Thursday, August 30, 2018

Mengenang Kak Eli – Tabrak Tebu



Saat kami di Bali, tepatnya di kota Denpasar, Ayah membelikan sepeda motor Honda bekas 70 cc. Motor merah dengan kursi berwarna kehijauan serta tempat duduk terpisah antar pengemudi dan penumpang. Karena ayah sendiri tidak begitu mahir mengendarai motor, maka harapan Kak Eli tertumpah pada adik Ibu alias Paman kami terkecil yang biasa kami sebut dengan panggilan Tulang Nawawiy.

Beliau yang saat itu kuliah di ITS jurusan Arsitektur kadang mampir ke rumah kami di Denpasar. Dengan mantap paman lalu menjelaskan masing-masing komponen motor, sementara Kak Eli berada di atas jok, mencoba memahami penjelasan paman dengan mesin menyala.  Masih belum selesai menjelaskan fungsi gas dan cara memainkannya namun belum sempat menjelaskan bagaimana mengaktifkan rem, Kak Eli sudah langsung memutar gas, dan meluncur cepat.

Paman sontak mengejarnya sambal meneriakkan “Rem…Rem Eli …Rem…!” namun Kak Eli masih terlalu cepat, dan langsung menerabas sekumpulan pohon tebu di ujung rumah kami dan Brak ! . Alhasil Kak Eli menangis terisak, dengan sekujur tubuhnya penuh dengan bulu tebu, untung tak ada cedera parah menimpanya, begitu juga motornya. Kelak Kak Eli menjadi begitu mahir dengan motor tsb, dan kerap terlihat “ngebut” di jalanan Kota Denpasar.

No comments: