Sebenarnya nama lengkap Ayah setahu ku adalah Parmuhunan Pohan, namun dalam perjalanan hidup-nya beliau mengubah nama tersebut dengan menambahkan Saiful dan selalu menyingkat Parmuhunan menjadi “P” saja. Ibu cerita bahwa Ayah tidak menyukai nama pemberian ompung tersebut, meski artinya adalah sosok diamana orang2 meminta bantuan / permohononan. Dari sembilan bersaudara anak2 Baginda Karapatan yang tiga diantara-nya lelaki, Ompung (kakek) memberi nama yang paling besar dengan M. Pohan (TNI Angkatan Darat) , lalu O. Pohan (Dosen Jayabaya dan alumni sastra inggris dari IKIP Yogyakarta) dan terakhir ayahku.
Ayah konon lahir di Sipirok 22 Juli 1932, dan berpulang pada 15 Juli 2002 tepat seminggu sebelum mencapai usia 70 tahun, dan dimakamkan di sebelah Taman Makam Pahlawan Cikutra, Bandung. Menyelesaikan SD di Padang Sidempuan 1948, SMP di Yogyakarta 1954, SMA di Yogyakarta 1955, sempat bekerja sebagai karyawan di Pos dan Giro (sekarang PT Pos Indonesia) lalu mengikuti program pendidikan tinggi setingkat akademi di PTT Bandung 1963 dan meraih gelar sebagai Bc.AP. Tak jelas benar kenapa Ayah memilih PTT, karena sebenarnya Ompung menginginkan Ayah mengambil jurusan keuangann.
Salah satu obsesi Ayah adalah membuat buku, sayang sampai dengan berpulang-nya beliau yang juga memiliki hobi bermain catur dan bridge ini, impian beliau membuat buku tidak kesampaian. Namun aku masih ingat saat aku akhirnya membuat buku, Ayah begitu bangga-nya dan membawa-nya kemana-mana meski tidak tahu artinya karena memang seputar teknik pemrograman. Bahkan buku itu dia bawa saat opname di Rumah Sakit Borromeus karena masalah ginjal dan jantung yang dia derita. Soal opname, sebelum-nya Ayah pernah dirawat di RS Sanglah karena Diabetes samapi 41 hari, dan lalu kembali di rawat setelah pindah ke Bandung selama 42 hari, lagi2 karena Diabetes. Saat itu kadar gulanya sempat mencapai 600.
Melihat kumpulan artikel Ayah masih ada dalam notebook ku, maka aku berniat untuk memublikasikan-nya di internet lewat blog-ku. Namun sejumlah artikel Ayah di Kompas, Tempo, dan beberapa majalah sastra masih belum ketahuan rimba-nya. Judul2 yang masih kuingat antara lain "Rangka Sebuah Nocturno", "Bila Pos Terlambat Tiba" (dimuat di Harian Kompas), dan Berlin Paris Jakarta, dll.
No comments:
Post a Comment