Berikut ini cerita dari paman, yang sengaja
ku abadikan dalam blog, agar menjadi catatan yang dapat dibaca dan menjadi pelajaran khususnya bagi keturunan tokoh-tokoh ini kelak.
Dahulukala
di daerah Aek Tampang, Kota Padang Sidempuan, tepatnya di sebelah kiri jika menuju daerah Mandailing, berdiri sebuah bengkel mobil satu satunya, di
daerah tersebut yang bernama Anas Atelier. Anas adalah kependekan dari Amran
Nasution, sang
pendiri bengkel yang juga keturunan seorang raja dari Kawasan Maga
dan dahulu diangkat Belanda menjadi bagian dari birokrat kerajaan. Istilah bagi jabatan seperti ini dimasa itu dinamakan
kuria (dari bahasa Yunani Churia).
Sebagai
bangsawan, Amran Nasution memiliki keistimewaan dimasa itu untuk belajar ke Negeri Belanda dalam bidang teknik. Sekembalinya belajar dari Belanda beliau bekerja sebagai teknisi di perkebunan milik
Belanda di Batang Toru (sekarang dikenal sebagai PTP III). Dengan
gaji besar dalam mata uang gulden, maka Amran Nasution yang berkulit putih dan berperawakan relatif
tinggi (sekitar 170 cm) akhirnya mampu memiliki sepeda motor besar Harley Davidson dan juga Java yang menjadi koleksinya ditahun 40 an. Dengan kacamata gelap sehingga
leluasa memandang para gadis juga jaket kulit serta overcoat panjang maka lengkaplah gaya khas beliau dalam penampilan sehari-hari.
Terkait penampilan parlente ini, bahkan
saat sudah berusia lanjut, beliau masih sempat minta dibelikan overcoat panjang ketika
mengetahui paman akan berangkat ke Newcastle - Inggris ditahun 1985. Dimasa mudanya, Amran Nasution sedikit sulit menemukan pasangan karena selera dan status status sosialnya yang di atas
rata-rata. Suatu
hari datanglah seorang gadis bernama Salamah Lubis dari Roburan ke rumah orang
tua Amran Nasution di Maga untuk membantu menumbuk padi. Sebenarnya tujuan orang tua
Amran, adalah memperkenalkan Sang Gadis dengan Amran namun tanpa diketahui Sang Gadis.
Setelah mengamati Si Gadis dari ketinggian lewat jendela rumah orang tuanya yang
berbentuk rumah panggung, ternyata Amran Nasution akhirnya jatuh hati pada gadis berkulit putih bersih ini.
Singkat
cerita mereka pun menikah, dan setelah berhenti dari perusahaan perkebunan maka
Amran Nasution muda pun membuka bengkel pertama di Tapanuli yang diberi nama Anas Atelier. Keluarga ini pun menjadi kaya raya karena pelanggannya yang datang dari segala
penjuru bahkan termasuk dari Medan dan bahkan Padang yang harus ditempuh belasan jam. Amran Nasution jelas sosok yang berkarakter "penemu", dimasa itu di rumahnya bahkan terdapat lemari pendingin, pemutar piringan hitam, mesin
penggergajian kayu yang kemudian hari banyak terlihat di industri sawmill.
Saat
bekerja dengan mesin ini lah, pernah terjadi kecelakaan karena mesinnya saat diperiksa tanpa sengaja dihidupkan
seseorang dan nyaris membuat kepala Amran Nasution terbelah dua. Bekas luka ini secara permanen
melintang dan menghias dibagian dahi Amran Nasution. Disamping koleksi motor gede, Amran Nasution juga memiliki mobil sedan mewah Plymouth buatan Amerika. Mobil ini amat
berjasa saat Chairani Lubis, kakak paman sekaligus kakak ibu ku, meninggal dalam
keadaan mengandung di Medan. Saat itu di tahun 1958 adalah awal perang saudara
Permesta, dimana terjadi pengeboman pemancar radio RRI. Masa itu juga bagi paman, adalah momen kelahiran istri paman di Siantar, itu sebabnya nama bibiku diawali dengan Pristiwa
yang berasal dari peristiwa dimaksud.
Saat
kecil paman amat senang bila diajak nenek bertandang kerumah keluarga Amran Nasution. Apa yang membuat paman senanag ? disamping
putri putrinya yang cantik, kecuali salah satu anaknya yang bernama Minah dan lahir dengan kebutuhan khusus, juga karena paman amat menyukai majalah majalah otomotif terbitan luar negeri dengan berbagai jenis mobil di masa itu yang semuanya terasa menarik bagi seorang pemuda cilik.
Amran Nasution juga
suka berburu rusa, dan memiliki beberapa senapan laras panjang dan anjing khusus
berburu dengan badan besar dan kuat. Kegiatan berburu ini sering dilakukan
bersama suami dari kakak istrinya dan bernama Djapusuk Harahap. Abang iparnya
ini seorang pendekar yang amat mahir ilmu silat, yang tentu amat berbeda
dari Amran Nasution yang teknokrat.
Hobi Amran
lainnya adalah menonton bioskop terutama film Barat semisal "Gone With The
Wind". Saat itu di Kota Padang Sidempuan ada dua bioskop, yang satu, bernama Tapanuli dan yang lainnya Angkola. Karena keistimewaannya sebagai pelanggan tetap, Amran Nasution memiliki kursi permanen di bagian balkon yang dinamai kelas "loge" yang dalam
bahasa lokal disebut "lose". Artinya meski sedang tidak menonton, kursi itu tidak
boleh digunakan orang lain.
Disamping
mobil sedan, Amran Nasution juga memiliki bus bermerek Dodge yang sering disebut mobil
Kingkong, mobil ini kemudian hari dirampas Jepang untuk mengangkut serdadu,
sehingga paman sekeluarga saat mengungsi terpaksa jalan kaki dan naik pedati. Sebelum
kedatangan Jepang, mobil ini digunakan untuk melayani trayek ke Padang.
Pengoperasian mobil ini akhirnya diserahkan pada adik ipar Amran, yakni Nuddin Lubis yang pernah tinggal
dirumah kami, dimana lokasinya kebetulan tidak jauh dari bengkel yang sekaligus
menjadi rumah Amran. Lelaki ini tinggal dirumah karena dia juga adik Ayah kami
yang paling kecil, jadi istri Amran, kakek dan adik kakek memang saudara
sekandung.
Dimasa
itu sebutan untuk pengelola bis ini adalah "Toke" sementara pemungut
bayaran disebut sebagai "Cincu". Saat itu pemeran cincu adalah Ali Sati Lubis yang berasal dari Kotanopan. Kedua Toke dan Cincu (Nuddin Lubis dan Ali Sati Lubis) ini akhirnya menjadi sahabat nan
abadi dalam mengoperasikan cikal bakal ALS. Suatu saat sang Toke memanggil sang Cincu, dan menjelaskan bahwa telah
tiba saat perpisahan bagi keduanya karena negara membutuhkannya untuk menjadi
pegawai di pemerintahan di ibukota propinsi. Pendidikan Sang Toke yang lulus secara
istimewa dan beberapa kali loncat kelas dari madrasah Purba Baru amat bermanfaat
sebagai modal awal, disamping pengalamannya sebagai komandan tentara rakyat Hizbullah
dan sebagai tokoh pioner NU yang membuat organisasi ini memimpin dan menyebar
sempurna di Tapanuli Selatan.
Begitulah waktu, yang mempertemukan dan memisahkan kedua sahabat ini dalam
nasib yang berbeda. Sang Cincu ini akhirnya dijebak seorang pengusaha etnis Batak, sehingga dipenjara sampai akhirnya namanya direhabilitasi oleh Presiden
Soekarno dan atas desakan partai NU. Siapa tokoh partai NU yang mendesak Soekarno dan sempat menjadi
anggota DPR sampai lebih dari 20 tahun bahkan meraih jabatan terakhir sebagai
wakil ketua DPR/MPR RI ? ya ternyata Sang Toke. Sang Toke inilah yang juga merupakan tokoh yang
menyuarakan pembubaran PKI dan dalam catatan sejarah sempat dinamakan petisi Nuddin
Lubis sesuai nama asli Sang Toke.
