Monday, October 03, 2016

Dear Kitty - Anne Frank


Aku ingin tetap hidup setelah kematianku!
Anne Frank

Saat aku masih SD, Ayah memiliki sebuah buku berbahasa Inggris dengan judul The Diary of Anne Frank, lalu ayah memberikan pengantar singkat padaku, mengenai buku tersebut. Salah satu yang membuat aku terkesan adalah cover nya yang menggambarkan sesosok gadis berwajah pucat. Lalu di dalam buku ini ada beberapa foto ruangan-ruangan hitam putih yang terlihat suram dengan pintu rahasia tersamar yang lebih mirip rak buku berukuran besar. Sayang, karena tidak mengerti Bahasa Inggris, aku hanya bisa mengira-ngira isinya, meski sangat penasaran.

Bertahun tahun kemudian aku membaca Elie Wiesel degan judul Night, aku teringat kembali dengan buku Anne Frank si gadis kecil kelahiran Frankfurt. Dan beberapa bulan lalu aku menemukan edisi terlengkap, karena sesungguhnya ada beberapa versi dari catatan tersebut, seperti Versi A, Versi B, Versi C, dll. Dengan cepat langsung aku sambar untuk dibaca kemudian. Lantas tibalah kesempatan tersebut, saat tugas keluar kota Anne Frank ku bawa serta  untuk dieksplorasi dalam perjalanan.



Sejujurnya buku ini ditulis dengan gaya yang sangat feminin, berputar-putar tentang perasaan, banyak memuat detail penting yang mungkin tidak begitu cocok dengan pembaca pria. Sepintas mirip seperti gaya NH Dini seperti pada roman Pada Sebuah Kapal.

Intinya adalah mengenai tahun-tahun dimana Partai Nazi semakin agresif, dan Otto Frank ayah Anne memutuskan untuk migrasi ke Amsterdam, Belanda. Saat di Jerman, Yahudi diperlakukan sebagai warga kelas dua, dilarang menonton, dibatasi untuk pergi hanya pada tempat-tempat tertentu saja dan mengalami banyak diskriminasi. Ironisnya seakan tidak belajar dari masa lalu yang pahit, apa yang dilakukan Nazi pada Yahudi, persis seperti apa yang dilakukan Israel saat ini terhadap Palestina dari tertindas menjadi penindas.

Namun meski sudah ke Amsterdam, Nazi justru bertambah kuat dan akhirnya menyasar Belanda, disusul berbagai penculikan, kerja paksa dan pembunuhan Bangsa Yahudi. Otto yang kuatir dengan keselamatan keluarganya di Amsterdam, lantas menyiapkan tempat persembunyian di Kantor, dengan pintu dan ruangan khusus dengan keluarga Yahudi lainnya
Selama 25 bulan  ke delapan orang Yahudi tersebut termasuk Ayah, dan Ibu Anne serta kakak perempuannya Margot, harus bertahan dengan air, makanan seadanya dan mengharapkan bantuan para tetangga yang bersedia membantu mengirim bahan makanan. Selama itu pula mereka berdelapan harus menolerir  berbagai konflik diantara mereka dan tetap menjaga agar persembunyian mereka tetap aman.

Mereka harus berhadapan dengan dingin, lapar, ketakutan akan patroli, polisi atau penjahat yang kadang datang, bahkan sempai merusak bangunan.  Tergambarkan juga kisah “cinta monyet” antara Anna dan Peter, yang digambarkan dengan halus dan penuh kepolosan.
Satu-satunya yang secara konsisten menulis catatan harian pada sebuah buku bernama “Kitty” adalah Anne Frank, sementara yang lain ada yang belajar Bahasa Prancis dan berbagai kegiatan lainnya dalam membunuh kebosanan. Anne Frank juga cerita tentang betapa bahagianya jika saja ia bisa membuka jendela, merasakan angin segar bertiup dan mendengar cicitan burung yang tidak mungkin dia rasakan selama 25 bulan.


Sejujurnya buku ini agak membosankan, untung saya tetap berusaha meneruskan membacanya sampai halaman terakhir. Mirip dengan One Flew Over The Cuckoo’s Nest karya Ken Kesey yang sangat memesona di halaman-halaman akhir, kehidupan dengan akhir tragis dari kedelapan orang inilah yang akhirnya membuat buku ini layak diapresiasi. 

No comments: