Setelah adzan
Subuh, seperti kebiasaan sejak Januari 2017, saya langsung olah raga sendirian
sambil mengelilingi hotel, menelusuri Samadikun, Kedrunan, Moh. Toha, Veteran
terus menuju Masjid At Taqwa lalu ke kanan menuju Stasiun Kereta Api Cirebon
yang terlihat bersih dan cantik dengan total jarak 4,42 km.
Sekitar jam 6:30
kami check out dan langsung menuju Nasi Jamblang Mang Dul, yang pada pagi hari
sudah terlihat ramai. Kali ini kerinduan kami akan Nasi Jamblang yang tak
tuntas sehari sebelumnya bisa terpuaskan, mulai dari Ayam Kampung Goreng,
Sambal Cabe Iris, Tempe Krispi, Perkedel, Kerang, semua tersedia lengkap.
Kami lalu menuju
Pasar Kanoman setelah sebelumnya parkir di di Jalan Pecinan, kali ini giliran
menyantap Kue Tapel, yang sepintas mirip Serabi Notosuman namun versi
krispi, cukup tiga biji yang penting
sudah mencoba, lalu giliran Docang cukup seporsi asal sudah tahu rasanya yang
agak asam-asam segar dimakan dengan lontong dan sejenis Kerupuk Melarat plus
siraman saus kacang, tak lupa kami juga memesan Ketan – Ebi. Lalu kami juga
memesan 10 buah Tahu Kopeci yang disantap sambil menunggu para Ibu
keliling-keliling pasar. Sebagai puncak
kuliner sekitar Kanoman kami menyantap tiga butir durian ukuran sedang seharga
40.000 sebutir.
Menuju Kraton
Kanoman pada awalnya sedikit membingungkan, karena masuk ke dalam pasar,
sayangnya kami sudah keburu meninggalkan parkiran strategis kami di jalan
Pecinan, akhirnya setelah berputar-putar kami mendapatkan lokasi parkir
disamping Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Sambil berjalan kaki kami melihat beberapa pedagang jangkrik untuk pakan burung.
Saat kami tiba Kraton Kanoman nampak sedang dibenahi, cukup luas juga ternyata kompleksnya, meski dari luar tidak terlalu terlihat. Guide membawa kami berkeliling-keliling termasuk ruang penobatan Raja, lokasi Raja menyambut tamu, rumah pertama di Cirebon yang beberapa bagian arsitekturnya mirip dengan Gua Sunyaragi alias mirip karang-karang laut.
Keraton Kanoman yang
memiliki luas sekitar 6 HA, didirikan oleh Pangeran Mohamad Badridin atau
Pangeran Kertawijaya, yang bergelar Sultan Anom I pada sekitar tahun 1678 M.
Keraton Kanoman masih taat memegang adat-istiadat, di antaranya
melaksanakan tradisi Grebeg Syawal,seminggu setelah Idul Fitri dan berziarah ke
makam leluhur, Sunan Gunung Djati di Desa Astana, Cirebon Utara. Peninggalan-peninggalan
bersejarah di Keraton Kanoman erat kaitannya dengan syiar agama Islam yang giat
dilakukan Sunan Gunung Djati, yang juga dikenal dengan nama Syarif Hidayatullah.
Silahkan klik
untuk membaca link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2017/09/jelajah-cirebon-part-5-dari-9-masjid.html
No comments:
Post a Comment