Saturday, May 31, 2014

The Dogs of War - Frederick Forsyth

"Sebagian orang berperang demi idealisme namun 99% dari mereka ditipu.  Para prajurit GI di Vietnam, apa kau pikir mereka mati demi kehidupan, kebebasan dan kebahagiaan ? Mereka mati demi indeks Dow Jones di Wall Street dan akan selalu begitu.

Begitu juga tentara Inggris yang tewas di Kenya, Siprus dan Aden. Mereka berada disana karena begitulah perintah atasan mereka. Atasan mereka diperintah oleh Departemen Perang yang juga mendapat perintah dari kabinet. Semuanya untuk tetap membuat Inggris tetap dapat mengendalikan ekonomi.

Aku adalah tentara bayaran, tidak ada yang menyuruhku berperang, atau memberi tahu dimana aku harus berperang. Itu sebabnya politikus membenci tentara bayaran. Karena mereka tidak bisa mengendalikan kami. Kami tidak mau menembaki orang yang ingin mereka bunuh, kami tidak memulai saat mereka mengatakan Mulai ! Dan berhenti saat mereka mengatakan Stop !. Kami berperang berdasarkan kontrak, dan kami memilih kontrak kami sendiri."

Begitulah sebagian kalimat yang ditulis Frederick Forsyth mewakili Cat Shannon salah seorang tentara bayaran dalam buku yang terbit di tahun 1974 ini. Berbeda dengan The Odessa File (TOF) atau The Day of The Jackal (TDoTJ), nyaris 300 halaman dalam buku setebal hampir 600 halaman ini sangat membosankan. Bagian paling membosankan adalah saat Cat Shannon mempersiapkan perang untuk kudeta di Zangaro, sebuah negara Afrika yang memiliki tambang yang sangat berharga. Mulai dari proses rekruitmen tentara bayaran, pembelian kapal, pembelian senjata gelap hingga perjalanan ke lokasi target.  

Namun 100 halaman pertama dan sekitar 100 halaman terakhir, sangat menarik, dan memberikan gambaran pada kita bagaimana sebuah kudeta kadang bukanlah murni kudeta, melainkan adanya kepentingan bisnis di belakang-nya. Kudeta dalam buku ini adalah untuk mengganti pemimpin yang tidak koperatif dengan sosok lain, sehingga kontrak konsesi tambang dapat segera dieksekusi. Forsyth juga mengupas secara detail bagaimana proses eksplorasi sebuah tambang dilakukan. Hal ini mengingatkan saya akan negara kita, mungkinkah eksplorasi yang saat ini dilakukan perusahaan perusahaan tambang asing semata mata merupakan transkasi wajar ?, bukankah kita tahu Soekarno adalah salah satu presiden yang sangat berhati hati dalam pemberian konsesi asing, dan lalu jatuh dan saat Soeharto naik, maka kita membuka keran seluas luasnya demi agenda asing dalam mengeksploitasi Indonesia. Tak aneh kalau sampai saat ini CIA dinilai berperan dalam kejatuhan Soekarno.



Akhirnya tamat juga buku yang pertama kali saya lihat saat SMP di kamar tidur paman saya, meski masih satu kelas dibawah TOF dan TDoTJ, namun sebagaimana buku Forsyth lainnya selalu memberikan kita informasi yang menyeluruh dan detail. Meski bukan murni fiksi, namun Forsyth menggunakan pengalamannya saat menjadi wartawan dan meliput Equatorial Guinea yang merupakan eks jajahan Spanyol. Pengalaman Forsyth ini memberikan gambaran yang sangat nyata akan praktek praktek keji negara negara barat pada negara dunia ketiga sebagai bukti penjajahan tak pernah berakhir, ya mereka cuma berubah bentuk.   

Review ini saya tutup dengan syair pembuka buku ini sbb;

"Jangan kabarkan kematianku,
Atau berduka karenaku,
Dan jangan kubur aku di tanah suci,
Jangan pula minta penjaga gereja membunyikan lonceng,
Agar tak seorangpun melihat jenazahku,
Dan jangan berkabung di belakangku pada upacara pemakamanku,
Aar tak setangkai bungapun di tanam di makamku,
Dan tak perlu seorang pun mengingatku,
Untuk ini kutinggalkan namaku."


-Thomas Hardy-

No comments: