Membaca buku Rhenald Kasali bagaimana Ancol yang tadinya menganggap konser2 di TV swasta sebagai kompetitor justru akhirnya merangkul TV, dan menelurkan produk2 konser dengan panggung megah, penonton ribuan, disiarkan secara nasional, serta mengundang sponsor adalah salah satu contoh merangkul musuh yg bagus.
Dalam dunia politik, kita melihat bagaimana Amin Rais merangkul Gus Dur untuk mendepak Megawati , lalu merangkul Megawati untuk menyingkirkan Gus Dur, adalah contoh yang lain lagi. Itu sebab-nya Amien Rais mendapat julukan King Maker. Cerita yang sama dapat dengan mudah kita temukan dalam legenda Sam Kok alias kisah tiga negara, Liu Bei terpaksa kadang berteman dengan musuh untuk menyingkirkanmusuh yang lebih hebat lagi. Dalam politik konon kabar-nya tidak ada musuh abadi yang ada adalah kepentingan abadi.
Sudut pandang berteman dengan musuh membantu kita untuk menunjukkan kelemahan kita, selain itu musuh juga akan membuat kita tangguh. Nelayan di Jepang menggunakan ikan Hiu yang ditempatkan di kolam Salmon di palka kapal, untuk menjaga kualitas ikan menjadi tetap segar. Hiu yang mengerikan dan terus menerus hilir mudik membuat Salmon terus menerus bergerak dan menyebabkan kualitas daging mereka tetap baik selama perjalanan dari samudera ke daratan.
Di beberapa tempat anak2 kecil dilatih renang dengan menggunakan buaya, tentu saja mulutnya di lakban sebelumnya dan yang digunakan adalah buaya kecil. Berada dalam kolam renang yang sama dengan mahluk buas, membuat anak2 tersebut mengerahkan kemampuan terbaiknya untuk survive. Para petinju top berlatih dengan sparring partner yang teknik, gaya dan ukuran tubuh-nya mirip dengan lawan yang bakal mereka hadapi., semakin sering mereka melawan “musuh” maka akan semakin besar juga peluang mereka untuk tampil percaya diri di ring untuk menang.
Pelukis papan atas Indonesia Jeihan yang terkenal selalu menghitamkan mata obyek lukisan-nya mengatakan, layangan bisa terbang karena berani menantang angin. Jadi angin (baca : musuh) lah yang membuat layangan mencapai jati diri sebenarnya. Amerika bisa sebesar sekarang karena rajin berperang, dengan perang kualitas manusia meningkat dan menyisakan yang benar2 kuat serta mampu bertahan. Dalam hal ini Amerika lebih mirip Romawi yang dikenal sebagai bangsa yang suka berperang. Jerman bisa maju seperti sekarang setelah hancur dalam perang dunia 2, begitu juga Jepang yang bangkit setelah bom atom Hiroshima dan Nagasaki. Namun tentu saja kita tidak perlu bunuh2an (baca : perang) untuk bisa memunculkan kemampuan terbaik yang kita miliki.
Lantas apakah kita benar2 perlu berteman dengan musuh ?, tentu yang saya maksud adalah bukan berteman dalam arti menjadi sahabat (apalagi karena tidak semua musuh dapat dijadikan sahabat), namun menggunakan musuh (dalam mencari kelemahan kita) sehingga kita menjadi sosok yang lebih baik. Sun Tzu mengatakan
Ia yang mengenal pihak lain (musuh) dan mengenal dirinya sendiri, tidak akan dikalahkan dalam seratus pertempuran. Ia yang tidak mengenal pihak lain (musuh) tetapi mengenal dirinya sendiri memiliki suatu peluang yang seimbang untuk menang atau kalah. Ia yang tidak mengenal pihak lain (musuh) dan dirinya sendiri cenderung kalah dalam setiap pertempuran.
Namun unik-nya Sun Tzu juga mengatakan
(Jadi) bertempur dalam seratus pertempuran dan memenangkan seratus kemenangan bukanlah suatu cerminan strategi yang paling hebat. Kemampuan untuk mengalahkan musuh tanpa pertempuran sama sekali adalah cerminan strategi yang paling hebat.
No comments:
Post a Comment