Dari Bandara Haji
Hasan Aroeboesman yang secara fisik lebih mirip puskesmas kelas kabupaten, kami
meninggalkan Ende jam 14:40 dan lagi-lagi menggunakan Garuda ATR 72-600 juga
dengan nomor flight yang sama alias GA 7027. Namun kali ini tas saya ditahan
persis di landasan dan sebelum masuk pesawat, dengan alasan ukurannya terlalu
besar, padahal sebelumnya tas yang sama tidak mengalami kendala masuk ke kabin. Alhasil tas harus masuk paksa ke bagasi
sementara saya diberikan resi yang cukup ditukarkan kembali di landasan tanpa
harus menunggu di rel berjalan terminal kedatangan.
Sesampai di
Bandara Komodo yang jauh lebih megah dibanding Bandara Ende, istri dan
anak-anak langsung menuju terminal kedatangan untuk mengambil tripod sementara
saya menunggu tas yang sebelumnya sempat ditahan. Lalu kamipun bergegas keluar
bandara, sayangnya tidak seorangpun terlihat membawa papan nama, untung tak lama kemudian Mas Krisna Sumarsono
menyapa kami, pria setengah baya dengan anting-anting ini lalu mengenalkan kami
dengan Stan, yang biasa saya panggil Nana Stan, dimana Nana kurang lebih
berarti adik dalam bahasa setempat. Nana
Stan akan mendampingi kami selama 3 hari 2 malam berikutnya. Nana Stan minta
maaf karena datang terlambat, sehingga tidak sempat menyongsong kami di gerbang
masuk.
Tak lama kami
disongsong sebuah Innova berwarna hijau pucat yang dikemudikan oleh Nana Leri,
seorang pria gempal, berambut ikal dan juga beranting, untuk segera
menuju lokasi-lokasi sebagai berikut;
- Gua Cermin, gua ini berjarak sekitar 6 km dari Bandara Komodo, ditempuh dalam 20 menit. Di lokasi kami disambut guide dengan rambut dicat pirang ala mohawk, yang dengan sabar dan sambil melontarkan lelucon kocak membawa kami berkeliling. Karena di bagian tertentu dari Gua hanya bisa dilalui dengan nyaris merangkak, kami dibekali helm ala proyek berwarna oranye. Jalan masuk ke lokasi gua, dibatasi oleh hutan bambu berduri tajam, sehingga pastikan kita hanya berjalan di lokasi yang disediakan. DI dalam gua ada lubang yang menghadap ke langit, menurut guide, jika posisi matahari pas, maka seluruh ruangan gua akan terang benderang, karena stalaktit dan stalakmit di Gua Cermin memiliki kandungan semacam kristal.
- Bukit Sylvia, dari Gua Cermin kami menuju Bukit Sylvia menempuh sekitar 7 km. Dinamai Sylvia karena menyesuaikan dengan resort terdekat yang bernama sama. Tempat ini sangat strategis untuk mengamati dua pulau kecil di sisi kiri dan lembah indah di sisi kanan. Sayang sedang ada pekerjaan berat di lembah, sehingga debu beterbangan dimana mana dan suara mesin eskavator cukup mengganggu. Meski indah, tempat ini tidak tepat untuk menikmati sunset melainkan sunrise.
- Dermaga Putih, berikutnya Nana Stan membawa kami ke sini untuk menikmati sunset, kebetulan jalannya sedang diperbaiki, dan dibagian tengah ada truk tangki menutup jalan, saya meminta Nana Leri berhenti saja, dan kami lanjut dengan berjalan kaki, sambil berlalri lari kecil ke ujung dermaga, mengejar matahari yang mulai tenggelam di ufuk barat.
- Warung Sasa (Kampung Ujung), menjelang malam, kami makan berenam di jejeran warung makan pinggir jalan dengan latar belakang pelabuhan Labuan Bajo. Makanannya mungkin yang terenak selama kami di NTT, didukung dengan sambalnya yang benar-benar “nendang” dan kami harus menebus 1 Ikan Bakar, 1 Ikan Goreng, 1 Cumi Bakar, 1 Cumi Tiram, 6 Nasi Putih, dan 8 Es Jeruk dengan biaya Rp 565.000. Meski makanannya enak, tapi ini juga harga termahal untuk sekali makan dalam perjalanan kami kali ini. Cukup kaget dengan harga makanan pinggir jalan sebesar ini, entah karena banyaknya turis asing yang makan disini atau memang sedang musim liburan, kami juga tidak tahu persis. Saya jadi teringat saat makan di Jimbaran, Bali dimana, harga turis lokal dan turis asing dibedakan.
- Hotel Bintang Flores, setelah menikmati keindahan Labuan Bajo kami menuju hotel, yang tidak terlau besar namun memiliki pemandangan ke laut lepas di bagian belakang dengan taman yang terawat rapi. Sayang sekali karena sudah terlalu capai, kami tidak sempat menikmati keindahan halaman belakang hotel ini dan sempat membuat Si Bungsu agak menyesal. Mengingat malam pertama kami menginap di Kelimutu Moni dan dua malam berikutnya akan menginap di kapal kayu kecil, kami berusaha istirahat senyaman mungkin seraya menyiapkan diri untuk petualangan berikutnya di kepulauan sekitar Labuan Bajo atau dikenal juga dengan nama Kabupaten Manggarai Barat.
No comments:
Post a Comment