Bangun di pagi
hari kami langsung sarapan nasi goreng yang kami pesan malam sebelumnya dari Selera Ampang, berkemas dan langsung ke lobby
untuk memesan Uber menuju KL Sentral Train Station. Sehubungan dengan hari
buruh dimana Kuala Lumpur memberlakukan libur, alhamdulillah jalan sangat
lancar, hanya 10 menit kami akhirnya sampai pada jam 07:17 menempuh jarak 7,35 km
dengan biaya 11,09 RM, kali ini dengan driver keturunan India yang bernama
Kasinathan dan lagi-lagi pakai Nissan Almeera yang cukup populer di Malaysia.
Melihat populasi Nissan di Malaysia, saya jadi ingat kata-kata Carlos Ghosn
petinggi Nissan yang meresmikan pabrik baru Mitsubishi baru-baru ini (setelah
sebagian sahamnya di beli Nissan), bahwa di seluruh dunia penjualan Nissan
lebih tinggi dari Mitsubishi kecuali di Indonesia.
KL Sentral
terlihat resik dan megah, petunjuk-petunjuk arah terlihat jelas, dan terlihat
sama modernnya dengan airport KLIA. Sambi menunggu gate yang akan dibuka 15
menit sebelum berangkatm kami sarapan di McDonald, lalu saya mengecek apakah tiket online yang saya print
dengan printer rumahan, sudah bisa dipakai tanpa penukaran ulang di loket, dan alhamdulillah ternyata bisa.
Saat tiga tahun
lalu jalan-jalan, kami sempat berkenalan dengan guide asal Malaysia bernama Bu Christina alias
Chin Pek See, sosoknya yang keibuan dan ramah serta lincah walau sudah berusia
66 tahun, membuat kami teringat saat merencanakan perjalanan ke Penang. Kebetulan
beliau memang tinggal di Penang, sehingga gayung bersambut ketika kami menyampaikan
rencana kami. Akhirnya beliau bersedia menjemput kami di Butterworth, mengantar
selama dua hari sudah termasuk supir, toyota Hi Ace baru, supir, toll dan
parkir. Semua biayanya sekitar 850 RM.
Kereta ETS meski
didesain untuk bisa mencapai kecepatan 160 km/jam, namun sepanjang perjalanan
indikator menunjukkan kecepatan maksimal 140 km/jam, dan menjelang Buttterworth
di Penang Daratan, semakin banyak stasiun dimana kereta harus berhenti. Keretanya
bersih, dan kami sempat diberikan snack untuk sekedar penangkal perut yang
keroncongan. Masuk Ipoh saya mengabari Bu Christine posisi kami dan beliau
konfirmasi meeting point kami, yakni pintu depan lift kedatangan.
Bagi yang tertarik memanfaatkan jasa Bu Christine bisa mengontak beliau di +60124211081, meski sudah sepuh namun Bu Christine masih sangat lincah dan aktif menggunakan whatsapp. Beliau juga dapat dikontak melalui facebook dengan menggunakan nama Chin Pen See.
Bagi yang tertarik memanfaatkan jasa Bu Christine bisa mengontak beliau di +60124211081, meski sudah sepuh namun Bu Christine masih sangat lincah dan aktif menggunakan whatsapp. Beliau juga dapat dikontak melalui facebook dengan menggunakan nama Chin Pen See.
Bu Christine
bersama Pak Aheng sang driver setelah melewati jembatan buatan Korea Selatan
yang menghubungkan Penang Daratan dengan Penang Island sepanjang 13,5 km, langsung membawa kami ke restoran favorit
halal yang sayangnya tutup. Lalu sambil berjalan kaki di antara gerimis hujan
kami menuju lokasi lainnya. Akhirnya kami menikmati masakaan Thailand di Nana
Tomyam di Lebuh Dickens. Masakannya benar-benar lezat dan harum, tujuh macam
masakan dengan harga sangat bersahabat, dan semua itemnya tidak ada yang
mengecewakan, dengan rasa khas asamnya masakan Thailand. Tidak aneh jika dari
Penang masuk 10 besar lokasi dunia untuk keistimewaan kulinernya. Dari sini
hotel kami hanya berjarak 200 meteran, sehingga kami memutuskan untuk langsung
check in dan menyimpan koper.
Hotel kecil ini
menggunakan struktur bangunan lama lalu direnovasi namun tetap dengan ciri khas
lama seperti desain lantai dan tangganya. Sempat terjadi debat hangat dengan
front office, karena saya mengira kami
sudah melakukan pembayaran secara online namun ternyata memang belum. Tarif
untuk family suite terbilang murah yakni 188 RM plus deposit senilai 50 RM.
Kamarnya cukup lega, meski kamar mandinya agak kecil. Namun secara keseluruhan
mengingat lokasi yang strategis, hotel yang bersih ini cukup menyenangkan.
Destinasi pertama
kami adalah Chocolate and Coffee Museum, berlokasi di Lebuh Leith, tempat ini adalah satu lokasi yang cukup sering
dikunjungi wisatawan. Pramuniaganya sangat ramah dan menawarkan sampel untuk
setiap jenis coklat. Juga tersedia berbagai sampel kopi dengan ramuan coklat
yang disediakan dalam gelas-gelas kecil. Sayang kita tidak diperbolehkan
memotret bagian dalam ruangan. Buat saya
dan keluarga yang sebelumnya sudah pernah ke Beryl’s Chocolate Kingdom apa yang
ditawarkan tempat ini masih kurang lebih sama.
Destinasi selanjutnya, Rumah Api Fort Cornwallis, merupakan mercusuar di Lebuh Tun Syed Sheh Barakbah. Bangunan ini dibangun tahun 1882, dan ini bukan melulu mercusuar, karena memang dilengkapi meriam dibagian depannya menghadap ke laut lepas. Berbeda dengan kebanyakan mercusuar yang kita lihat di Indonesia dimana bangunannya dibuat dari bata dan semen, bangunan ini dibuat dalam konstruksi kerangka besi bercat putih setinggi 21 meter dan dapat mengamati kondisi perairan sejauh 16 mil laut. Di bagian depan bangunan terlihat beberapa pedagang dengan mobil box yang bagian belakangnya terbuka dan menjual berbagai macam penganan khususnya irisan buah segar dan kacang kuda, demikian penduduk Penang menyebutnya.
Link berikutnya di http://hipohan.blogspot.co.id/2017/05/kuala-lumpur-penang-part-6-dari-8.html
No comments:
Post a Comment