Tiba di Hongkong, hemm kami terkagum kagum melihat bandara yang berada di Lantau Island ini (Chek Lap Kok Airport) , masuk via garbarata,bandara-nya terlihat ramah, megah dan indah, diselimuti karpet tebal dari ujung ke ujung. Lantas kami segera menuju pos imigrasi yang bekerja secara cepat namun tetap teliti. Keponakan saya yang berusia lima tahun dan foto di paspor-nya berambut gondrong ala “Giring Nidji” namun sekarang dipotong pendek seperti biasa “nyangkut” lebih lama di pos imigrasi. Meski Air Asia tidak terlihat perlakuan berbeda sebagaimana yang kami alami di KLIA. Saat menaiki escalator, mendadak seorang petugas wanita menodongkan alat berbentuk pestol di film2 Star Wars ke wajah si bungsu yang terlihat letih, sepertinya ini prosedur pencegahan wabah flu burung di Chek Lap Kok.
Hongkong salah satu dari dua daerah khusus dari China, mestinya sih tiga dengan Taiwan, namun Taiwan per hari ini sepertinya masih menolak bergabung dengan China. Daerah kedua adalah Macau yang merupakan bekas jajahan Portugis. Dulunya Hongkong merupakan daerah jajahan Inggris, lantas diduduki Jepang saat perang pasifik. Bagian ini mengingatkan saya akan film Empire of The Sun-nya Spielberg yang diperankan Christian Bale (Sekarang pemeran Batman) saat bocah. Uniknya meski bagian dari China, tetapi Hongkong memiliki pemerintahan sendiri, mata uang sendiri (HKD), kecuali hubungan luar negeri dan soal militer yang tetap ada dibawah China. Bagaimana Hongkong bisa begitu maju ?, sebenar-nya sih sederhana, sebagaimana kita tahu tidak ada proses perpindahan barang sebesar proses yang terjadi di laut.
Jadi mirip dengan Singapore, Hongkong sangat memrioritaskan pelabuhan, begitu pelabuhan yang bagus berdiri, maka otomatis aktivitas bisnis akan ikut terdongkrak. Terbagi menjadi lima bagian, Hongkong Island, Kowloon, New Territories, Lantau dan pulau2 kecil di sekitar Hongkong.
Kembali ke perjalanan, lalu kami menuju terminal Bis, namun sebelumnya kami membeli Octopus Card dan diisi masing2 sebanyak 150 HKD (termasuk deposit senilai 50 HKD) sebanyak anggota rombongan untuk digunakan sebagai alat pembayaran transportasi mulai dari Bus, MTR bahkan sempat kami gunakan juga untuk membeli souvenir uang metal di Disneyland nantinya dan segera menuju Tsim Sha Tsui, di Kowloon.
Dalam perjalanan kami melintasi jembatan2 yang super panjang dengan pemandangan sangat indah sekaligus modern, kumpulan menara pencakar langit, lautan, jembatan layang, sayang tak sempat berhenti untuk memotret. Sepertinya jika anda penggemar fotografi bernuansa modern, apa yang ditawarkan Hongkong sudah lebih dari cukup. Perjalanan ini sekaligus juga menempuh lautan yang menghubungkan dua pulau, yaitu Lantau Island menuju ke Kowloon.
Memasuki Kowloon, terlihat kumpulan ruko2 “busuk” yang terlihat kumuh, tua dan seram, sepertinya setiap kota selalu memiliki hal2 seperti ini, begitu juga Jakarta dengan pemukiman kumuh yang terlihat dari jalan layang bandara menuju Jakarta.
Namun salah membaca peta nyaris saja kami berhenti dua Bus Stop lebih jauh dari yang seharusnya, untung saja adik ipar sempat ingat lokasi Bus Stop setelah Mody Road (yang image-nya sempat dia lihat di internet), dan kami berhenti dengan tergopoh gopoh serta nyaris meninggalkan tas bekal makanan dalam Bus. Untung saja Bus baru sempat menutup pintu, dan dengan cepat saya ketok jendela, sementara adik ipar langsung masuk meski sempat kebingungan memilih tas makanan dimaksud.
