Tuesday, May 12, 2015

Prasangka Baik

Salah seorang mantan atasan saya selalu curiga pada semua hal, bahkan beliau mengatakan prasangka negatif merupakan bagian dari dirinya. Beliau yang pernah kecewa dan merasakan sakitnya "dikhianati" menganggap prasangka negatif lebih baik dibanding prasangka positif. Namun cerita kiriman teman ini menunjukkan hal yang sebaliknya jika kita ingin menjalani hidup dengan cara yang lebih tenang. 

--- awal cerita 

Beberapa bulan yg lalu di meja pemesanan kamar hotel Memphis, saya melihat  suatu kejadian yg menarik sekali, bagaimana seseorang menghadapi orang  yg  penuh emosi. 

Saat itu pukul 17:00 lebih sedikit, dan hotel sibuk mendaftar tamu- tamu baru. Orang di depan saya memberikan namanya kepada pegawai di belakang meja dengan nada memerintah. Pegawai tsb berkata, "Ya, Tuan, kami sediakan satu kamar 'single' untuk Anda.” "Single," bentak orang itu, "Saya memesan double”.  Pegawai tsb berkata dg sopan, "Coba saya periksa sebentar." Ia menarik  Permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata, "Maaf, Tuan. Telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang sekali menempatkan Anda di kamar  double, kalau memang ada. Tetapi semua kamar double sudah penuh." 

Tamu yg berang itu berkata, "Saya tidak peduli apa bunyi kertas itu, saya  mau kamar double.” Kemudian ia mulai bersikap "anda-tau-siapa-saya," diikuti dengan "Saya akan  usahakan agar Anda dipecat. Anda lihat nanti. Saya akan buat Anda dipecat.” Di bawah serangan gencar, pegawai muda tsb menyela, "Tuan, kami menyesal sekali, tetapi kami bertindak berdasarkan instruksi Anda."  Akhirnya, sang tamu yg benar2 marah itu berkata, "Saya tidak akan mau tinggal di kamar yg terbagus di hotel ini sekarang, manajemennya benar2 buruk," dan ia pun keluar. 

Saya menghampiri meja penerimaan sambil berpikir si pegawai pasti marah setelah baru saja dimarahi habis2an. Sebaliknya, ia menyambut semua dengan salam yg ramah sekali "Selamat malam,Tuan."

Ketika ia mengerjakan pekerjaan rutin yg biasa dalam mengatur kamar untuk saya,  saya berkata kepadanya, "Saya mengagumi cara Anda mengendalikan diri tadi. Anda benar-benar sabar.”"Ya, Tuan," katanya, "Saya tidak dapat marah kepada orang seperti itu. Anda lihat, ia sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma korban pelampiasan kemarahannya. Orang yg malang tadi mungkin baru saja ribut dg istrinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu, atau barangkali ia merasa rendah diri, dan ini adalah peluang emasnya untuk melampiaskan kekesalannya.” 

Pegawai tadi menambahkan, "Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik. Kebanyakan orang begitu." Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang perkataannya,   "Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik, kebanyakan orang begitu." 

Ingat dua kalimat itu kalau ada orang yg menyatakan perang pada Anda. Jangan membalas. Cara untuk menang dalam situasi seperti ini adalah membiarkan orang tsb melepaskan amarahnya, dan kemudian lupakanlah   

--- akhir cerita.       

Hemm menarik bukan, menghadapi situasi sulit dengan tetap tenang, dan tidak membiarkan diri kita dikendalikan oleh emosi yang dipicu oleh prasangka buruk. Cerita diatas mengingatkan saya akan buku karangan Eiji Yoshikawa. Buku ini mengisahkan bagaimana tegangnya hidup seorang samurai bernama Takezo alias Miyamoto Musashi, sosoknya yang selalu curiga, menyebabkan ketegangan dalam hidupnya nyaris 24 jam. Setelah belajar upacara minum teh, melukis, mengapresiasi musik, Musashi akhirnya berhasil mengalahkan ketegangan dalam dirinya dan bertarung dengan Sasaki Kojiro dalam pertarungan klasik di Pulau Ganryu yang dikenang hingga kini. 

Berikut tulisan saya yang lain mengenai prasangka, silahkan dinikmati.  

http://hipohan.blogspot.com/2012/12/prasangka-buruk.html
http://hipohan.blogspot.com/2014/04/prasangka-buruk-part-2.html


  


No comments: