Tanggal : 21/Des/2015
Target
- Masjid Agung An Nur Pekanbaru – Jalan Syekh Burhanuddin
- VIZCAKE Pekanbaru – Jalan Hangtuah
- Sarapan Pagi di Kimteng – Jalan Senapelan
- Pasar Bawah – Jalan M. Yatim
- Warung Miso Pak Imam – Jalan Paus
Penginapan
- Red Planet - Jalan Tengku Zainal Abidin
Kondisi Jalan
- Total jarak : 434 km / 9 jam
- Melewati Lintas/Pantai Timur, Keritang, Seberida, dan Rengat,
- Nyaris 100% mulus dan melewati kebun sawit, tetap ekstra hati-hati kalau menyalip, di lokasi ini ada banyak tanjakan dan turunan, kadang kita bisa melihat sekaligus tiga undakan di depan karena lurusnya jalan, tetap jangan menyalip saat di tanjakan, karena kendaraan dari arah berlawanan tidak terlihat secara jelas. Sebagian besar jalan sudah terbuat dari beton, dan nampak perbaikan dimana-mana.
Jam 08:30 kami melewati perbatasan Muaro
Jambi, dan berhenti sebentar untuk mengabadikan momen. Nampak truk-truk besar
dengan muatan Sawit hilir mudik, sepertinya beruntung sekali memilih tanggal
perjalanan seperti yang kami lakukan, karena terhindar dari macet di Merak,
sudah masuk Musim Durian, dan Kebakaran Hutan Sawit sudah reda.
Perjalanan yang lebih jauh dan masih juga belum menemukan tempat makan, akhirnya membuat kami terpaksa makan di suatu tempat bernama Ojo Lali, yang menjadi langganan para supir truk. Mata mereka terlihat nyalang memperhatikan rombongan kami keluar satu demi satu dari mobil. Saat seperti ini saya kembali teringat pada Si Sulung. Untung saja saya belum cukuran brewok dan kumis selama tiga minggu, jadi paling tidak Para Supir Truk ini masih mengira saya bagian dari mereka.
Masakannya biasa-biasa saja, dan toiletnya sangat menyedihkan, dan berlokasi di belakang rumah. Saat menunggu anak saya dan sepupunya di toilet, bocah anak pemilik warung yang sedang berada di halaman belakang menatap saya dengan sangar sambil berkata “Apa Kau !”, ups anak sekecil ini sudah bernyali menantang pria dewasa ? hemm tak aneh Sumatera termasuk penyumbang sumber daya komunitas preman di Indonesia. Disini kami menghabiskan biaya Rp 117.000, termasuk Soto dan Teh Telur.
Perjalanan yang lebih jauh dan masih juga belum menemukan tempat makan, akhirnya membuat kami terpaksa makan di suatu tempat bernama Ojo Lali, yang menjadi langganan para supir truk. Mata mereka terlihat nyalang memperhatikan rombongan kami keluar satu demi satu dari mobil. Saat seperti ini saya kembali teringat pada Si Sulung. Untung saja saya belum cukuran brewok dan kumis selama tiga minggu, jadi paling tidak Para Supir Truk ini masih mengira saya bagian dari mereka.
Masakannya biasa-biasa saja, dan toiletnya sangat menyedihkan, dan berlokasi di belakang rumah. Saat menunggu anak saya dan sepupunya di toilet, bocah anak pemilik warung yang sedang berada di halaman belakang menatap saya dengan sangar sambil berkata “Apa Kau !”, ups anak sekecil ini sudah bernyali menantang pria dewasa ? hemm tak aneh Sumatera termasuk penyumbang sumber daya komunitas preman di Indonesia. Disini kami menghabiskan biaya Rp 117.000, termasuk Soto dan Teh Telur.
Jam 18:00 kami sampai di VIZCAKE lalu membeli Cake Pisang, konon kabarnya pemilik
VIZCAKE ini dulu adalah penduduk Batam, karena banyak saudara berkunjung dan
selalu bertanya apa oleh-oleh khas Batam, maka beliau memberanikan diri untuk
memproklamirkan Cake Pisang, saat ini beliau membuka cabang di Pekanbaru dan
menjual Cake Pisang yang sama. Rasanya sih memang mantap dan sempat kami
jadikan bekal dalam perjalanan berikutnya. Disini kami membeli Kerupuk Singkong Cabe Hijau, Vizcake Banana Bread, Klapper Taart Durian, total kami membayar Rp. 125.000. Karena memang bukan diperuntukkan sebagai oleh-oleh, maka sepanjang jalan, kami langsung menyantap penganan ini.
