkan team yunior serta proyek yang masih berjalan. Heran dengan sikap saya mereka bertanya apa alasan-nya, maka saya katakan karena saya PM-nya, sehingga walau tawaran pensiun dini sangat menarik, saya memutuskan untuk menolak-nya, bahkan meski mereka semua keluar dari proyek. Saya sampaikan juga profesi IT, adalah dunia yang sangat sempit, orang saling mengenal dan saya tak sanggup membayangkan cap yang diberikan orang pada saya karena mengabaikan pekerjaan yang belum selesai.
Setelah rasa terkejut mereka mendengar penolakan saya perlahan lenyap, akhirnya mereka pamit dengan ekspresi sedih lalu menyalami saya satu demi satu, namun mereka tetap memutuskan untuk mengambil program tersebut. Malam harinya menjadi salah satu malam terpanjang dalam hidup saya, karena sangat sulit untuk tidur dan gelisah menghadapi hari esok, maka saya mencoba menyusun team baru dari member yunior yang tersisa. Akhirnya menjelang dini hari tersusunlah team baru, dan saya menguatkan diri untuk menghadapi hari esok, untuk mulai melakukan penugasan ke masing2 team.  
Namun, ketika masuk kantor pada keesokan harinya, saya sangat terkejut, karena semua team leader ternyata masih masuk pada hari itu dan mengerjakan kewajiban mereka seperti biasa padahal limit dari program pensiun dini adalah jam 10:00. Melihat saya keheranan, lalu mereka minta untuk berbicara lagi dengan saya pagi itu, dan dalam diskusi itu, salah satu wakil mereka menyampaikan hal yang tak terduga, yaitu mereka merasa malu dengan keputusan saya, lalu mereka memutuskan mengabaikan tawaran menggiurkan dari program pensiun dini, serta tetap mendukung saya sampai dengan berakhirnya proyek. Dengan terharu saya menjabat tangan mereka satu demi satu, dan berharap putusan ini tidak akan mereka sesali kelak.
Kami akhirnya meninggalkan proyek tersebut dalam keadaan selesai, dan telah diimplementasikan secara nasional. Meski tak ada bonus dan pesangon yang di dapat, namun mengingat apa yang terjadi, saya  tetap bangga dengan team, dan kami meninggalkan pekerjaan secara terhormat dan dengan kepala tegak. Kini alumnus team tersebut sudah bekerja dalam perusahaan2 yang terpisah, namun saya yakin mereka masih mengingat kenangan ini sebagai sesuatu yang berkesan.  
Kesimpulan yang saya dapat dari pengalaman ini adalah, “Hope for The Best, but Prepare for The Worst” yaitu kita bisa berharap apa yang sedang berjalan baik baik saja, namun selalu lah bersiap untuk yang terburuk, dan biasakan selalu ada plan B untuk setiap plan A yang anda miliki dengan demikian kita bisa lebih siap menghadapi perubahan situasi.  






No comments: