Wednesday, January 18, 2017

Awal Mula Perusahaan Bis ALS (Antar Lintas Sumatera)

Berikut ini cerita dari paman, yang sengaja ku abadikan dalam blog, agar menjadi catatan yang dapat dibaca dan menjadi pelajaran khususnya bagi keturunan tokoh-tokoh ini kelak.

Dahulukala di daerah Aek Tampang, Kota Padang Sidempuan, tepatnya  di sebelah kiri jika menuju daerah Mandailing,  berdiri sebuah bengkel mobil satu satunya, di daerah tersebut yang bernama Anas Atelier. Anas adalah kependekan dari Amran Nasution, sang pendiri bengkel yang juga keturunan seorang raja dari Kawasan Maga dan dahulu diangkat Belanda menjadi bagian dari birokrat kerajaan. Istilah bagi jabatan seperti ini dimasa itu dinamakan kuria (dari bahasa Yunani Churia).

Sebagai bangsawan, Amran Nasution memiliki keistimewaan dimasa itu untuk belajar ke Negeri Belanda dalam bidang teknik. Sekembalinya belajar dari Belanda beliau bekerja sebagai teknisi di perkebunan milik Belanda di Batang Toru (sekarang dikenal sebagai PTP III). Dengan gaji besar dalam mata uang gulden, maka Amran Nasution yang berkulit putih dan berperawakan relatif tinggi (sekitar 170 cm) akhirnya mampu memiliki sepeda motor besar Harley Davidson dan juga Java yang menjadi koleksinya ditahun 40 an. Dengan kacamata gelap sehingga leluasa memandang para gadis juga jaket kulit serta overcoat panjang maka lengkaplah gaya khas beliau dalam penampilan sehari-hari.

Terkait penampilan parlente ini, bahkan saat sudah berusia lanjut, beliau masih sempat minta dibelikan overcoat panjang ketika mengetahui paman akan berangkat ke Newcastle - Inggris ditahun 1985. Dimasa mudanya, Amran Nasution sedikit sulit menemukan pasangan karena selera dan status status sosialnya yang di atas rata-rata. Suatu hari datanglah seorang gadis bernama Salamah Lubis dari Roburan ke rumah orang tua Amran Nasution di Maga untuk membantu menumbuk padi. Sebenarnya tujuan orang tua Amran, adalah memperkenalkan Sang Gadis  dengan Amran namun tanpa diketahui Sang Gadis. Setelah mengamati Si Gadis dari ketinggian lewat jendela rumah orang tuanya yang berbentuk rumah panggung, ternyata Amran Nasution akhirnya jatuh hati pada gadis berkulit putih bersih ini.

Singkat cerita mereka pun menikah, dan setelah berhenti dari perusahaan perkebunan maka Amran Nasution muda pun membuka bengkel pertama di Tapanuli yang diberi nama Anas Atelier.  Keluarga ini pun menjadi kaya raya karena pelanggannya yang datang dari segala penjuru bahkan termasuk dari Medan dan bahkan Padang yang harus ditempuh belasan jam. Amran Nasution jelas sosok yang berkarakter "penemu", dimasa itu di rumahnya bahkan terdapat lemari pendingin, pemutar piringan hitam, mesin penggergajian kayu yang kemudian hari banyak terlihat di industri sawmill.




Saat bekerja dengan mesin ini lah, pernah terjadi kecelakaan karena mesinnya saat diperiksa tanpa sengaja dihidupkan seseorang dan nyaris membuat kepala Amran Nasution terbelah dua. Bekas luka ini secara permanen melintang dan menghias dibagian dahi Amran Nasution. Disamping koleksi motor gede, Amran Nasution juga memiliki mobil sedan mewah Plymouth buatan Amerika. Mobil ini amat berjasa saat Chairani Lubis, kakak paman sekaligus kakak ibu ku, meninggal dalam keadaan mengandung di Medan. Saat itu di tahun 1958 adalah awal perang saudara Permesta, dimana terjadi pengeboman pemancar radio RRI. Masa itu juga bagi paman, adalah momen kelahiran istri paman di Siantar, itu sebabnya nama bibiku diawali dengan Pristiwa yang berasal dari peristiwa dimaksud.

Saat kecil paman amat senang bila diajak nenek bertandang kerumah keluarga Amran Nasution. Apa yang membuat paman senanag ? disamping putri putrinya yang cantik, kecuali salah satu anaknya yang bernama Minah dan lahir dengan kebutuhan khusus, juga karena paman amat menyukai majalah majalah otomotif terbitan luar negeri dengan berbagai jenis mobil di masa itu yang semuanya terasa menarik bagi seorang pemuda cilik.

Amran Nasution juga suka berburu rusa, dan memiliki beberapa senapan laras panjang dan anjing khusus berburu dengan badan besar dan kuat. Kegiatan berburu ini sering dilakukan bersama suami dari kakak istrinya dan bernama Djapusuk Harahap. Abang iparnya ini seorang pendekar yang amat mahir ilmu silat, yang tentu amat berbeda dari Amran Nasution yang teknokrat.
Hobi Amran lainnya adalah menonton bioskop terutama film Barat semisal "Gone With The Wind". Saat itu di Kota Padang Sidempuan ada dua bioskop,  yang satu, bernama Tapanuli dan yang lainnya Angkola. Karena keistimewaannya sebagai pelanggan tetap, Amran Nasution memiliki kursi permanen di bagian balkon yang dinamai kelas "loge" yang dalam bahasa lokal disebut "lose". Artinya meski sedang tidak menonton, kursi itu tidak boleh digunakan orang lain.

Disamping mobil sedan,  Amran Nasution juga memiliki bus bermerek Dodge yang sering disebut mobil Kingkong, mobil ini kemudian hari dirampas Jepang untuk mengangkut serdadu, sehingga paman sekeluarga saat mengungsi terpaksa jalan kaki dan naik pedati. Sebelum kedatangan Jepang, mobil ini digunakan untuk melayani trayek ke Padang. 

Pengoperasian mobil ini akhirnya diserahkan pada adik ipar Amran, yakni Nuddin Lubis yang pernah tinggal dirumah kami, dimana lokasinya kebetulan tidak jauh dari bengkel yang sekaligus menjadi rumah Amran. Lelaki ini tinggal dirumah karena dia juga adik Ayah kami yang paling kecil, jadi istri Amran, kakek dan adik kakek memang saudara sekandung.

Dimasa itu sebutan untuk pengelola bis ini adalah "Toke" sementara pemungut bayaran disebut sebagai "Cincu". Saat itu pemeran cincu adalah Ali Sati Lubis yang berasal dari Kotanopan. Kedua Toke dan Cincu (Nuddin Lubis dan Ali Sati Lubis) ini akhirnya menjadi sahabat nan abadi dalam mengoperasikan cikal bakal ALS. Suatu saat sang Toke memanggil sang Cincu, dan menjelaskan bahwa telah tiba saat perpisahan bagi keduanya karena negara membutuhkannya untuk menjadi pegawai di pemerintahan di ibukota propinsi. Pendidikan Sang Toke yang lulus secara istimewa dan beberapa kali loncat kelas dari madrasah Purba Baru amat bermanfaat sebagai modal awal, disamping pengalamannya sebagai komandan tentara rakyat Hizbullah dan sebagai tokoh pioner NU yang membuat organisasi ini memimpin dan menyebar sempurna di Tapanuli Selatan.

Begitulah waktu, yang mempertemukan dan memisahkan kedua sahabat ini dalam nasib yang berbeda. Sang Cincu ini akhirnya dijebak seorang pengusaha etnis Batak, sehingga dipenjara sampai akhirnya namanya direhabilitasi oleh Presiden Soekarno dan atas desakan partai NU. Siapa tokoh partai NU yang mendesak Soekarno dan sempat menjadi anggota DPR sampai lebih dari 20 tahun bahkan meraih jabatan terakhir sebagai wakil ketua DPR/MPR RI ? ya ternyata Sang Toke. Sang Toke inilah yang juga merupakan tokoh yang menyuarakan pembubaran PKI dan dalam catatan sejarah sempat dinamakan petisi Nuddin Lubis sesuai nama asli Sang Toke.

Petisi inilah yang secara resmi menjadi dasar pembubaran PKI. Kembali ke kisah Ali Sati Lubis. Sang Cincu yang teramat sedih atas perpisahan dengan sahabatnya, ternyata selalu mengingat pesan Sang Toke. Pesan tersebut kira-kira berbunyi

"Adikku Sati, permintaanku jangan tinggalkan usaha transportasi ini, karena ini sangat diperlukan penduduk Mandailing bepergian ke dunia luar demi untuk kemajuan, dan ingat, ini adalah kebanggaan bagi Suku Mandailing".

Sejak perpisahan itu, sebenarnya Ali Sati Lubis juga sempat menjadi pegawai pemda saat era Gubernur Sutan Komala Pontas yang juga kerabatnya. Namun karena kesetiaannya terhadap sahabatnya dan kecintaannya terhadap Mandailing maka dia kembali ke Mandailing dan mendirikan perusahaan bus Antar lintas Sumatera yang disingkat ALS.

Saat ini armada ALS sudah terdiri dari ratusan bus Mercedes Benz. Bahkan konon kabarnya saking banyaknya melakukan pembelian bis, Presiden Mercedez Benz menyempatkan diri langsung dari Jerman menemui Sang Cincu yang tutur katanya tenang dan lembut ini secara langsung. Sang Cincu alias Ali Sati Lubis menyampaikan kisah ini pada paman, saat sama sama umrah di bulan ramadhan. Demi persahabatannya dengan Sang Toke, meskipun sudah udzur saat itu, beliau selalu menyempatkan diri membangunkan dan menemani paman untuk sahur baik di Mekkah maupun di Singapura saat transit. 

Sayang paman tidak lagi pernah jumpa sampai beliau berpulang tahun 2014, menyusul sahabatnya alias Sang Toke yang sudah kembali pada Sang Pencipta lebih dahulu pada tahun 2000. Bagi paman, Ali Sati Lubis adalah sosok yang mengesankan. Salah satu kata-kata beliau yang diingat paman adalah bagi beliau marga Lubis adalah takdir untuk menjadi ulama, pengajar ataupun profesi yang berhubungan dengan intelektual, namun bukan marga yang pas untuk menjadi pengusaha, meski beliau sendiri seorang pengusaha.

Nuddin Lubis dapat dilihat sejarah singkatnya di https://id.wikipedia.org/wiki/Nuddin_Lubis
Sejarah PO ALS versi wikipedia dapat dilihat di https://id.wikipedia.org/wiki/PO_ALS


3 comments:

Unknown said...

Program Cinta Yatim Solusi Zakat Indonesia sudah sampai ke Aceh.
Sedekah memang melipatkan gandakan rezeki. Apalagi untuk anak yatim

Klik : https://goo.gl/7A7T3P

Unknown said...

Alhamdulillah. Ikut bangga dengan pemilik PT ALS. Ternyata pribumi dan orang soleh.Insya Allah, Allah berkenan mengangkat derajat mereka ke tempat yang lebih tinggi karena telah memudahkan orang lain menuju ke suatu tempat yang mereka tuju. Aamiin.

Unknown said...

Als bus yang dri dalam dan luar ,luar biasa