Saturday, February 15, 2014

Rumah Masa Depan Part #2 of 3 : Tausiyah Ustadz Budi Prayitno


Senang sekali rasanya bertemu dengan beliau, masih seperti dulu, sederhana, senantiasa hemat dalam berkata-kata, namun sejuk didengar hati dan telinga. Mengawali tausiyah, Ustadz Budi langsung menanyakan beda pemakaman dan pemukiman. Pemukiman senantiasa ramai dengan aktifitas, kita senantiasa bersemangat mengunjunginya sejak dalam proses pembangunan, mulai dari warna keramik yang digunakan, serasi tidaknya cat tembok, model kloset, dan selalu ada keinginan untuk segera tinggal didalamnya. Namun sebaliknya dengan pemakaman, tidak semua orang ingin menyiapkannya, apalagi segera mencobanya. Rasanya aneh membayangkan orang berjalan jalan ke makam dan berusaha membeli tipe sudut misalnya agar mendapatkan lokasi yang strategis.

Kehidupan seharusnya selalu menjadi hal yang kita syukuri, bahkan seandainya kita mengucapkan terimakasih atas setiap denyut jantung yang kita miliki, kita tidak akan kuasa menyebutkannya. Karena jantung dalam sehari semalam berdenyut lebih dari 100.000 kali. Namun bersyukur atau tidak kita tetap akan menemui mati. Jutaan tahun yang lalu, mungkin ribuan milyar mahluk hidup yang pernah muncul di bumi ini, dan kini ada sekitar 6 sd 7 milyar manusia di dunia, dan sebagai mana ribuan milyar yang telah mati, maka 7 milyar ini akan menemui ajal yang sama.

Ustadz Budi mengingatkan sebuah cerita sufi mengenai seorang tamu Nabi Sulaiman yang merasa tidak nyaman dengan kedatangan sosok seram yang selalu memandanginya namun tidak melakukan apa-apa. Merasa tidak nyaman tamu Nabi memohon Nabi Sulaiman untuk membantunya menyingkir dari sosok seram tersebut. Dengan izin Allah, maka Nabi Sulaiman memindahkan tamu tersebut jauh ke India. Melihat sosok tamu tersebut menghilang, sosok seram bertanya

Sosok Seram : "Kemana tamumu tadi wahai Nabi Sulaiman ?"
Nabi Sulaiman : "Kupindahkan dia ke India, siapa kamu dan kenapa kamu membuat takut tamuku ?",
Sosok Seram : "Sesungguhnya aku malaikat pencabut nyawa yang diutus untuk mencabut nyawa tamumu tadi".

Nabi Sulaiman : "Kalau begitu kenapa tidak kau lakukan ?".
Sosok Seram : "Aku diperintahkan untuk mencabut nyawanya di India, itu sebabnya aku hanya memandanginya tadi".


Namun apakah selalu kematian membawa kesedihan ? Ustadz Budi bercerita tentang seseorang yang bernama "M" dimana beliau bekerja di sebuah perusahaan Telekomunikasi ternama. Suatu saat beliau bertemu seorang gadis bernama "A", dan akhirnya jatuh cinta. Karena "A" beragama berbeda, maka "M" emutuskan pindah agama sebagai seorang murtad, dan lalu ikut dan  bahkan sangat aktif dalam lokasi Ibadah mereka di Suryalaya, Bandung bersama istrinya "A". Tahun demi tahun berlalu mereka dikarunia tiga orang anak, dengan si bungsu bernama "R" yang sangat mereka sayangi. "R" memiliki karakter penyayang dan sering sekali meminta ibunya menyiapkan berbagai penganan yang sering dia bagi-bagi pada kaum duafa di sepanjang jalan. Dia juga menganggap pembantu yang bekerja di rumah mereka sebagai bibi-nya sendiri dan seringkali bercerita bahwa betapa dia ingin membelikan "bibi" nya rumah dan kendaraan. Namun saat berusia delapan tahun "R" menderita demam yang sangat tinggi. "M" menemani si bungsu setiap malam di saat2 kritis, ketika akhirnya ajal menjelang, "R" dalam keadaan panas tinggi meminta ayahnya membimbingnya mengucapkan syahadat. "R" juga menyatakan keinginannya untuk bertemu kembali dengan "M" di tempat terindah di surga.

Terkejut dengan permintaan sang anak, maka "M" memakamkan "R" secara islam, meski mendapatkan tentangan keras dari komunitas Suryalaya. "A" yang tidak dapat menerima kematian si Bungsu lalu menderita depresi yang parah dan sempat kehilangan kepercayaan pada Tuhan , sehingga suatu hari dia mendengar bisikan bahwa semua jawaban dari peristiwa yang dia alami bisa dia temukan di Surat Yunus. Bertanya pada rekan2 nya yang beragama islam, ternyata masih tidak mendapatkan jawaban, dan akhirnya "A" meminjam Quran dan mencoba membacanya sendiri. Dalam surat Yunus dia menemukan jawaban bahwa azal tidak bisa dipercepat dan juga tidak bisa ditunda, dan Allah lah yang menentukan siapa yang berhak tinggal di tempat terbaik di dalam surga. Akhirnya "A" mengucapkan syahadat dan menemukan kedamaian dalam islam, tak lama kemudian "M" juga menyusul dan meski kedua kakak dan abang "R" diberi kebebasan untuk memilih, mereka juga akhirnya mengucapkan syahadat.



Lalu mereka bertanya pada sang "bibi" apakah "R" pernah berjanji akan membelikan rumah dan kendaraan ? wanita baik itu mengatakan tidak, namun "R" pernah mengatakan ingin memberikan hadiah naik haji bagi sang "bibi". Maka untuk mewujudkan janji "R", suami istri tersebut mengumpulkan semua uang duka yang pernah mereka terima, dan maha suci Allah, jumlah-nya ternyata sama persis dengan biaya haji lengkap dengan dengan semua kebutuhan selama pelaksanaan di tanah suci.

Tahun demi tahun berlalu, akhirnya kini giliran kakak wanita "R" yang sudah menyelesaikan pendidikan dan bekerja sebagai dokter yang harus kembali menghadap Yang Maha Kuasa.  Namun "A" yang kini lebih tegar dapat menerimanya dan malah berdoa untuk diberikan kembali seorang anak pengganti anak-anak-nya yang sudah "pergi", meski semua orang menyangsikan hal itu dapat terjadi karena usianya yang sudah menjelang pertengahan. Namun keajaiban tiba, "A" dan "M" diberikan Allah karunia seorang anak perempuan. Ustadz Budi kembali mengingatkan, bahwa kisah nyata  dari jamaah yang dia bombing saat ibadah di Mekkah dan Madinah ini salah satu bukti yang menunjukkan tidak setiap kematian berarti kesedihan, karena "kembali"nya "R" si bungsu justru membantu keluarga mereka menemukan "jalan yang lurus".

Link berikutnya http://hipohan.blogspot.co.id/2014/02/rumah-masa-depan-3-of-3-tausiyah-ustadz_15.html

No comments: