Menyaksikan film besutan Mel Gibson ini membuat kita seperti dilontarkan kembali ke masa lalu, juga sekaligus mengingatkan saya akan komik Garth episode "The Mask of Atacama" karangan Steve Dowling dan Frank Bellamy (sebagai ilustrator-nya). Dalam sudut pandang Mel Gibson dalam film ini, kebudayaan Maya menjadi kebudayaan yang bengis dan membangun kejayaan dengan korban2 manusia dari suku2 lain yang dipersembahkan pada Sang Dewa.
Suku demi suku dijarah, dibunuh dan diculik untuk memenuhi dahaga dan kehausan akan tumpahnya darah mereka di altar persembahan. Cerita bermula dari dijarahnya suku seorang pemburu cinta damai bernama "Jaguar Paw" yaitu suku yang memilih menjadi kaum yang bersahabat dengan alam, meski terkesan muncul sebagai suku tertinggal (peradaban-nya) di banding suku Maya sebagai suku agresor dan berkebudayaan jauh lebih maju.
Saat itulah, setelah menyaksikan bagaimana ayah-nya dibunuh secara kejam, "Jaguar Paw" memutuskan untuk melarikan diri dan berusaha menyelamatkan anak dan istrinya (dalam keadaan hamil) yang sembunyi sekaligus terjebak dalam sumur alam. Sepanjang Film bercerita bagaimana perjuangan hebat "Jaguar Paw" berusaha melarikan diri, dan dijadikan sebagai buruan didalam hutan tropis yang sangat lebat. Jebakan kayu paku, sumpit dengan bisa katak beracun, tombak dan pisau batu, juga tak lupa dimunculkan sebagai kebudayaan para pemburu di hutan tropis. Begitu juga suasana hutan tropis seperti pohon2 besar, air terjun, lumpur hisap, macan kumbang dll.
Kolaborasi antara Mel Gibson, Farhad Safinia (screen writer) dan Richard D. Hansen (peneliti kebudayan Maya) ini bagi saya merupakan kolaborasi yang sukses. Meski terkesan agak sadis (sebagaimana film Mel Gibson yang lain, Braveheart) dan bukan benar2 menampilkan seuatu yang baru, film ini tetap layak tonton. Salah satu yang mengagumkan dalam film ini ada penggunaan wajah2 baru dan asing serta berkesan sangat sesuai dengan suasana yang mau ditampilkan dan dibangun. Secara fotografi juga, adanya tokoh kelas academy award seperti Dean Semler, sudah merupakan jaminan tersendiri.
Suku demi suku dijarah, dibunuh dan diculik untuk memenuhi dahaga dan kehausan akan tumpahnya darah mereka di altar persembahan. Cerita bermula dari dijarahnya suku seorang pemburu cinta damai bernama "Jaguar Paw" yaitu suku yang memilih menjadi kaum yang bersahabat dengan alam, meski terkesan muncul sebagai suku tertinggal (peradaban-nya) di banding suku Maya sebagai suku agresor dan berkebudayaan jauh lebih maju.
Saat itulah, setelah menyaksikan bagaimana ayah-nya dibunuh secara kejam, "Jaguar Paw" memutuskan untuk melarikan diri dan berusaha menyelamatkan anak dan istrinya (dalam keadaan hamil) yang sembunyi sekaligus terjebak dalam sumur alam. Sepanjang Film bercerita bagaimana perjuangan hebat "Jaguar Paw" berusaha melarikan diri, dan dijadikan sebagai buruan didalam hutan tropis yang sangat lebat. Jebakan kayu paku, sumpit dengan bisa katak beracun, tombak dan pisau batu, juga tak lupa dimunculkan sebagai kebudayaan para pemburu di hutan tropis. Begitu juga suasana hutan tropis seperti pohon2 besar, air terjun, lumpur hisap, macan kumbang dll.
Kolaborasi antara Mel Gibson, Farhad Safinia (screen writer) dan Richard D. Hansen (peneliti kebudayan Maya) ini bagi saya merupakan kolaborasi yang sukses. Meski terkesan agak sadis (sebagaimana film Mel Gibson yang lain, Braveheart) dan bukan benar2 menampilkan seuatu yang baru, film ini tetap layak tonton. Salah satu yang mengagumkan dalam film ini ada penggunaan wajah2 baru dan asing serta berkesan sangat sesuai dengan suasana yang mau ditampilkan dan dibangun. Secara fotografi juga, adanya tokoh kelas academy award seperti Dean Semler, sudah merupakan jaminan tersendiri.
No comments:
Post a Comment