Meski Baginda Karapatan tidak memiliki
pendidikan tinggi dan bahkan buta huruf, ternyata beliau memiliki pandangan jauh kedepan khususnya dalam dunia wiraswasta. Selain ekspedisi berbagai pedati dengan hasil
bumi ke arah Sipirok dan ke Padang Sidempuan juga arah sebaliknya mengirim
kebutuhan masyarakat ke Sialaman.
Beliau juga memiliiki bisnis Bioskop di Batang Toru, membangun
sekolah di Sialaman, bisnis perdagangan ikan dengan kolam besar yang beliau
buat (dan masih ada hingga kini). Saat perjalanan ke Jawa dan melihat industri
batu bata, beliau membeli mesinnya, dan melatih para pekerja, lalu tak lama
kemudian berdirilah industri batu bata di Padang Sidempuan.
Beliau juga jeli melihat peluang, saat RS
Umum Padang Sidempuan berdiri, beliau menawarkan diri sebagai pemasok hasil ternak
dan hasil bumi bagi RS tersebut. Dan usaha ini dijalankan beliau dengan
dukungan armada pedati miliknya.
Sewaktu Baginda Karapatan ke Yogya mengunjungi anaknya Oloan Pohan, dia takjub melihat berbagai kursi dan perabotan lain yang terbuat dari bambu. Di Sialaman maupun di Padang Sidempuan dia tidak pernah lihat bambu secantik dan sebesar itu. Sekembalinya ke Padang Sidempuan, beliau membawa bibit bambunya dengan jumlah banyak. Kelak menurutnya bibit bambu itu akan ditanam di kampung dan diberi nama Bambu "BK" alias inisial nama Baginda Karapatan, dan mirip dengan inisial Bung Karno, senyumnya bangga.
Karena kedekatannya dengan berbagai lingkungan, dalam jaringan bisnis Baginda Karapatan juga termasuk hubungan bisnis dengan orang-orang Belanda. Kadang beliau pergi menemani mereka berburu. Dari hubungan seperti itu, akhirnya beliau bisa mendapat info terkini, misalnya apabila ada Belanda yang pindah. Dalam kesempatan itu, biasanya beliau langsung bertindak sebagai pemborong untuk membeli semua barang-barang peninggalan si Belanda. Sehingga, menurut penuturan ibuku, pada saat ibu bermain ke rumah ayah (ibuku adalah teman sekelas Mayurida Pohan, dan termasuk sosok yang mendukung pernikahan mereka), barang-barang yang termasuk aneh banyak di rumah mereka. Misalnya bantal2 yang berisikan bulu angsa. Lampu2 kristal.
Baginda Karapatan juga menyediakan semacam tempat peristirahatan bagi orang-orang yang pergi berburu. Tempat ini dia berikan alas tidur yang tebal dengan banyak bantal dan guling. Dengan demikian Baginda Karapatan banyak membina relasi yang memudahkannya menjalankan bisnis. Ayah saat kecil senang sekali berloncatan di alas tidur ini dan tidur dikelilingi banyak bantal dan guling. Saat dewasa, Ayah masih mempertahankan kebiasaan tidurnya dengan banyak bantal dan guling.
Kata ibuku, koleksi rumah Bagidna Karapatan termasuk gantungan / hiasan lampu yang terdiri dari pipa2 yang melingkar bergantungan. Namun oleh Nursiti Siregar, yang berfikiran sederhana, pipa itu dia lepas untuk meniup perapian. Satu demi satu pipa2 itu pun hilang untuk aktifitas meniup api di dapur. Demikianlah nasib sebagian barang-barang antik tersebut.
Karya terakhir beliau yakni Hotel di depan
Kantor Polisi Padang Sidempuan, namun tidak sempat berdiri karena beliau keburu
dipanggil Sang Maha Pencipta. Sayangnya putra dan putri beliau juga tidak
meneruskan karya terakhir beliau, dan ternyata tak satupun putra ataupun putri
beliau yang meneruskan profesi sebagai wiraswasta tersebut. Sewaktu Baginda Karapatan ke Yogya mengunjungi anaknya Oloan Pohan, dia takjub melihat berbagai kursi dan perabotan lain yang terbuat dari bambu. Di Sialaman maupun di Padang Sidempuan dia tidak pernah lihat bambu secantik dan sebesar itu. Sekembalinya ke Padang Sidempuan, beliau membawa bibit bambunya dengan jumlah banyak. Kelak menurutnya bibit bambu itu akan ditanam di kampung dan diberi nama Bambu "BK" alias inisial nama Baginda Karapatan, dan mirip dengan inisial Bung Karno, senyumnya bangga.
Kolam Ikan Peninggalan Baginda Karapatan |
Karena kedekatannya dengan berbagai lingkungan, dalam jaringan bisnis Baginda Karapatan juga termasuk hubungan bisnis dengan orang-orang Belanda. Kadang beliau pergi menemani mereka berburu. Dari hubungan seperti itu, akhirnya beliau bisa mendapat info terkini, misalnya apabila ada Belanda yang pindah. Dalam kesempatan itu, biasanya beliau langsung bertindak sebagai pemborong untuk membeli semua barang-barang peninggalan si Belanda. Sehingga, menurut penuturan ibuku, pada saat ibu bermain ke rumah ayah (ibuku adalah teman sekelas Mayurida Pohan, dan termasuk sosok yang mendukung pernikahan mereka), barang-barang yang termasuk aneh banyak di rumah mereka. Misalnya bantal2 yang berisikan bulu angsa. Lampu2 kristal.
Baginda Karapatan juga menyediakan semacam tempat peristirahatan bagi orang-orang yang pergi berburu. Tempat ini dia berikan alas tidur yang tebal dengan banyak bantal dan guling. Dengan demikian Baginda Karapatan banyak membina relasi yang memudahkannya menjalankan bisnis. Ayah saat kecil senang sekali berloncatan di alas tidur ini dan tidur dikelilingi banyak bantal dan guling. Saat dewasa, Ayah masih mempertahankan kebiasaan tidurnya dengan banyak bantal dan guling.
Kata ibuku, koleksi rumah Bagidna Karapatan termasuk gantungan / hiasan lampu yang terdiri dari pipa2 yang melingkar bergantungan. Namun oleh Nursiti Siregar, yang berfikiran sederhana, pipa itu dia lepas untuk meniup perapian. Satu demi satu pipa2 itu pun hilang untuk aktifitas meniup api di dapur. Demikianlah nasib sebagian barang-barang antik tersebut.
Nah bagaimana dengan naluri pengusaha istri beliau yakni Nursiti Siregar ? Sebagai pebisnis, Baginda Karapatan sering meminta istrinya Nursiti Siregar membantu usaha beliau menjualkan dagangan Baginda Karapatan. Misalnya suatu ketika Baginda Karapatan membuat kolam ikan di Padang Sidempuan.
Suatu ketika datanglah seorang pembeli, membeli ikan 1 kg.
"Berapa inang ?" demikian tanya si pembeli, dan
"Sekian.. " dijawab Nursiti Siregar.
"Sudah berkeluarga nak ? dan berapa cucu di rumah" tanya Nursiti dengan ramah.
"Sudah inang, anakku 5", jawab si pembeli.
"Aduuhh.. dikit kali lah ikan kau beli .. tambahlah nak, barang 3 ekor lagi …" balas Nursiti
"Tapi aku nggak punya uang lagi inang .." jawab si pembeli
"Nggak apa2, nggak usah bayar .." pungkas Nursiti.
Demikianlah sistem dagang Nursiti Siregar, dimana bisa-bisa harga bonusnya lebih besar dari harga dagangannya. Tidak heran, tak berapa lama pun usaha jual beli ikan ini pun tutup.
Klik http://hipohan.blogspot.my/2016/07/riwayat-baginda-karapatan-part-6-dari-8.html untuk bagian keenam
*Sesuai cerita Nursiti Siregar kepada Siti Hajar Lubis
*Mengenai bambu sesuai cerita Rudi Ramon Pohan
No comments:
Post a Comment