Lokasi ini kurang lebih 300 meter setelah Masjid Kowloon dengan bangunan yang khas dan menara putihnya (di sebelah Kowloon Park). Dari lokasi perhentian kami berjalan kaki, dan mendadak muncul pria2 berwajah timur tengah, dan menawarkan penginapan atau apa saja yang kami butuhkan. Hemm aneh juga melihat mereka berdiri di lokasi strategis, dan sibuk menawarkan layanan pada wisatawan2 yang terlihat bingung.
Lalu kami berhenti sebentar di Mody Road membeli air mineral bermerk Bonaqua, 1.5 liter x4 botol di 7 Eleven sebelah pintu masuk MTR Tsim Tsa Tsui, lagi2 ada beberapa orang aneh, namun kali ini orang2 kulit hitam berbadan besar2 memperhatikan dengan “nyalang” orang2 yang berbelanja di 7Eleven. Entah kenapa saya langsung teringat pengedar2 narkoba asal Afrika, saya sama sekali tidak bermaksud SARA namun melihat mereka kongkow2 sambil mengamati orang yang keluar masuk memang membuat suasana tidak nyaman. Belakangan bukan cuma di 7Eleven, kadang mereka juga duduk di pintu masuk MTR Tsim Sha Tsui.
Lantas kami segera menuju lantai 13 Mirador Mansion, untuk bertemu dengan pengelola penginapan USA Hostel. Lokasinya tiba2 saja muncul diantara toko2 kamera, dan begitu masuk kedalam ada sebuah lorong dengan lift tua dan sempit untuk menuju ke lokasi. Tempat ini sebenarnya kumpulan apartemen yang dikelola oleh masing2 pemiliknya dengan gaya guest house (berlisensi). Namun si pengelola mengatakan bahwa kamar2 tersebut terpisah, jadi dia menawarkan kamar yang berdekatan di lantai 10 namun dengan tambahan biaya 300 HKD, dan meminta kami survey sebelumnya, setelah kami setuju maka kami diberikan 3 buah kunci dan karena sudah larut malam kami segera istirahat untuk menyiapkan diri untuk agenda keesokan harinya.
Dua dari tiga kamar yang kami sewa sama sekali tidak berjendela dan relatif sempit, sepertinya penderita “claustrophobia” akan langsung terkena serangan jika harus sampai menginap di sini. Sementara kamar ketiga lebih luas namun berhadap2an dengan apartemen lux yang bikin minder kalau dibandingkan dengan lokasi kami menginap. Kamar saya dan istri AC nya harus dicungkil dulu dengan gantungan baju agar bilah2 angin-nya terbuka. Tempat tidur-nya mengingatkan saya akan cerita mengenai tempat tidur ala Nabi Muhammad SAW yang konon katanya keras (karena tanpa kasur meski saat itu beliau menguasai nyaris separuh dunia), namun ternyata tidur disini bikin pegal2 dalam perjalanan jadi hilang. Toilet-nya harus ditekan beberapa kali jika tidak ingin air-nya mengocor terus tanpa terkendali. Nyaris di depan di setiap apartemen terlihat berbagai macam jemuran, bahkan di depan lift tergantung puluhan baju tidur wanita. Di depan lift juga ada warnet yang sepintas berisi orang2 Afrika yang entah sedang apa disitu, entah sebagai operator atau sebagai tamu.
MTR di Hongkong memiliki enam jalur, dan yang paling sering dipakai adalah Red Line, yang menghubungkan Kowloon dengan Hongkong Island. Jalur ini menghubungkan beberapa persimpangan sibuk seperti Mei Foo, Central dan Lai King. Harga tiket tergantung jarak, dan dipotong langsung dari Octopus Card. Selain jarak untuk jalur2 dibawah laut juga menggunakan tarif khusus yang lebih mahal.
No comments:
Post a Comment