Lalu kami menuju Taj Mahal ala Pekanbaru alias Masjid An Nur
dan sampai sekitar 18:45. Karena sudah adzan Maghrib, maka kami langsung menuju ke bagian dalam untuk melaksanakan sholat, sayangnya batas suci dan yang tidak kurang terlihat
jelas, sepertinya pengelola harus menata ulang sehingga kesucian umat yang
hendak melaksanakan ibadah lebih terjaga.
Masjid ini dibuat tahun 1963 dan selesai 1968, saat ini Masjid ini masih merupakan salah satu yang termegah di Indonesia. Saat itu Gubernur Riau masih Arifin Ahmad, namun di periode Gubernur Saleh Djasit, Masjid An Nur tahun 2000 kembali direnovasi secara besar besaran. Sepintas arsitektur Masjid ini mengingatkan kita akan Taj Mahal, dirancang oleh Ir. Rooseno dan dapat menampung 4.500 jamaah.
Masjid ini dibuat tahun 1963 dan selesai 1968, saat ini Masjid ini masih merupakan salah satu yang termegah di Indonesia. Saat itu Gubernur Riau masih Arifin Ahmad, namun di periode Gubernur Saleh Djasit, Masjid An Nur tahun 2000 kembali direnovasi secara besar besaran. Sepintas arsitektur Masjid ini mengingatkan kita akan Taj Mahal, dirancang oleh Ir. Rooseno dan dapat menampung 4.500 jamaah.
Untuk makan malam kami memilih pasar
kuliner di belakang bangunan Holiday88, salah satu bioskop yang cukup ramai di
Pekanbaru. Kami memesan berbagai penganan seafood termasuk Sop Ikan, Cumi
Goreng Tepung Roti, Udang Mentega dan diakhiri dengan Es Tebu yang sedap. Ada yang menarik disini, yakni kwetiawnya
cenedrung bening disajikan dengan potongan daging berukuran besar. Hanya saja
gelas yang digunakan semuanya dengan sponsor Bir Bintang, jadi kalau minum Es
Tebu yang memang berbuih kesan yang muncul adalah sebaliknya. Disini kami menghabiskan Rp 379.000 termasuk Otak-Otak khas Kepri yang berwarna merah dengan rasa menyengat, termasuk 1 Porsi Kerang Gonggong (yang akhirnya bisa dicoba oleh Istri dan Si Bungsu setelah sempat gagal saat kunjungan kami terakhir di Batam).
Setelahnya kami menuju Red Planet, ternyata lokasi hotel ini berada di salah satu pusat keramaian di Pekanbaru, sehingga kami memutuskan untuk jalan jalan dulu dulu di seputar hotel. Menyusuri trotoar dengan berjalan kaki. Kami sempat memasuki dua mal yang saling berhadapan, salah satunya adalah Mal Pekanbaru. Lalu anak-anak memesan minuman di Calais, lalu kembali ke hotel, sayang ketika anak-anak tertarik memesan Panties Pizza di depan hotel, saat kami kembali sudah keburu tutup. Di Red Planet, karena kedua remaja ingin menggunakan satu kamar, kami membayar 3 x Rp. 238.280, cukup murah karena sudah melewati Week End.
Pagi harinya atas saran sahabat sportage
di Pekanbaru yakni Harpy yang juga seorang pilot F16 AURI, kami sarapan di
Kimteng. Wuih memang mantap makan disini, Roti Bakar Srikaya, Bubur Ayam,
dan Teh Telor yang disajikan dengan Jeruk Nipis namun sayangnya kami belum
sempat mencoba Mie Ayamnya yang konon ternyata juga terkenal. Makan disini sedikit
mahal untuk kelas sarapan pagi, namun rasanya cukup mantap. Uniknya warung makan ini penuh dengan iklan
hal-hal yang justru tidak ada hubungannya dengan kuliner misalnya aki, produk
elektronik, dll. Total yang harus kami bayar adalah RP. 221.000. Untuk 1 porsi Dimsum, 2 porsi Roti Bakar, 6 porsi Bubur Ayam, 2 gelas Susu Kedelai, 2 gelas Susu Panas, 1 porsi Sate Ayam Bumbu Kuah Kacang dan 2 gelas Air Putih.
Setelahnya kami menuju Pasar Bawah untuk
memesan pernik-pernik khususnya kain khas Riau yang terkenal. Lalu saat melaju
meninggalkan Pekanbaru kami singgah sebentar di sebuah Warung Miso Pak Imam di
Jalan Paus. Makanan ini mengingatkan saya akan masa kecil, saat di depan rumah
di Sibolga ada pedagang Miso. Jika suatu waktu Ibu sedang tidak memasak, maka
kami membeli Miso dan dimakan bersama sama nasi. Seperti biasa cukup membeli 2
porsi, seporsi untuk setiap keluarga cukup menghilangkan rasa penasaran kami.
No comments:
Post a Comment