Fiat Uno II 1991
Suatu hari setelah menaiki Fiat Uno milik
teman, baru saya menyadari betapa fiturnya lengkap, interiornya lega, suara
mesin-nya enak didengar dan tampilannya relatif klasik alias abadi.
Setelah mencari Fiat Uno, akhirnya di sebuah hotel di bilangan Jalan Aceh, saya menemukan sebuah Fiat Uno II berwarna putih. Untuk meyakinkan saya, si pemilik
menunjukkan berbagai kuitansi perbaikan yang sudah dia lakukan pada Si Uno.
Akhir kata saya putuskan untuk membeli mobil ini.
Jika sebelumnya di jalan tol, saya sering “diusir”
para pembalap dengan menyalakan lampu jarak jauh, kini giliran saya “mengusir”
mereka, karena Si Uno sangat stabil meski di jalan sekelas Cipularang sd
Cileunyi, bisa dipacu sd 160 km/jam, tanpa banyak kesulitan. Belum lagi
suaranya yang khas layaknya Ferarri. Mesin kecilnya juga memudah pehobby yang
senang membongkar mesin, karena dapat diturunkan sendirian.
Suatu hari saya iseng mengangkat karpet di
dekat jok supir, dan kaget ketika saya dapat melihat jalanan dibawahnya,
barulah saya menyadari Si Uno ini ternyata memiliki karat yang cukup kronis dan
terjawab setelah mengetahui pemilik pertamanya sempat tinggal di Tanjung Priok,
yang memang sangat korosif. Lalu saya bawa ke bengkel di Marga Cinta untuk mengelas
ulang dek Si Uno dan lalu dilapis kembali dengananti karat. Sayang peredam asli
bagian bawahnya terpaksa rusak akibat proses pengelasan ini.
Salah satu yang khas pada mobil Eropa adalah penampakan kecoa kecil dengan motif loreng-loreng. Hal ini terjadi juga pada Peugeot dan juga cerita teman yang memiliki pengalaman sama, sampai menjuluki jenis kecoa tersebut dengan kecoa Eropa.
Salah satu yang khas pada mobil Eropa adalah penampakan kecoa kecil dengan motif loreng-loreng. Hal ini terjadi juga pada Peugeot dan juga cerita teman yang memiliki pengalaman sama, sampai menjuluki jenis kecoa tersebut dengan kecoa Eropa.
Setelah Si Uno sehat kembali, saya pun memasang iklan buat Si Uno, dan cukup
mengagetkan ternyata yang datang sangat banyak, dan masing-masing berusaha menawar dengan gigihnya,
namun akhirnya seorang pria keturunan lah yang memboyong Si Uno pulang. Dari
beliau juga kami mendapatkan Peugeot 405 SR. Beliau biasa di panggil Koh Ayin dan memang berprofesi jual beli mobil, tinggal di sekitar Kopo dan memiliki istri yang menjadi distributor es krim Walls.
Peugeot 405
SR 1991
Hanya dipakai 7 bulan, karena bolak balik
ke bengkel, di masa itu untuk perbaikan
selama 7 bulan menghabiskan Rp. 11 Juta .
Beberapa komponen seperti kopling dibuat dengan plastik, dan rentan
patah. Belum lagi IC nya sensitif terhadap air, jika salah cuci alamat harus
ganti IC, dan sama sekali tidak ada garansi jika IC yang dibeli di toko khusus mobil
perancis di jalan Suniaraja ternyata mati.
AC juga bolak balik mati, dan sangat sulit
membongkar dashboardnya, hanya untuk membuka dan memasang diperlukan sekitar 3
hari. Itu pun beberapa bilah plastiknya pecah. Tombol-tombol AC juga rusak akibat
proses perbaikan.
Selama 7 bulan itu, Si Peugeot bahkan
sempat turun mesin, karena sempat overheating yang diakibatkan sirkulasi pompa
thermostat terganggu karena adanya kebocoran di piston. Kebocoran ini disebabkan
bagian pelapis mesin bagian dalam serta water
jacket terdiri dari air dan oli dan sempat bercampur dan menghasilkan warna
layaknya susu.
Sempat normal sekitar seminggu, lalu
kembali bermasalah, demikian seterusnya sehingga akhirnya saya putuskan untuk
di jual. Sehingga Peugeot ini mungkin paling bermasalah yang pernah saya
miliki.
Silahkan lanjut ke artikel berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2018/09/kenangan-soal-mobil-part-10-dari-10.html
Silahkan lanjut ke artikel berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2018/09/kenangan-soal-mobil-part-10-dari-10.html
No comments:
Post a Comment