Saturday, March 01, 2014

Pak Harto, Pak Nas dan Saya - Frits A. Kakiailatu

Saya sering mendengar nama Kakiailatu, namun dengan nama depan Toeti, sama sekali tidak menyangka kalau Toeti Kakiailatu justru istri urolog terkemuka Frits A. Kakiailatu. Beliaulah yang mengarang buku ini, untuk mengabadikan perjalan hidupnya, khususnya episode penting saat beliau menjadi dokter kepresidenan. Frits yang lahir di Magelang 17/7/1936 merupakan keturunan Ambon, dan satu dari sangat sedikit ahli urologi di Indonesia.

Entah karena paranoid atau mempunyai banyak musuh, untuk menjadi urolog Soeharto, ternyata Frits harus melalui serangkaian pemeriksaan. Intinya adalah semacam investigasi "bersih lingkungan". Dan karena memang diinginkan yang mempunyai background militer, Frits yang juga TNI AL lah yang akhirnya dipercaya untuk melakukan pembedahan terkait masalah urologi presiden.




Pada masa itu bersih lingkungan yakni, secara horisontal saudara, istri, mertua, menantu, sahabat dekat, lalu vertikal ayah, ibu, kakek, nenek, anak dan cucu. Dimana semuanya tak boleh ada keterlibatan dengan PKI atau organisasi massa terlarang lain-nya.

Karakter Frits yang keras suatu hari terbentur dengan situasi dimana beliau konfrontasi dengan team RSCM, Frits yang ngotot dengan pembedahan ulang harus berhadapan dengan ide endoskopi. Tutut yang akhirnya ikut intervensi marah pada Frits dan beranggapan hak keluarga memilih metode yang pas bagi Soeharto. Sejak itu Frits diganti dengan team RSCM sebagai team dokter kepresidenan yang baru.

Frits juga mengungkapkan ternyata pada masa itu, pemberitaan tentang kesehatan presiden merupakan hal yang harus secara hati2 disampaikan, meski misalnya terjadi operasi, humas presiden akan menyampaikan bahwa presiden melakukan pemeriksaan kesehatan biasa.

Ketika harus difoto paska operasi yang tak jadi, Soeharto yang sudah sempat (maaf) dicukur bulu kemaluannya minta agar Frits membuat para obyek foto tertawa, maka Frits lalu berkata "Ternyata Presiden hari ini tidak jadi ada tindakan, meski sudah siap, jadi anggap saja hari ini Presiden hanya ke tukang cukur". Soeharto terpingkal pingkal, dan srett ! foto Soeharto bersama 37 dokter ahli diabadikan dengan semua terlihat tersenyum lebar. Hal ini diperlukan untuk mencegah kepanikan di masyarakat mengenai status kesehatan presiden.

Bagi Kakiailatu dari semua tokoh yang menjadi pasien, hanya ada tiga tokoh yang selalu terkenang, yakni Soeharto, Nasution dan Abdul Latif. Namun jangan mengira sesuai judulnya buku ini akan banyak bercerita mengenai ketiga tokoh tersebut, yang hanya diliput tak lebih dari 20% isi buku. Karena sebenarnya buku ini lebih banyak bercerita mengenai perjalanan hidup Frits dan kebetulan ada sedikit persinggungan dengan beberapa tokoh penting sejarah Indonesia.


Karya Frits ini meski sangat tipis merupakan sumbangan sangat berharga dan menjadi satu dari sekian puzzle yang melengkapi sejarah Indonesia. Dan senang juga membaca akhirnya setelah begitu lama, Soeharto memutuskan untuk menjenguk Nasution saat sakit di RSPAD Gatot Subroto. Saya tutup review ini dengan ungkapan kritis Ibu Nasution terhadap pemberian gelar bintang 5 bagi Nasution, meski bagi Ibu Nasution pemberian gelar bagi purnawirawan terasa janggal dengan;

"Yahh Soeharto moet wel een vriend kiezen als Nas, om een vijf sterrige general te worden" yang artinya "Yaah Soeharto kan harus mencari seorang teman seperti Nas, bila ingin mendapat bintang jenderal besar"

No comments: