Saya penikmat musik sejak kecil, tentu saja bagi saya musik adalah sesuatu yang menyenangkan. Namun film ini bukan bercerita dari sudut pandang penikmat musik, ini lebih ke sudut pandang pekerja musik. Jadi film ini justru bercerita bagaimana musik terkadang menjadi hal yang sangat "menekan" dan bahkan bisa membuat seseorang "depresi" atau bahkan mengakhiri hidup (sebagaimana korban yang dikisahkan bernama Sean Casey). Analogi yang pas bagi film ini layaknya,bukan saat menikmati makanan enak di sebuah restoran bersuasana nyaman, namun susasana yang terjadi di dapur dan justru bisa jadi kebalikan-nya.
Dibuat tahun 2014, berdasarkan pengalaman Damien sendiri saat di Princenton High School Studio Band. Kita perlu memberikan apresiasi khusus bagi J.K. Simmons yang memerankan instruktur dengan sangat gemilang sekaligus mengingatkan saya akan sosok guru kejam dalam film The Wall nya Alan Parker. Bagi penggemar film superhero, bayangkan wajah Simmons, berikan kumis, lalu rambut, dan lalu menjelmalah beliau menjadi Jonah Jameson alias bos-nya Spiderman. Peran yang juga dimainkan Simmons dengan sangat baik, namun belum dapat memberikan penghargaan yang layak padanya.
Dalam film yang rilis di 2014 ini, Miles Teller sebagai murid, bermain cukup baik meski masih dibawah Simmons, untung saja pemeran ayah Teller alias Paul Reiser bermain cukup baik dan menghidupkan suasana. Berbeda dengan kebanyakan film Hollywood meski Teller memiliki kisah asmara, untungnya kisah asmara antara Teller dengan Melissa Benoist tidak dieksploitir secara berlebihan.
Judul Whiplash sendiri merupakan sebuah lagu yang dalam film ini memiliki tekstur kompleks dan menjadi tantangan bagi peran Miles Teller untuk dapat menguasainya dengan sempurna. Bagi saya Whiplash sebenarnya lebih mengingatkan saya akan track legendaris Metallica.
Dengan fotografi yang cemerlang meski bernuansa muram, pada Academy Awards ke 87, Whiplash memenangkan Best Film Editing, Best Sound Mixing, and Best Supporting Actor for Simmons, sekaligus di nominasikan untuk Best Adapted Screenplay dan Best Picture.
Ceritanya bermula dari Andrew Neiman (diperankan Miles Teller) dalam tahun tahun pertama sebagai pelajar jazz di Shaffer Conservatory, yang dikisahkan memiliki kelas khusus diantara penikmat jazz di New York. Bermain drum sejak muda dan menggemari Buddy Rich. Dipilih sebagai drummer cadangan oleh Terence Fletcher (diperankan J. K. Simmons). Meski pada mulanya bangga, Neiman mulai merasakan tekanan demi tekanan dari Fletcher. Namun situasi semakin memburuk manakalan Fletcher mulai melakukan hal-hal tidak wajar dan meningkat ketegangan saat band harus berlatih. Bagi Fletcher melempar kursi ke arah murid atau menampar murid adalah bagian dari proses latihan.
Puncak ketegangan mulai meningkat saat Neiman harus berlatih dengan jari-jari berdarah, dan lalu terlambat datang ke konser karena ban bis yang dia kendarai kempes. Penderitaan Neiman masih berlanjut dengan ketinggalan stick, terlibat kecelakaan dan datang ke konser dengan wajah berlumuran darah, dan lalu meledak menjadi puncak konflik Neiman dan Fletcher.
Tak sanggup menahan tekanan yang besar, dan nasib Sean Casey yang tragis, Neiman akhirnya dengan dukungan orang tua dan pengacara mereka, berhasil "menggusur" Fletcher dari Shaffer. Namun salah jika mengira bahwa ini merupakan puncak dari film ini, karena jebakan konser terakhir dengan Fletcher lah yang menutup film ini dengan gemilang sekaligus nyaris menjadi bagian yang tak terduga. Namun rasanya tidak pas jika saya bahas dalam review ini, akan lebih baik pembaca dapat menikmati langsung dengan menonton filmnya.
Tidak aneh melihat peran Fletcher yang begitu menekan mengingat instruksi Chazelle pada J. K. Simmons sebagaimana berikut "I don't want to see a human being on-screen anymore. I want to see a monster, a gargoyle, an animal." Bagi saya Whiplash meski bukan film yang menyenangkan (namun menegangkan), akan menjadi salah satu film musik yang akan dikenang layaknya Sound of Music, The Wall, dan tentu saja School of Rock.
* Karakter Fletcher ini juga mengingatkan saya akan salah satu mantan atasan :)
Pertama kali mendengar Big Big Train (Selanjutnya kita sebut BBT) , saya langsung teringat super group aliran progressive yakni Genesis dan juga Marillion, nada-nada yang melodius, dengan suara vokalis yang berada di antara Peter Gabriel - Genesis , Phil Collins - Genesis dan Fish – Marillion. Tak ketinggalan track yang panjang mengalun penuh variasi yang dirangkai dalam 58:50 menit keindahan sekaligus kemuraman. Kadang diiringi koor-koor pendek dengan petikan gitar ala Hackett atau Rothery alias bening, mengalun panjang nyaris tanpa distorsi.
Saat saya setel dalam perjalanan subuh menuju Jakarta, anak saya Si Sulung langsung menebak Fish ya ?. Wajar sih karena memang di beberapa track mirip sekali dengan Fish - Marillion. Band baru ? sebenarnya sih tidak, meski saya memang baru mendengar di 2014 akhir ini, ternyata BBT sudah merilis delapan album. Album English Electric Part One sendiri ini dirilis tahun 2012, dan dilanjutkan dengan English Electric Part Two selang setahun kemudian.
Siapa di balik BBT ?, nama yang paling populer tentu saja Nick d'Virgilio, salah satu nama yang baru-baru ini muncul dalam salah satu media luar sebagai salah satu dari sepuluh drummer rock terbaik, bersama sama dengan Mike Portnoy - Dream Theater dan Mike Mangini - Dream Theater. Bagi yang tak asing dengan nama Nick d'Virgilio wajar saja karena dia memang pernah menjadi salah satu pilar Spock's Beard.
Jika Longdon mirip dengan Gabriel, maka fill-in dengan snare drum yang dominan ala d'Virgilio mirip sekali dengan pukulan Collins, lengkap sudah kangen-kangenan dengan style Genesis. Bagi yang masih belum jelas, kebetulan sekali d'Virgilio memang pernah mengisi album Calling All Stations nya Genesis yang dianggap sebagai album gagal yang juga merupakan karya terakhir Genesis. Mari kita mulai menganalisa track per track, dengan penilaian maksimal ***** sebagai berikut;
Track #1 "The First Rebreather" - 8:30 (****)
Setelah flute di menit 3.28 yang mengingatkan kita akan Gabriel, David Longdon sang vokalis unjuk skill dengan vokal berbau jazz di menit 4:22. Unik karena tidak hanya memiliki karakter vokal layaknya Gabriel, Longdon bahkan juga mampu meniup flute dengan lembut seperti yang dilakukan Gabriel di track legendaris Firth of Fifth.
Track #2 "Uncle Jack" - 3:44 (***)
Ini track terpendek dan diisi vokal yang dominan dengan musik riang yang dipercayakan pada banjo Dave Gregory. Saat vokal selesai, Longdon kembali mengisi bagian ini dengan suara flute indah lalu lanjut ke solo gitar cantik sekitar 7 detik. Lalu giliran Violet Adams dan Verity Joe mengisi suara latar dengan kompak.
Track #3 "Winchester from St Giles' Hill" - 7:16 (****)
Dibuka dengan suara flute dengan nada muram, lalu Longdon bernyanyi dengan gaya lambat, benar-benar sangat Genesis, dan lalu makin menyayat, lalu kembali flute dan gitar akustik, yang mengingatkan saya akan Bay of Kings-nya Steve Hackett. Piano cukup dominan di lagu ini, namun tak jelas siapa yang sebenarnya memainkan, karena Longdon pun ternyata memiliki kemampuan selain Spawton yang juga merangkap sebagai pemain bass.
