Sepak terjang dan ruang lingkup Ayah saat di Babat, Kabupaten Lamongan ternyata diperhatikan oleh aktivis PNI setempat. Suatu waktu Ayah diajak ke Surabaya oleh seorang temannya untuk makan2 enak. Ayah yang memang suka makan enak spontan menyambut ajakan ini. Namun ternyata itu merupakan acara PNI yang sedang menyusun organisasi sampai ke tingkat kabupaten. Setelah duduk santai sehabis makan2, Ayah kaget mendengar dirinya dicalonkan oleh PNI sebagai Ketua Ranting Kabupaten Lamongan. Situasi selanjutnya kemudian berubah, PNI pecah menjadi dua yaitu PNI Osa - Usep dan PNI Ali - Surahman, dimana PNI Ali - Surahman diduga disusupi PKI.
Ayah kemudian memutuskan untuk bergabung dengan PNI Osa - Usep. Saat pemberontakan G30S, PNI Ali - Surahman babak belur. Setelah upaya pemberontakan yang gagal tersebut, dari berkas – berkas yang ditemukan di kantor PKI tersebut, ternyata ketahuan bahwa nama ayah - yang saat itu bertubuh tambun dengan kumis melintang dan sempat dijuluki Ka-Bir (Kapitalis – Birokratis) oleh partai afiliasi PKI tersebut – ternyata telah masuk les item (alias black list) sebagai urutan 13 daftar sasaran yang akan dibunuh oleh PKI.
Kalau dianalisis dan direnungkan, memang dalam suatu organisasi selalu tercampur antara kepentingan pribadi dan kepentingan kelompok. Terkadang dalam situasi hiruk pikuk seperti itu, kepentingan pribadi bisa pula bermain. Misalnya, seseorang yang ingin menyingkirkan saingan bisnis atau saingannya dalam kedudukan di pemerintahan, atau bahkan saingan dalam asmara bisa saja memberikan informasi palsu, bahwa pesaingnya itu ternyata adalah pendukung atau pengikut partai tertentu, dan kerenanya perlu ’dihabisi’. Dalam suasana ’chaos’, tentunya crosscheck tidak selalu bisa dilakukan. Minimnya informasi dan komunikasi dan perlunya bertindak cepat, membuat sebagian komando lapangan bertindak dengan prinsip ’shoot first, then ask’ (’tembak dulu , tanya belakangan’).
No comments:
Post a Comment