Berbeda dengan Benny Rachmadi yang memilih cerita perjalanan seperti petualangan di Pantura, Singapura dan Pantai Selatan, sepertinya Mice justru memilih kenangan masa kecil. Dari sini terlihat Benny lebih mampu menyusun benang merah dalam membentuk cerita, sementara Mice menyusun fragmen fragmen masa lalu sehingga lebih terlihat sebagai kumpulan catatan kecil. Karya Benny juga terlihat lebih mampu memancing tawa, baik secara gambar maupun narasi.
Meski demikian secara teknik gambar mereka memiliki keterampilan yang perbedaannya sangat tipis, dengan keunggulan masih lebih terlihat pada karya Benny, khususnya saat menggambarkan lingkungan sekeliling seperti arsitektur bangunan, kendaraan, teknik pewarnaan, dll.
Namun tujuan review ini tentu saja bukan membandingkan karya Benny dan Mice, dan juga meski berbeda, karya2 mereka berdua masih sangat layak dikoleksi. Melihat nomor yang dicantumkan Mice pada karya-nya ini, sepertinya masih merupakan edisi awal dari edisi2 berikutnya yang mungkin akan dipublikasikan.
Unik juga, melihat bagaimana sosok Mice digambarkan di halaman2 awal sedang menikmati Sistem Dajjal karya Ahmad Thomson. Bermula dari hujan, lalu flashback saat Mice masih kecil bermain hujan dengan teman teman sebayanya. Setelahnya muncullah berbagai mainan saat kecil, cara membuat, cara bermain, dll seperti
Tembak2an Kayu
Pletokan
Sumpitan
Bola Gebok
Gelatik
Kelereng
Adu Biji Karet
Lalu mirip dengan Lagak Jakarta, Mice juga membahas profil bocah di masa 70 sd 80 an. Lengkap dengan tiga serangkai penyakit yang selalu menjadi momok dimasa itu, yakni Borokan, Cacingan dan Ingusan. Saya masih tetap pada kesimpulan meski berpisahnya Benny dan Mice mungkin terasa menyakitkan khususnya bagi penggemar komik, namun ternyata mereka berdua menjadi lebih produktif dengan karya2 komik mereka.
Meski demikian secara teknik gambar mereka memiliki keterampilan yang perbedaannya sangat tipis, dengan keunggulan masih lebih terlihat pada karya Benny, khususnya saat menggambarkan lingkungan sekeliling seperti arsitektur bangunan, kendaraan, teknik pewarnaan, dll.
Namun tujuan review ini tentu saja bukan membandingkan karya Benny dan Mice, dan juga meski berbeda, karya2 mereka berdua masih sangat layak dikoleksi. Melihat nomor yang dicantumkan Mice pada karya-nya ini, sepertinya masih merupakan edisi awal dari edisi2 berikutnya yang mungkin akan dipublikasikan.
Unik juga, melihat bagaimana sosok Mice digambarkan di halaman2 awal sedang menikmati Sistem Dajjal karya Ahmad Thomson. Bermula dari hujan, lalu flashback saat Mice masih kecil bermain hujan dengan teman teman sebayanya. Setelahnya muncullah berbagai mainan saat kecil, cara membuat, cara bermain, dll seperti
Tembak2an Kayu
Pletokan
Sumpitan
Bola Gebok
Gelatik
Kelereng
Adu Biji Karet
Lalu mirip dengan Lagak Jakarta, Mice juga membahas profil bocah di masa 70 sd 80 an. Lengkap dengan tiga serangkai penyakit yang selalu menjadi momok dimasa itu, yakni Borokan, Cacingan dan Ingusan. Saya masih tetap pada kesimpulan meski berpisahnya Benny dan Mice mungkin terasa menyakitkan khususnya bagi penggemar komik, namun ternyata mereka berdua menjadi lebih produktif dengan karya2 komik mereka.
1 comment:
Where can i read this comic? Available on online?
Post a Comment