Track #4 "Judas Unrepentant" - 7:17 (*****)
Track ini awalnya berirama riang dengan perubahan beat yang dinamis, namun mulai 3.24 kembali mengalun flute lembut Longdon, suasana Genesis benar-benar kental sekali disini, lalu irama mulai menyayat di 4.40, dan lalu solo keyboard dengan sound ala hammond, dan lalu setelah solo gitar menyayat ala Steve Rothery – Marillion yang mengalun sahdu, salah satu track terbaik ini berakhir dengan cantik dan megah.
Track #5 "Summoned by Bells" - 9:17 (*****)
Tak kalah syahdunya dengan track sebelumnya, setelah dentingan lirih piano kita ditarik ke alunan nada-nada muram. Longdon memainkan nada falsetto dengan lirih dan benar-benar memainkan emosi, lalu sejak menit 2, irama mendadak berubah, dan dengan koor-koor syahdu Longdon dan kawan-kawan lagi-lagi membetot sukma pendengar. Di menit ke 5, Longdon meledak dan meraung mengingatkan saya akan track ajaib Musical Box saat Genesis di era Peter Gabriel. Di 5:30 terdengar piano dengan gaya jazz yang kental, dengan latar teriakan Longdon, dan lalu solo gitar indah dengan nada bening. Di 6:45 saya serasa mendengar big band dengan berbagai alat tiup, dengan nuansa After Crying yang mirip latar film2 era 1930 an. Disini Nick d’Virgilio tidak mau kalah dan memamerkan fill in ala drummer kidal Phil Collins, dengan permainan snare yang dominan.
Track #6 "Upton Heath" - 5:39 (***)
Track manis yang memberi kita kesempatan istirahat setelah dihajar musik kelam di track-track sebelumnya. Solo dengan sound keyboard mengingatkan saya akan track lembut From The Beginning nya ELP (Emerson Lake and Palmer) lalu pelan pelan track ini selesai setelah sempat dihiasi lagi-lagi solo flutenya Longdon.
Track #7 "A Boy in Darkness" - 8:03 (***)
Track ini layak menyandang gelar paling kelam dari semua track di album BBT ini, lalu irama mendadak cepat di 3:25, dengan diiringi nada-nada biola yang mengingatkan saya akan Robbie Steinhardt – Kansas yang dimainkan Rachel Hall dan Sue Bowran, dan seperti biasa dilanjutkan dengan solo flute Longdon yang kali ini dimainkan dengan gaya Ian Anderson – Jehtro Tull, dengan nada-nada menghentak dan tiupan kasar nan ekspresif, dan lalu irama kembali melambat dan kembali solo violin menyayat-nyayat sukma pendengar. Vokal Longdon disini paling mendekati Peter Gabriel khususnya menjelang akhir lagu.
Track #8 "Hedgerow" - 8:57 (****)
Track ini menutup album indah ini dengan sound gitar unik sepintas mengingatkan saya akan sound gitar aneh track legendaris Follow You Follow Me nya Genesis. Di bagian tengah back sound suara anjing mengingatkan saya akan track Dogs nya Pink Floyd dari album Animal. Dan lalu solo violin yang panjang dan indah, dan diakhiri dengan koor cantik yang mengiringi suara Longdon.
Demikian lah review saya terhadap album BBT ini, dan tentu saja sangat sangat saya rekomendasikan bagi fans super group 1970 dan 1980 an khususnya Genesis dan Marillion (meski juga harus diakui ada nuansa Pink Floyd, Kansas, Jethro Tull secara samar dalam album ini). Karya serius yang didukung 18 additional guest dan lebih dari 20 instrumen musik ini bagi saya sama sekali bukan karya sembarangan, dan secara keseluruhan album ini layak mendapatkan bintang ****, dan menjadi penawar rindu yang pas bagi progressive di era awal. Namun artwork BBT yang digarap Matt Sefton bisa dianggap menyedihkan, dan tidak terlihat sebagai mana umumnya album progressive, yang justru sering-sering sangat serius di bagian ini, misalnya seperti artwork Tool album 10.000 days yang sangat fenomenal.