Wednesday, January 23, 2019

Jalan-jalan ke Gunung Lembu Part #5 dari #5 : Mendaki Gunung Lembu


Sebelum tidur, istri yang terbiasa mandi setiap hari, terdengar menjerit karena menemukan cacing berkepala besar dan pipih sedang merayap di tembok. Saya bergegas masuk kamar mandi, dan menyiram cacing ajaib tersebut, entah kemana kaburnya yang jelas setelah terlepas dari dinding tak terlihat lagi. Istri khawatir masuk ke gentong air, namun saya tepis kemungkinan tersebut (padahal dalam hati saya ragu juga he he).

Malamnya kami tidur dengan diiringi suara-suara ajaib ala hutan, sementara dari balkon kayu terlihat Danau Jatiluhur beristirahat dibawah sinar bulan. Lamat lamat terdengar sekelompok pria sedang bercakap-cakap dikejauhan namun suaranya menggaung dan dipantulkan oleh bebatuan di lembah.  Tak ada tempat tidur disini, hanya digelar beberap kasur keras dan bantal kapas serta selimut tipis. Nyamuk meski tidak banyak namun cukup menganggu, sekitar jam 03:00 pagi saya mendadak terbangun dan tak bisa tidur lagi. 

Daripada nanti kebelet di gunung saat mendaki, saya putuskan menuntaskan hajat di kamar mandi. Sayang sekali belum lama menikmati cuitan di Twitter mendadak terdengar suara tokek keras sekali, namun tak terlihat dimana posisinya. Tak nyaman,  saya langsung meninggalkan kamar mandi, dan setelah Adzan Subuh terdengar kami langsung shalat lalu segera bersiap dan turun kebawah.  Siangnya teryata terlihat posisi tokek persis diatas kepala dan menyamping dibalik kayu atap, pantesan suaranya keras benar. Bukan hanya tokek, terlihat juga dua buah sarang tawon di dalam pondok. 

Kang Dadan menawarkan untuk mengantar kami dengan pickup, sekitar 13 menit menempuh jalan rusak dalam kegelapan, pickup putih pun sampai di pos pendakian jam 05:20. Kang Jeje langsung menggiring kami menuju titik awal pendakian yang ditandai gapura kecil. Kenapa kami memilih Gunung  Lembu, karena diantara ketiga gunung ini, Lembu lah yang paling landai. Namun kami tertipu landai disini, maksudnya kalau dibandingkan Bongkok dan Parang yang memang nyaris vertikal, namun secara derajat tetap saja mendekati 40 derajat. Pantas saja di beberapa artikel internet disebut “Gunung Lembu Yang Menipu”. 

Waduh.. sekitar 40 menit pertama, istri saja sudah sekitar 7x berhenti kehabisan napas, meski gunung kecil tapi tanjakannya konsisten curam. Sebaliknya, saya disekitar leher Gunung Lembu, sempat merasakan pandangan tiba-tiba gelap, setelah berhenti sekitar 5 menit dan minum dua tiga teguk Pucuk Harum, kami kembali melanjutkan perjalanan. Mau berhenti disini buat ambil napas juga tidak nyaman, karena pasukan nyamuk hutan langsung beraksi.  

Rutenya setelah pos pemberangkatan, adalah Lokasi Saung Ceria (yang biasa dijadikan sebagai lokasi camping), lalu Pos 1, Pos 2, melewati Petilasan Mbah Jongrang Kalapitung, lalu Petilasan Mbah Raden Suryakencana, Pos 3 dan Batu Lembu. Menurut Kang Jeje, petilasan ini sebenarnya bukan makam, namun konfigurasi batunya memang disusun layaknya makam. Suasananya agak bikin merinding, karena kedua petilasan tersebut memang berada dilokasi yang agak remang-remang. Ada 3 pos yang kami lewati, pos pertama kami capai sekitar jam 6. Ditandai dengan warung suami istri paruh baya dan seekor monyet peliharaan. Beberapa kali istri melihat cacing berkepala pipih di rute yang kami tempuh, sepertinya ini memang cacing khas daerah sini. 



Kang Jeje sosok yang menyenangkan dan sabar, lelaki berusia 50 tahun dan berputra 3 orang ini cerita dia lah yang memasang tangga besi di jalur Via Ferrata pertama di Gunung Parang dengan menggunakan bor khusus Bosch. Ketika salah satu pengusaha Uluwatu di Bali tertarik memasang jalur yang sama, beliau juga yang ke Bali untuk memasang. Namun karena kekerasan batuannya dinilai kurang, jalur Via Ferrata di Bali akhirnya tidak mendapatkan izin dari Wanadri.  Kang Jeje cerita saat ini ada 5 jalur Via Ferrata di Purwakarta, 4 jalur di Gunung Parang dan 1 jalur di Gunung Bongkok. Namun jalur Bongkok ini terlalu tinggi, sehingga tidak banyak peminatnya.





Setelah menikmati tempe goreng dan foto2 disekitar konstruksi bambu yang memungkinkan kami melihat landscape Gunung Parang dan Gunung Bongkok sekaligus, kami lanjut ke Pos kedua, jalannya tetap terjal namun vegetasinya hutan bambu kini berubah menjadi hutan biasa sampai akhirnya di tiba pos kedua jam 06:39.  Kali ini kami mulai menuruni leher Gunung Lembu dan melewati rute yang dikiri dan kanannya langsung berhadapan dengan jurang dan bentangan danau di kejauhan. Di dua titik terjal disediakan tali yang memudahkan kita mendaki atau turun. 




Lalu naik lagi kearah kepala lembu melewati beberapa kemah remaja yang tengah camping. Pada jam 07:31, kurang lebih setelah mendaki selama 2 jam lebih sedikit kami akhirnya sampai di puncak Gunung Lembu, namun untuk mendapatkan pemandangan yang spektakuler harus menuju ke Batu Lembu, turun sedikit kebawah. Batu Lembu ini merupakan lahan miring dengan batu berwarna coklat kemerahan yang langsung berhadapan dengan pemandangan danau yang spektakuler dibawahnya. 




Setelah puas melihat-lihat, kami makan di warung sekaligus pos ketiga, dan beruntung setelah makan, pelataran Batu Lembu benar-benar sepi tanpa satupun pungunjung lain, sehingga kami bebas merekam keindahan ciptaanNya sepuas-puasnya. 




Setelah puas, kami kembali turun dari puncak, namun karena memang konturnya naik turun, jalan pulang tak kurang beratnya. Jalan yang turun menyebabkan lutut terasa nyeri sesampainya di pos kedua, sementara baju dan celana basah kuyup oleh keringat. Saya menikmati Kelapa Muda sambil memulihkan tenaga dan kami akhirnya sampai kembali di pos awal pendakian sekitar jam 10:09. 




Kang Dadan tak berapa lama tiba dan mengantar kami kembali ke Badega dengan pickupnya, untuk istirahat sebelum kami kembali ke Bandung lewat jalur yang berbeda yakni Plered. Hemm benar-benar pengalaman yang menyenangkan hanya dengan biaya 1/20 kunjungan kami ke Nusa Tenggara Timur, namun dengan pemandangan yang tak kalah indah. Sempat teringat Lembah Harau di Sumatera Barat, yang saya kira rasanya masih kalah indah dibandingkan pegunungan Purwakarta ini. 




Silahkan cek foto-foto lengkapnya di https://www.instagram.com/husnipohan/

Berapa biaya perjalanan kali ini ? 

Bensin dan tol : Rp. 250,000
Makan siang di pasar Sukatani : Rp 51.000
Ojek : Rp 100.000 (dan tips Rp. 100.000)
Tips ke Pak Mochtar: Rp. 100.000
Tips ke Kang Jeje : Rp. 100.000
Penginapan : Rp. 300.000
Makan 2x di Penginapan : Rp. 162.000
Antar Jemput ke Gunung Lembu : Rp, 70.000
Guide : Rp. 150.000
Makan siang di Plered : Rp. 55.000
Biaya masuk Sasak Panyawangan : Rp. 24.000
Parkir : RP. 10.000

Selayaknya naik turunnya perjalanan hidup, nikmatilah selangkah demi selangkah perjalanan mendaki tersebut, kenali diri sendiri dengan mengenali alam sekitar. Nikmati suara kicauan burung, desingan jangkrik, semilir angin, bisikan daun bambu nan tertiup angin, bahkan juga, desingan nyamuk yang siap menyerbu manakala kita berhenti karena keletihan. 

Syukuri setiap nafas yang dihisap dan lalu dihembuskan juga setiap tetesan peluh yang mengalir membasahi badan. Sesungguhnya bukan puncak itu tujuan sebenarnya, namun mengenali diri sendiri dan hati yang selalu bersyukur merenungi alam ciptaanNya. 





No comments: