Di sekitar waktu itu pula, Ayah di usulkan oleh untuk menjadi Ketua DPRD Lamongan secara aklamasi dan berpeluang besar untuk menjadi bupati. Menurut cerita Ibu, pada saat itu, Ayah di tengah luapan massa digendong di pundak para pendukung fanatik-nya dalam salah satu acara. Massa berteriak dengan disertai yel2 ... Pohan ..! Pohan …!
Karena penasaran, pernah suatu waktu aku tanya, Pa.. kenapa mereka bisa komunikatif dengan papa .. ? kok mereka ngerti .. ? Papa ngomong apa saja .. ? Ini aku tanyakan, karena aku tahu persis bakat ayah dalam bidang bahasa (kecuali tata Bahasa Indonesia), adalah minimalis. Mungkin selain ’ojo’ ’ora’ dan ’ngono’ , hanya beberapa kata ganti dan kata sambung bahasa Jawa yang difahami Ayahku.
Sambil tersenyum, ayah kemudian menuturkan, bahwa ternyata, dalam simpatisan alias team pendukung ayah tersebut, terdapat seorang orator daerah ulung.
Nah, sang orator ulung inilah yang dengan fasih ngomong dengan bahasa daerah Jawa langsung ke tengah – tengah masyarakat. Sang orator kemudian berpidato panjang lebar, tentang berbagai soal2 kemasyarakatan dengan fasihnya. Di beberapa sela dan jeda kalimat, beliau akan melirik, menunjuk, mengangguk atau memberikan berbagai isyarat bahasa tubuh lainnya kepada ayah meminta dukungan dan ’approval’ atas statement-nya yang tentu saja spontan dibalas ayah dengan gerakan dan semangat yang sama.
Dan akhirnya, di tengah2 sorak sorai dan di ujung orasinya yang membahana dan sambutan massa yang menggila, kemudian sang orator daerah mempersilahkan Ayah tampil ke depan untuk memberikan jurus pamungkas, mengamini dan menerima applause akhir.
Untuk kemampuan manajerial dan integritas, tentunya team pendukung ayah pun menyadari kemampuan Ayahku, Itulah sebabnya mereka tidak ragu mendukung beliau. Namun team pendukung ayah tentu pun tahu bahwa Ayah memerlukan penterjemah untuk dapat mengkomunikasikan ide dan sikapnya itu ke khalayak banyak.
No comments:
Post a Comment