Pagi pagi sekali
saya istri sengaja berkeliling hotel dan langsung menuju halaman belakang.
Sebuah dermaga kayu milik hotel terlihat menjorok sd sekitar 50 meter dari
bibir pantai. Burung camar satu satu terbang dikejauhan, perahu-perahu nelayan
berlayar perlahan, beberapa kapal pesiar berayun lembut tertambat jangkar
ditengah riak kecil gelombang, dan nun di kejauhan nampak hilir mudik ferry
besar berlayar antara Ketapang dan Gilimanuk. Diseberang sana lampu lampu Gilimanuk
terlihat berpendar menyambut para musafir.
Susasana di sini
sangat tenang, waktu seakan berhenti berputar, smartwatch S3 saya menunjukkan
keanehan, indikatornya jam nya kerap berubah selisih satu jam, mungkin karena
jarak yang sangat dekat ke Bali dimana ada selisih waktu sekitar sejam. Kami kembali ke hotel untuk sarapan, mandi
lalu bersiap. Mas Rudi datang terlambat
sekitar setengah jam, mintaa maaf karena harus menyiapkan makan siang kami dari
catering langganan travel. Tercium bau wangi udang goreng menyeruak dari celah
box catering.
Sesampai di
tempat pemberangkatan, kami menunggu datangnya kapal sambil menikmati kelapa
muda, sekitar sejam kemudian kami memasuki kapal kayu kecil yang dikawal dua
orang kru kakak beradik. Anjar nama abangnya yang kebetulan setahun lalu
di PHK di salah satu perkebunan di Kalimantan sedangkan adiknya Dani, baru
kelas dua di salah satu SMK di Banyuwangi.
Anjar memberikan
penjelasan bahwa Pulau Menjangan sebenarnya sudah masuk kawasan Taman Nasional Bali
Barat, namun karena memiliki sekitar tiga spot bawah laut, sudah lazim bagi wisatawan
Banyuwangi untuk mengunjungi pulau ini juga. Tak lama akhirnya sampailah kami di Pulau Menjangan, dan perahu kami bersandar di sebuah dermaga
kecil, Anjar langsung turun dan mendaftarkan rombongan ke petugas kawasan.
Cuaca alhamdulillah sangat cerah, langit nampak biru terang, pantai dengan air
yang sangat jernih dan pasir putih bersih. Sebuah bendera merah putih nampak
berkibar gagah di buritan sebuah kapal nelayan.
Pulau ini tidak memiliki penghuni, dan memiliki peraturan sangat ketat mengenai sampah. Jadi para pengunjung harus memastikan setiap sampah dibawa kembali pulang. Salah satu hewan yang dilindungi di pulau inilah sebagaimana namanya yakni menjangan, sayang kami tak sempat eksplorasi dan belum menemukan satupun menjangan.
Pulau ini tidak memiliki penghuni, dan memiliki peraturan sangat ketat mengenai sampah. Jadi para pengunjung harus memastikan setiap sampah dibawa kembali pulang. Salah satu hewan yang dilindungi di pulau inilah sebagaimana namanya yakni menjangan, sayang kami tak sempat eksplorasi dan belum menemukan satupun menjangan.
Lalu kami lanjut
berlayar, sebelum menyemplung ke dalam air, karena memang sudah menjelang siang
kami memutuskan makan sambil mengelilingi pulau sampai ke sisi dimana terlihat
patung Ganesha dan sekumpulan orang sedang melakukan upacara. Kami memutuskan untuk makan siang dahulu sebelum menceburkan diri ke air. Wangi udang
goreng semerbak mewangi, dan menimbulkan rasa yang sangat nikmat saat di”totol”
ke sambal tomat terasi khas Banyuwangi yang tersohor nikmat.
Kami langsung
menyemplung ke air, anak-anak seperti biasa tak menggunakan pelampung, saya
memilih tetap memakai, karena tidak mudah juga berenang berdampingan dengan istri
yang sedikit takut jika berenang di laut
lepas. Arus ternyata sangat kuat, hanya sebentar menikmati, kami langsung
terseret meninggalkan kapal. Setiap kali berenang menuju kapal setiap kali juga
kami harus kembali diseret arus menjauhi kapal. Saya mulai letih akhirnya
memutuskan bergelantungan pada seutas tali diantara dua kapal nelayan yang
sedang buang sauh. Si Bungsu terlihat laju mendekati kapal kami, namun akhirnya
keletihan, dan melambai2kan tangan meminta pertolongan.
Dengan tenaga tersisa
saya berusaha menjemput Si Bungsu, dan dapat, namun akhirnya kami kembali
diseret arus dan bergelantungan kembali di antara kedua perahu nelayan, tak
lama menyusul pula Si Sulung. Anjar memutuskan mengamankan istri terlebih dahulu,
lalu menjemput kami dengan perahu. Anehnya kedua kapal nelayan tersebut terus
mengikuti kami, bahkan ujung perahu sempat menusuk punggung Si Bungsu hingga
memar saat menaiki tangga. Pada akhirnya meledaklah kami dalam tawa, karena
ternyata tali kedua kapal nelayan tersebut masih melintang di dada dan pundak
saya, pantesan saja kedua perahu nelayan tsb terus menerus mengikuti kami. Pelampung yang tebal membuat ikatan tali kapal tersebut tak terasa.
Kuatir kami
kecewa, Anjar melanjutkan perjalanan ke spot yang kedua alias Sandy Spot.
Arusnya tenang dan airnya jernih. Melihat istri masih semangat lanjut
snorkling, saya putuskan untuk menemaninya. Anak-anak sebaliknya terlihat letih
dan memutuskan istirahat di perahu. Setelah puas berenang di Sandy Spot, kami
lanjut ke Pulau Tabuhan sekitar jam 15:00. Angin bertiup kencang, nampak awan
hitam mendekat. Batas wilayah hujan dan yang tidak, terlihat dengan jelas di
cakrawala. Tak lama kamipun menembus
hujan yang sangat deras. Akhirnya kami berlabuh di Pulau Tabuhan, sementara
hujan masih tak jua berhenti.
Terlihat beberapa warung tenda di pantai Pulau Tabuuhan yang juga tak berpenghuni ini. Kami lalu memesan
kopi, pisang goreng dan mie rebus dengan telor. Sekelompok anak muda asal
Surabaya yang saling bercanda satu sama lain membuat suasana terasa ramai. Dari
sini kami kembali ke Banyuwangi dan sampai sekitar jam 16:40 di Hotel. Sebelum
mandi, saya dan keluarga menyempatkan diri berenang sambil membersihkan sisa
air laut dan pasir saat mengunjungi Pulau Menjangan dan Pulau Tabuhan.
Lanjut ke link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2018/01/jalan-jalan-ke-banyuwangi-part-4-dari-8.html
Lanjut ke link berikutnya http://hipohan.blogspot.com/2018/01/jalan-jalan-ke-banyuwangi-part-4-dari-8.html
No comments:
Post a Comment