Jumat pagi sekitar jam 10:00 kamipun menuju Bromo melewati Malang, Lawang, Purwodadi, Purwosari, Pasuruan, dan lalu Probolinggo. Kami menyewa Isuzu ELF dengan 16 seat dan tarif Rp. 2.000.000 untuk pergi Kamis tanggal 8/82013 dan kembali Jumat tanggal 9/8/2013. Biaya ini sudah termasuk supir dan bahan bakar selama kita tidak mengubah destinasi. Supir menunggu kami di mobil dan tidur disana, agar saat pulang bisa langsung mengantar kami kembali ke Batu. Mas Yudi , nama supir kami ini, sangat berpengalaman membawa mobil di jalur sempit berkelok dan mendaki ini, terutama karena memang sudah biasa membawa turis asing dari hotel dan kembali ke hotel.
Saat tahun 1994 saya kesini hotel ini masih kecil sekali, demikian juga dengan tahun 2004, namun saya cukup kaget ketika berkunjung kembali sekarang. Hotel ini nampak cukup berubah meski masih sederhana, namun kini ada beberapa kamar tambahan di bagian atas lengkap dengan parkir kendaraan tamu. Lalu dikamar berdinding anyaman bambu ini kini tersedia air panas dengan menggunakan gas. Sebaliknya tahun 2004 saya sempat hampir menginap di Bromo Anggrek yang saat itu hotel termegah di Bromo, namun tidak jadi karena diharuskan dua kamar, sementara saya dengan anak2 saat perjalanan ini selalu menggunakan satu kamar. Saat melintasi hotel yang dulu megah ini, ternyata suasana-nya sudah seperti bangunan mati yang ditinggalkan orang. Hemm kesimpulan-nya kaku dalam menyikapi sesuatu malah membuat bisnis menjadi mati.
Kenapa selama 3x kunjungan saya selalu menginap disini ?, karena pemandangan ke Bromo, Batok, dan lengkap dengan samudera pasir-nya sudah langsung tersedia didepan mata. Saat peak seperti ini tarif-nya sekitar Rp. 750.000 namun dihari biasa sekitar Rp 500.000. Setiap kamar terdiri dari 2 tempat tidur dengan kamar mandi di dalam. Anak2 saya sarankan untuk turun langsung melalui lembah di depan hotel, dan berjalan kaki ke Pura, dan mereka melakukan-nya serta sangat gembira ketika kembali pulang.
Saat menjelang sore, udara semakin dingin, saya dan keluarga menikmati bakwan malang seporsi komplit cukup Rp. 8000, sudah termasuk dua butir bakso, satu potong siomay, satu potong bakwan goreng, lumpia goreng dan tahu isi, tak ketinggalan sambal cabe bromo yang terkenal pedas dan berwarna merah menyala serta berukuran pendek gemuk. Cabe untuk bahan sambal ini bukan dijual per satuan berat melainkan dijual perbutir Rp. 400, dan memang rasanya mantap habis. Sambil menyeruput kuah panas bakwan Malang, kita tetap bisa menatap keindahan pemandangan Bromo.
Sedikit penjelasan mengenai Gunung Bromo (berasal dari bahasa Sanskerta yakni Brahma, salah seorang Dewa Utama Hindu), merupakan gunung berapi yang masih aktif dan paling terkenal sebagai obyek wisata di Jawa Timur. Sebagai sebuah obyek wisata, Gunung Bromo menjadi menarik karena statusnya sebagai gunung berapi yang masih aktif.
Bromo mempunyai ketinggian 2.392 meter di atas permukaan laut itu berada dalam empat wilayah, yakni Kabupaten Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Kabupaten Malang. Bentuk tubuh Gunung Bromo bertautan antara lembah dan ngarai dengan kaldera atau lautan pasir seluas sekitar 10 kilometer persegi.
Gunung Bromo mempunyai sebuah kawah dengan garis tengah ± 800 meter (utara-selatan) dan ± 600 meter (timur-barat). Sedangkan daerah bahayanya berupa lingkaran dengan jari-jari 4 km dari pusat kawah Bromo. Selama abad 20, gunung yang terkenal sebagai tempat wisata itu meletus sebanyak tiga kali, dengan interval waktu yang teratur, yaitu 30 tahun. Letusan terbesar terjadi 1974, sedangkan letusan terakhir terjadi pada 2010.
Bagi penduduk Bromo, suku Tengger, Gunung Bromo dipercaya sebagai gunung suci. Setahun sekali masyarakat Tengger mengadakan upacara Yadnya Kasada atau Kasodo. Sayang ketika kami kesini upacara ini baru saja selesai dilakukan Juni lalu. Upacara ini bertempat di sebuah pura yang berada di bawah kaki Gunung Bromo utara dan dilanjutkan ke puncak Gunung Bromo. Upacara diadakan pada tengah malam hingga dini hari setiap bulan purnama sekitar tanggal 14 atau 15 di bulan Kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.
Menjelang malam, untuk menahan dingin-nya cuaca, kami ke warung milik penduduk disekitar hotel, memesan kopi panas dan pisang goreng, wuih sedap-nya.
Link selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/08/inspirasi-dari-jawa-timur-9-pananjakan.html
No comments:
Post a Comment