Petisi inilah yang secara resmi menjadi dasar pembubaran PKI. Kembali ke
kisah Ali Sati Lubis. Sang Cincu yang teramat sedih atas perpisahan dengan
sahabatnya, ternyata selalu mengingat pesan Sang Toke. Pesan tersebut kira-kira
berbunyi
"Adikku Sati, permintaanku jangan tinggalkan usaha transportasi ini,
karena ini sangat diperlukan penduduk Mandailing bepergian ke dunia luar demi untuk
kemajuan, dan ingat, ini adalah kebanggaan bagi Suku Mandailing".
Sejak perpisahan itu, sebenarnya Ali Sati Lubis juga sempat menjadi pegawai pemda
saat era Gubernur Sutan Komala Pontas yang juga kerabatnya. Namun karena
kesetiaannya terhadap sahabatnya dan kecintaannya terhadap Mandailing maka dia
kembali ke Mandailing dan mendirikan perusahaan bus Antar lintas Sumatera yang
disingkat ALS.
Saat ini armada ALS sudah terdiri dari ratusan bus Mercedes Benz. Bahkan konon
kabarnya saking banyaknya melakukan pembelian bis, Presiden Mercedez Benz menyempatkan diri langsung dari Jerman menemui
Sang Cincu yang tutur katanya tenang dan lembut ini secara langsung. Sang Cincu
alias Ali Sati Lubis menyampaikan kisah ini pada paman, saat sama sama umrah
di bulan ramadhan. Demi persahabatannya dengan Sang Toke, meskipun sudah udzur
saat itu, beliau selalu menyempatkan diri membangunkan dan menemani paman untuk
sahur baik di Mekkah maupun di Singapura saat transit.
Sayang paman tidak lagi pernah jumpa sampai beliau berpulang tahun 2014, menyusul sahabatnya alias Sang Toke yang sudah kembali pada Sang Pencipta lebih dahulu pada tahun 2000. Bagi paman, Ali Sati Lubis adalah sosok yang mengesankan. Salah satu kata-kata beliau yang diingat paman adalah bagi beliau marga Lubis adalah takdir untuk menjadi ulama, pengajar ataupun profesi yang berhubungan dengan intelektual, namun bukan marga yang pas untuk menjadi pengusaha, meski beliau sendiri seorang pengusaha.
Sayang paman tidak lagi pernah jumpa sampai beliau berpulang tahun 2014, menyusul sahabatnya alias Sang Toke yang sudah kembali pada Sang Pencipta lebih dahulu pada tahun 2000. Bagi paman, Ali Sati Lubis adalah sosok yang mengesankan. Salah satu kata-kata beliau yang diingat paman adalah bagi beliau marga Lubis adalah takdir untuk menjadi ulama, pengajar ataupun profesi yang berhubungan dengan intelektual, namun bukan marga yang pas untuk menjadi pengusaha, meski beliau sendiri seorang pengusaha.
Nuddin Lubis dapat dilihat sejarah singkatnya di https://id.wikipedia.org/wiki/Nuddin_Lubis
Sejarah PO ALS versi wikipedia dapat dilihat di https://id.wikipedia.org/wiki/PO_ALS
Sejarah PO ALS versi wikipedia dapat dilihat di https://id.wikipedia.org/wiki/PO_ALS
3 comments:
Program Cinta Yatim Solusi Zakat Indonesia sudah sampai ke Aceh.
Sedekah memang melipatkan gandakan rezeki. Apalagi untuk anak yatim
Klik : https://goo.gl/7A7T3P
Alhamdulillah. Ikut bangga dengan pemilik PT ALS. Ternyata pribumi dan orang soleh.Insya Allah, Allah berkenan mengangkat derajat mereka ke tempat yang lebih tinggi karena telah memudahkan orang lain menuju ke suatu tempat yang mereka tuju. Aamiin.
Als bus yang dri dalam dan luar ,luar biasa
Post a Comment