Setelah shalat
subuh saya mengajak istri ke depan hotel, pinggiran danau terlihat kotor, trotoar
tidak terawat, matahari tertutup awan tebal, lagi-lagi saya sedikit kecewa
tidak mendapatkan momen bagus untuk diabadikan. Kami lalu berkemas dan setelah sarapan Lontong
Medan di hotel yang kali ini ternyata lezat, kami bersiap meninggalkan Danau Toba,
sambil berharap peruntungan kami kali ini berubah.
Perjalanan ini
kira-kira akan menempuh 200 km, dan rencananya
akan melalui Simarjarunjung, Rumah Adat Bolon, Air Terjun Sipiso Piso, Taman
Simalem Resort (Tongging Point), Berastagi (termasuk singgah sebentar melihat
Sinabung), Rumah Gugung Tirto Meciho,
dan Medan. Perasaan saya mulai
berubah bahagia ketika melihat rute yang kami tempuh menyusuri pinggiran Danau
Toba ternyata sangat indah, berkali kali saya minta berhenti untuk mengabadikan
momen, setiap kali berhenti saya mengira ini adalah pemandangan terbaik, namun
berikutnya selalu lebih indah. Bagi saya Danau Toba menjadi ironi, ketika dekat
terasa jelek namun saat jauh keindahannya yang tak habis-habis sejauh mata
memandang.
Dalam perjalanan menuju Berastagi, Si Sulung bertanya pada saya, jika saya menjadi pemimpin di Danau Toba apa langkah-langkah yang akan saya lakukan. Setelah pengamatan kurang dari dua hari, maka saya katakan, sbb pertama; pelarangan warung dibangun di sisi Danau dan pembangunan spot-spot cantik, karena saat ini khususnya di Parapat, wisatawan akan sulit mendapatkan spot-spot cantik dengan pemandangan langsung ke danau, kedua pembenahan trotoar, karena dari yang saya lihat, pejalan kaki masih bukan prioritas di daerah destinasi wisata ini, ketiga; penerapan denda bagi pembuangan sampah dan limbah, khususnya ke danau, keempat; penertiban sertifikasi halal bagi wisatawan muslim, kelima, pembenahan transportasi danau dan pelabuhan agar nyaman dan sekaligus aman. Masih berpikir ide-ide lain, Bang Ernov langsung menyambar sambil mengatakan, ide-ide tersebut sulit dilakukan karena karakter masyarakat di sini keras dan susah sekali diingatkan.
Dalam perjalanan menuju Berastagi, Si Sulung bertanya pada saya, jika saya menjadi pemimpin di Danau Toba apa langkah-langkah yang akan saya lakukan. Setelah pengamatan kurang dari dua hari, maka saya katakan, sbb pertama; pelarangan warung dibangun di sisi Danau dan pembangunan spot-spot cantik, karena saat ini khususnya di Parapat, wisatawan akan sulit mendapatkan spot-spot cantik dengan pemandangan langsung ke danau, kedua pembenahan trotoar, karena dari yang saya lihat, pejalan kaki masih bukan prioritas di daerah destinasi wisata ini, ketiga; penerapan denda bagi pembuangan sampah dan limbah, khususnya ke danau, keempat; penertiban sertifikasi halal bagi wisatawan muslim, kelima, pembenahan transportasi danau dan pelabuhan agar nyaman dan sekaligus aman. Masih berpikir ide-ide lain, Bang Ernov langsung menyambar sambil mengatakan, ide-ide tersebut sulit dilakukan karena karakter masyarakat di sini keras dan susah sekali diingatkan.
Bang Ernov lalu
berhenti di Simarjarunjung tepatnya di sebuah restoran tua bernama Siantar
Hotel, ahh keindahannya luar biasa, hampir 200 derajat pemandangan di
ketinggian menghadap ke Danau Toba. Kami menikmati Pisang Goreng dan Minuman Teh Jahe Hangat di restoran tua di puncak bukit lalu lanjut dengan jagung bakar
yang dijual seorang ibu di pinggir parkiran dan dikipas dengan menggunakan
tenaga sepeda motor dan arang dari kulit kemiri. Seluruh hidangan
hanya perlu membayar sekitar 75.000 IDR.
Dari sini kami
menuju Rumah Adat Bolon Simalungun yang terkenal dengan Raja dengan dua belas
istri yang tinggal di satu rumah. Untuk masuk ke kawasan dengan sembilan
bangunan utama ini, kami melewati terowongan, yang sempat membuat Si Bungsu
ketakutan karena di tengah terowongan ada lubang dengan patung kayu yang
seakan-akan menyapa kami. Entah kenapa saya teringat mumi Rascar Capac di komik
Tintin. Aura supranatural disini terasa sangat kuat, menurut Bang Ernov
keberadaan patung ditengah terowongan tak lepas dari kepercayaan zaman dulu
sebelum agama Kristen masuk.
Kami lalu lanjut
ke Air Terjun Sipiso Piso, Bang Ernov yang perlu beristirahat membiarkan kami
menikmati pemandangan yang lebih indah lagi dari Simarjarunjung. Saat itu saya
mengatakan pada anak-anak, ini adalah pemandangan terindah yang pernah saya
saksikan selama hidup. Anak-anak lalu membalas bukannya itu juga yang papa
sampaikan saat di Simarjarunjung tadi.
Air terjun
terlihat disisi kanan, dan di sisi kiri di antara tebing terlihat Danau Toba
membentang. Pemandangan akan lebih indah
jika kita jalan terus menuju pos pengamatan di bagian bawah. Kami menyusuri
tangga-tangga di pinggir jurang yang sayangnya kurang terawat. Saat kembali dan
mendaki ke lokasi parkir, saya dan istri kehabisan nafas dengan keringat
mengucur deras, istri bahkan sempat merasa pandangannya gelap dan berpegangan karena kuatir
pingsan.
No comments:
Post a Comment