Monday, January 18, 2016

Kisah Dakwah Wali Songo - Gerdi WK


Saat seorang teman posting di Facebook mengenai karya Gerdi WK terbaru, saya langsung masukkan buku ini dalam wish list. Pucuk dicinta ulam tiba, tepat ketika saya ke Gramedia minggu lalu untuk membeli buku karya Pidi Baiq buat Si Bungsu eh ternyata karya Gerdi ini sudah tersedia. Cukup tebal ternyata, alias  480 halaman, lengkap mengenai Kisah Dakwah Wali Songo, mulai dari 


  • Maulana Malik Ibrahim, 
  • Sunan Ampel, adalah putra Maulana Malik Ibrahim
  • Sunan Giri, adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim sekaligus sepupu Sunan AMpel
  • Sunan Bonang, adalah putra Sunan Ampel
  • Sunan Dradjad, adalah putra Sunan Ampel
  • Sunan Kalijaga, adalah sahabat sekaligus murid Sunan Bonang
  • Sunan Kudus, adalah murid Sunan Kalijaga
  • Sunan Muria, adalah putra Sunan Kalijaga serta 
  • Sunan Gunung Jati, adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal. 

Para Sunan ini tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru mulai dari arsitektur, ilmu ketabiban, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan. Para wali ini jugalah yang menjadi tonggak berakhirnya peradaban Hindu-Buddha di Jawa.  




Gerdi komikus kelahiran 1953 ini juga mencoba meluruskan sejarah soal Fatahillah dan Sunan Gunung Jati adalah sosok yang berbeda. Sayang Gerdi tidak menjelaskan dokumen yang dijadikan rujukan, padahal karya ini sebaiknya menggunakan sumber-sumber yang jelas, karena memang bukan fiksi semata. 

Selain soal Fatahillah, sepertinya Gerdi juga mencoba memisahkan antara mitos dan realita, khususnya mengenai keajaiban atau karomah yang dimiliki para wali beserta semua senjata yang kadang terpaksa mereka gunakan dalam membela dirinya. Namun sepertinya memang susah untuk memberi benang merah dalam hal ini, mengingat cerita Wali Songo memang sudah dari sananya bercampur dengan keajaiban.

Cara menyebarkan ajaran para Wali Songo ini sendiri cukup unik, mereka dapat menyisipkannya dalam tembang seperti Tombo Ati, atau menyelipkan nasihat dalam penokohan Semar, dkk yang tidak ada dalam versi cerita India-nya, atau memasukkan Jimat Kalima Sada alias Kalimat Syahadat dalam cerita wayang, membangun Masjid dengan arsitektur campuran Hindu dan Islam, menikah dengan putri tokoh setempat dan lain-lain.

Komik ini juga mengingatkan saya akan kunjungan ke pulau Tidung beberapa tahun lalu,  yang ternyata penamaannya menurut Gerdi ada hubungan dengan Wali Songo, yakni menjadi tempat berlindung alias Tidung. Pulau ini digunakan oleh Fatahillah saat menjebak armada laut Portugis dan lalu menyerang mereka dari belakang. Namun soal penamaan ini sendiri memang ada versi lain yakni mengacu pada tempat pembuangan tetua Suku Tidung dari Utara Kalimantan.  

Dari sudut pandang komik, saya kehilangan sentuhan tajam ala Gerdi saat muda dulu, ada kesan kreator Gina ini terburu-buru dalam karya kali ini, sehingga gambar arsitektur Masjid yang seharusnya bisa dibuat lebih indah tidak bisa kita lihat, juga sepertinya kurangnya riset peta penyebaran masing-masing wali, kostum yang digunakan,  bentuk kapal yang digunakan atau silsilah para wali yang bisa membantu pembaca lebih memahami hubungan antar wali. Namun apapun terimakasih banyak bagi beliau, yang pada usia ini masih terus berkarya bagi khasanah komik Indonesia. 

No comments: