Karena memang
sudah mendekati waktu saatnya Shalat Jumat, kami berhenti di salah satu Masjid di
Pantai Anoi Itam. Disebut Anoi Itam, karena pasirnya memang kehitaman. Pantai
Anoi Itam ini berhadapan dengan Malacca
Strait alias Selat Malaka. Istri dan Si
Bungsu menunggu di bangku panjang kayu, dan langsung dikerumuni ayam-ayam
peliharaan penduduk, sementara saya dan Si Sulung shalat bersama Bang Romi.
Di dalam mobil,
Bang Romi menyiapkan empat botol air mineral berbagai jajanan termasuk Pia
Kacang Hijau yang menurut Bang Romi, merupakan kue khas Sabang. Entah kenapa Si Sulung suka sekali dengan kue pia ala Sabang ini.
Selesai shalat
kami langsung menuju Anoi Itam Resort, menyimpan barang bawaan pada dua dari empat kamar
suite di depan kolam renang. Cukup kaget setelah tahu harga resmi perkamar
adalah 1.200.000 IDR, sehingga total dua malam x dua kamar jika tidak melalui
travel, maka kami harus membayar 4.800.000.
Dari sini kami menuju salah satu spot terbaik dengan pemandangan ke
teluk dan pelabuhan Balohan.
Dari sini kami
menuju salah satu view lain yakni di jalan Cut Nyak Dien alias Bukit Pulau Klah, melalui rute yang biasa dipakai
menuju menuju Pantai Iboih. Setelah menanjak melalu perbukitan, lalu kami
sampai di sebuah tempat dimana kami bisa melihat Pulau Klah, dibagian depan, dan nun jauh disana Pulau Rondo yang sebenarnya secara geografis pulau yang lebih ujung dibanding Pulau Weh. Lalu di sisi kanan terlihat Pelabuhan Bebas Sabang yang
sempat dikunjungi Jokowi 2015 lalu dalam rangka deklarasi Freeport Zone layaknya Batam, namun entah kenapa menurut Bang Romi masih
sepi-sepi saja.
Kami memesan
rujak khas Sabang dengan kuah kental gula merah dan berbagai potongan buah yang
didominasi Nanas. Lalu beberapa butir kelapa muda. Sambil menikmati
pemandangan, yang sayangnya terhalang dua batang besar pohon kelapa, sehingga
agak sedikit menyulitkan untuk diabadikan dengan kamera digital. Untungnya saat kembali
menuruni bukit, saya meminta berhenti di sebuah bangunan yang belum selesai
namun memiliki pelataran beton menghadap ke lokasi yang sama tetapi tanpa pohon
kelapa seperti lokasi sebelumnya.
Lalu kami kembali
ke Sabang untuk shalat di Masjid Babussalam, lanjut dengan mencari souvenir di Indatoe, Pasar Sabang, dan langsung menuju Murah Raya
Cafe di sekitar tugu "I Love Sabang". Menurut Bang Romi tempat ini terkenal
dengan ikan dan udang segarnya. Kita bisa memilih ikan atau udang yang akan
dimasak sayang sekali saat itu tidak ada kepiting. Kami memutuskan memilih
seekor ikan Kerapu Macan seberat 1,7 kg dengan harga 22.000 IDR per ons,
sehingga harga totalnya 374.000 IDR, lalu seporsi kangkung, seporsi semangka
potong, 4 jus jeruk, 5 aqua, dan 5 nasi putih. Total makan disini menghabiskan
481.000 IDR.
Karena ikannya sangat besar, maka dipotong memanjang, sebagian di goreng dan sisanya dibakar. Masakan Murah Raya ini sangat nikmat meski cukup kaget ketika harus membayar. Maksud hati ingin juga menikmati Udang Galah, namun harganya yang mengerikan membuat kami urung menjajalnya.
Karena ikannya sangat besar, maka dipotong memanjang, sebagian di goreng dan sisanya dibakar. Masakan Murah Raya ini sangat nikmat meski cukup kaget ketika harus membayar. Maksud hati ingin juga menikmati Udang Galah, namun harganya yang mengerikan membuat kami urung menjajalnya.
Selesai makan kami kembali ke hotel untuk beristirahat, karena kebetulan dua kamar di samping kami kosong, kami sekeluarga memutuskan berenang sepuasnya layaknya kolam pribadi keluarga. Anak-anak yang masih lapar memesan Kentang Goreng panas dari restoran Anoi Itam Resort untuk dinikmati.
No comments:
Post a Comment