Berangkat Jumat pagi, kami menggunakan pesawat Air Asia berwarna kuning flight AK1381, kok bukan merah ? saya rasa karena sepertinya ini pesawat sewaan Air Asia, Saya cukup yakin kalau ini pesawat Malaysia, selain karena istilah “Tali Keledar” untuk terjemahan “Seat Belt” dan juga “Pintu Kecemasan” untuk istilah “Emergency Exit” memang ada bendera kecil Malaysia di bawah kaca jendela kokpit. Tak terasa sekitar 2 jam kemudian kami sampai di KLIA (Kuala Lumpur International Airport).
Hemm ini untuk pertama kali-nya saya ke Kuala Lumpur, dan cukup kaget ketika ternyata penumpang harus berjalan kaki cukup jauh ke terminal transit, melewati lorong darurat di pinggiran bandara tanpa dinding dan luar biasa gerah. Setiap kali kami juga harus berhati hati dengan mobil2 barang yang lalu lalang memotong jalur kami dan dikendarai dengan agak ugal2an. Bandara-nya sih menurut saya jelek, bahkan dengan Husen Sastranegara saja masih imbang, namun mungkin ini memang untuk penerbangan low budget, sedangkan sisi bandara yang lebih bagus bisa jadi ada di sisi lain bandara. Belakangan saya dapat informasi kalau di KLIA, memang dibagi dua sisi, yaitu LCCT (Low Cost Terminal Carrier) dan untuk penerbangan umum.
Sampai ke kantor KLIA, kami langsung menuju ruang transit (penerbangan antar bangsa) setelah konfirmasi ke petugas Air Asia untuk flight AK1654 dan kembali masuk via security gate. Di sini cukup ketat, karena diperiksa dengan detail sampai2 ikat pinggang segala harus dilepas. Namun ternyata menurut petugas Air Asia, gate-nya tidak disitu melainkan di lokasi lain, dan kami punya waktu empat jam untuk menunggu penerbangan Air Asia ke Hongkong. Makanan disini tidak terlalu banyak tapi lumayan, mulai dari kebab (sapi, ayam bahkan pisang, dll) , bakery, sampai dengan Express Line alias warung mie (menyediakan mie kuah sapi, dan termasuk bahkan nasi lemak alias uduk, nasi rendang, dll) tersedia, juga duty free shop untuk produk2 seperti coklat dan toko buku. Meski sebenarnya memesan bihun goreng eh yang datang justru mie goreng yang style-nya mirip mie aceh namun terasa kurang bumbu.
Empat jam kemudian, sesuai petunjuk petugas Air Asia kami menuju gate dimaksud, tetapi anehnya kami harus meninggalkan terminal transit, berjalan cukup jauh dan lagi2 berpanas panas melewati pinggiran bandara sambil hati2 dengan jalur mobil barang yang kerap memotong jalur pejalan kaki lalu masuk lagi via terminal lain yang arsitektur-nya masih kurang lebih sama, aneh-nya kok ada pos imigrasi ? Perasaan saya mengatakan ini bakal jadi masalah, benar saja petugas imigrasi Malaysia menunjukkan wajah cemberut dan menegur kami karena sudah masuk wilayah Malaysia tanpa melalui pos imigrasi. Lahhh aneh juga ini kan cuma transit, kenapa semua orang mengarahkan kami masuk via pos imigrasi, sambil mengomel ngomel tidak jelas, dia lantas mengarahkan kami ke pos di belakang-nya, dan setelah memeriksa dokumen kami dengan wajah arogan petugas dibelakang-nya dengan gaya setengah menghardik menyuruh kami masuk ke ruang tunggu terminal. Melihat gaya sengak petugas disini, saya merasa julukan “Truly Asia” terlalu berlebihan. Dalam hati saya mengatakan “Sengak amat sihhh, emang siapa yang mau ke negara lu“, namun dalam hati saya bertekad untuk menunjukkan kita bangsa yang lebih beretika, jadi membalas perlakuan seperti ini hanya mengesahkan mereka dan kita akan sama saja.
Selanjutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2013/05/inspirasi-dari-hongkong-shenzen-dan_9749.html
No comments:
Post a Comment