Saya dan
istri dibawa ke unit kami melewati
tebing dengan persawahan di kejauhan. Bangunannya agak gelap dan terkesan tua,
bau kayu yang kuat merebak menyerbu hidung, namun kamar mandinya bagus dan
tidak ada bedanya dengan kebanyakan hotel berbintang di Jakarta. Gordjinnya
menggunakan model kayu yang sayang sudah agak sulit ditutup sehingga
memungkinkan orang diluar cottage bisa menatap kami. Saat istri menyalakan
lampu kamar mandi mendadak, aliran listrik di unit kami mati, demikian juga
telepon untuk mengontak operator. Terpaksa saya keluar lagi memanggil petugas,
namun setelah sekitar 4 petugas bolak balik, dan masih kesulitan menemukan
penyebab matinya aliran, kami akhirnya diberikan kamar pengganti yang lebih ke
ujung, dan kali ini berada di lantai dua cottage.
Kami segera
merebahkan diri, belakangan teman2 lain mengatakan mereka merasakan suasana
aneh, seperti anjing yang melolong di tengah malam, baju di gantungan jatuh
sendiri, bayangan hitam, serta perasaan ada sosok lain di unit mereka. He he
saya sih tidak terlalu mempermasalahkan hal-hal tsb, selama tidak saling
mengganggu, pula badan penat sekali setelah melakukan perjalanan Bandung –
Jakarta (3 jam), Jakarta – Soekarno Hatta (1 jam), Soekarno Hatta – Juanda (1
jam), Juanda – Hasanuddin (1 jam) dan Makassar – Toraja (12 jam), total 18 jam.
Pagi hari
setelah shalat subuh di unit masing2, kami berkumpul dan langsung menaiki
kendaraan hotel (karena bis terlalu
besar untuk bisa masuk rute kali ini) untuk segera menuju Lolai yakni Negeri di Atas
Awan. Jaraknya dari hotel sekitar 14 km, dengan melewati tanjakan sempit dan relatif curam. Kalau dari penampakannya sepintas agak mirip dengan Tebing Keraton, namun
dengan awan yang lebih tebal. Sepanjang jalan saya hitung ada paling tidak 3
spot menarik sebetulnya, namun karena rombongan, tak mungkin kami berhenti
hanya untuk sekedar memuaskan nafsu saya mengabdikan momen tsb.
Sesampai di
Lolai, di depan kami terbentang nyaris 180 derajat pemandangan dari bukit ke
bukit dengan persawahan dibagian bawahnya di ketinggian 1.300 meter DPL. Di atas
persawahan nampak “permadani” awan yang membuat kami merasa seakan-akan
dewa-dewi kahyangan tengah menatap bumi. Sekitar jam 06:35 kami memutuskan
untuk kembali ke hotel, untuk sarapan.
Link berikutnya di https://hipohan.blogspot.com/2020/01/jalan2-ke-tana-toraja-part-4-dari-6.html
Link berikutnya di https://hipohan.blogspot.com/2020/01/jalan2-ke-tana-toraja-part-4-dari-6.html
No comments:
Post a Comment